Warga Terdampak Virus Korona Bersiasat agar Tetap Bekerja
Pekerja mengambil risiko di tengah meluasnya pandemi virus korona jenis baru supaya dapur tetap mengepul. Sebab, belum ada jaminan hajat hidup dari pemerintah dalam berbagai kebijakan yang sudah diambil.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pekerja tetap beraktivitas seperti biasa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka bersiasat untuk tetap produktif pada situasi yang sulit. Sementara sebaran virus SARS-Cov-2 penyebab pandemi Covid-19 semakin luas dan mengancam keselamatan warga.
Belum adanya jaminan hajat hidup dalam pembatasan sosial hingga wacana darurat sipil menguatkan mereka tetap bekerja. Salah satunya Santi Hendrasari, ibu rumah tangga di Jakarta Selatan. Dia membantu suaminya yang bekerja sebagai pengojek daring untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan membuka jasa titip belanja bahan kebutuhan pokok di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Dia melakukan itu karena orderan ojek daring menurun pasca-pembatasan sosial dan imbauan bekerja dari rumah. Dalam sehari, orderan berkisar satu hingga empat dari biasanya lebih delapan kali. ”Mau titip belanja bumbu dapur, sayur, buah-buahan, atau lauk-pauk silakan,” ujar Santi di Jakarta, Selasa (31/3/2020).
Santi memanfaatkan akun sosial media untuk mengiklankan jasa titip itu. Calon pelanggan bisa menghubunginya melalui nomor kontak yang disertai Whatsapp. Jasa titip itu melayani area Jakarta Selatan dengan biaya Rp 20.000. Biaya belum termasuk ongkos kirim yang disesuaikan dengan tarif ojek daring.
Upaya serupa juga dilakoni Miftah (32), pelukis dari Bali. Pandemi virus korona jenis baru membuat peminat lukisan menurun drastis. Alhasil, dia harus merogoh tabungan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selama pembatasan sosial. ”Sebelum pandemi virus korona, pemasukan lumayan sehingga bisa tabung. Sekarang menurun, mungkin karena warga fokus penuhi kebutuhan pokok untuk masa pandemi,” kata Miftah.
Dia memasarkan lukisan melalui sosial media. Peminat dapat menghubunginya melalui pesan langsung di platform tersebut. Menurut Miftah, situasi Bali semakin sepi sehingga mereka yang menggantungkan hidup dari pariwisata kelabakan karena peraturan pembatasan sosial tidak diikuti langkah konkret supaya sektor bisnis tetap saling menghidupi.
Bingung
Demikian juga dialami Liam (30) dan sebagian rekan pengojek daring. Mereka kebingungan dengan kebijakan pemerintah yang tidak diikuti teknis di lapangan. Contohnya penangguhan pembayaran kredit atau cicilan kendaraan bermotor. ”Ini pelaksanaannya seperti apa? Karena pihak leasing masih terus menagih. Kapan diberlakukan?” kata Liam.
Untuk itu, mereka berharap ada kejelasan, termasuk dalam kebijakan perluasan pembatasan sosial dengan darurat sipil. Sebab, pengojek bekerja berpindah lokasi lintas batas sehingga rentan melanggar ketentuan yang berlaku.
Apalagi kini mereka turut serta dalam pendistribusian bantuan berupa makanan, obat-obatan, dan alat pelindung diri dari donatur. ”Tolong pemerintah cukupi kebutuhan sehari-hari (pekerja harian dan pekerja lepas). Kalau tercukupi, kami akan patuh dan berdiam diri di rumah,” katanya.
Irma (24), manajer sales dari Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, juga bingung karena imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah tidak sepenuhnya berjalan. ”Ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Solusinya kantor berlakukan masuk bergiliran,” ujar Irma. Kini berlaku presensi dengan sidik jari saat masuk kantor dan melalui grup Whatsapp ketika bekerja dari rumah. Gaji akan dipotong jika terlambat mengisi presensi.
Adapun Australia menggelontorkan dana subsidi untuk menjamin para pekerja. Demikian juga Korea Selatan melalui bantuan untuk rumah tangga. Pemerintah Australia akan menggelontorkan dana 130 miliar dollar Australia atau sekitar 79,85 miliar dollar AS untuk menyubsidi gaji sekitar 6 juta pekerja di negara itu selama enam bulan ke depan. Itu merupakan paket stimulus ekonomi ketiga yang dikeluarkan Pemerintah Australia guna mengurangi dampak ekonomi lanjutan akibat pandemi Covid-19.
Kebijakan ekonomi yang disebut dengan kebijakan ”Menjaga Para Pekerja” itu merupakan bagian dari stimulus ekonomi yang disiapkan Pemerintah Australia senilai total 320 miliar dollar Australia atau setara dengan 15 persen produk domestik bruto (PDB) negara itu. Namun, tidak semua pengusaha akan mendapatkan bantuan subsidi tersebut.
Kebijakan subsidi gaji ini akan mencakup karyawan organisasi nirlaba dan warga Selandia Baru yang bekerja di Australia, tetapi tidak bisa mengakses program kesejahteraan. Begitu juga para pekerja paruh waktu dan pekerja harian yang setidaknya sudah bekerja di satu usaha minimal selama satu tahun akan menerima subsidi tersebut. Menurut rencana, subsidi itu akan dilaksanakan pada Mei mendatang.
Setiap karyawan yang perusahaannya memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi bertajuk ”menjaga para pekerja” akan mendapatkan uang senilai 1.500 dollar Australia atau setara dengan Rp 15 juta. Dana itu akan diberikan setiap dua pekan sekali.
Warga Australia yang mengalami PHK dan memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi juga akan mendapatkan dana tersebut melalui mantan majikan mereka. Sementara itu, Pemerintah Korea Selatan juga mengumumkan paket bantuan bagi warga terdampak pandemi Covid-19. Presiden Korsel Moon Jae-in mengumumkan hal ini, Senin, setelah rapat darurat dengan para pengambil kebijakan ekonomi di kantor kepresidenan di Seoul.
Subsidi akan diberikan kepada rumah tangga dalam kelompok pendapatan 70 persen terbawah. Dikutip dari The Korea Herald, nilai subsidi yang akan diberikan bervariasi bergantung pada jumlah orang di dalam rumah tangga tersebut. Untuk sementara, setiap rumah tangga akan mendapatkan subsidi 1 juta won atau sekitar Rp 13,4 juta jika satu rumah tangga terdiri atas empat orang.
Data Pemerintah Korea Selatan, sekitar 14 juta rumah tangga memenuhi syarat untuk memperoleh subsidi tersebut. Untuk melaksanakan kebijakan ini, Pemerintah Korea Selatan membutuhkan dana 9,1 triliun won.
Selain memberikan bantuan langsung tunai (BLT) pada rumah tangga, pemerintah juga tengah menyiapkan paket stimulus perekonomian bagi usaha mikro, kecil, dan menengah senilai 7,1 triliun won atau sekitar 5,80 miliar dollar AS. Pemerintah Korsel juga membebaskan pengusaha UMKM ini dari tagihan operasional kantor, seperti listrik dan air.
Niko (25), karyawan swasta dari Cipinang, Jakarta Timur, berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan untuk menjamin hajat hidup pekerja dan rumah tangga. Sebab, pekerja formal yang bekerja dari rumah punya penghasilan tetap walaupun mendapatkan potongan karena situasi pandemi. ”Tetapi kalau pekerja lepas atau informal beda cerita, mereka butuh penuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Niko.