Bekerja dari Rumah, Impian Karyawan yang Tidak Mudah Dilakukan
Pekerja kantoran berharap dapat bekerja dari rumah di tengah pandemi virus korona jenis baru yang kian meluas. Namun, keinginan itu berbenturan dengan hal-hal teknis di perusahaan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
Seruan Gubernur DKI Jakarta kepada seluruh perusahaan untuk menghentikan sementara kegiatan perkantoran bak angin segar bagi pekerja kantoran. Akan tetapi, penerapannya tidak mudah karena berbenturan dengan sejumlah tugas dan fungsi kerja mereka. Seruan ini pun menjadi perbincangan hangat di kalangan pekerja.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Seruan Gubernur Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Perkantoran dalam Rangka Mencegah Penyebaran Wabah Covid-19. Seruan ini berlaku sejak 20 Maret hingga 2 April 2020.
Isinya berupa imbauan agar perusahaan secara serius dan segera menghentikan seluruh kegiatan perkantoran untuk sementara waktu, menutup fasilitas operasional, dan melakukan kegiatan berusaha dari rumah.
Perusahaan yang tidak dapat menghentikan total kegiatan perkantoran diminta mengurangi kegiatan sampai batas minimal (jumlah karyawan, waktu kegiatan, dan fasilitas operasional) dan mendorong sebanyak mungkin karyawan bekerja dari rumah.
Perusahaan juga diminta memperhatikan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
Lia (23), salah satu karyawan swasta di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, menyambut baik seruan gubernur tersebut lantaran di kantornya belum berlaku bekerja dari rumah. ”Sudah diajukan, tetapi belum disetujui atasan,” ujar Lia, Sabtu (21/3/2020).
Atasan belum menyetujui permintaan bekerja dari rumah karena perangkat lunak untuk memasukkan data yang tidak dapat dijalankan melalui komputer jinjing (laptop). ”Tim accounting kalau kerja dari rumah susah juga karena sistemnya berat. Bisa kalau dibagi sift kerja,” katanya. Jika merujuk seruan gubernur, Lia berharap akan ada pembagian waktu kerja.
Felby (28), karyawan swasta di Jakarta Selatan, juga menanti perusahaannya menerapkan bekerja dari rumah. Lantaran saban hari dia harus bertemu dengan banyak orang. Bahkan, tak jarang ia berada di pusat keramaian.
Namun, keinginan itu masih jauh panggang dari api. Sebab, perusahaan sedang kekurangan karyawan. ”Ada permintaan untuk tinggal di dekat kantor atau di kantor supaya minimalkan penyebaran korona," kata Felby. Dia beruntung karena sejak bekerja telah menyewa indekos di kawasan yang sama dengan kantor.
Sementara Putri (22), karyawan swasta di Sudirman, Jakarta Pusat, sudah memasuki pekan kedua bekerja dari rumah. Akan tetapi, seruan gubernur di perusahaan ini tidak sepenuhnya berlaku. ”Dalam satu minggu ada satu hari masuk kantor untuk evaluasi dan efektivitas kerja bersama departemen lain,” ucap Putri. Penerapan bekerja dari rumah tidak mudah. Apalagi tanpa pengawasan terkait poin-poin dalam seruan itu.
Perubahan layanan
Transportasi umum juga menyesuaikan layanan di tengah pandemi virus korona jenis baru. Tujuannya meminimalkan interaksi warga. PT Transportasi Jakarta memberlakukan penyesuaian layanan sesuai imbauan pemerintah kepada warga agar bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah guna menghambat penyebaran virus korona jenis baru. Penyesuaian berlaku mulai Senin (23/3/2020).
Operasional bus berlangsung pukul 06.00-pukul 20.00. Hanya ada 13 rute yang beroperasi, yaitu Blok M-Kota, Pulo Gadung 1-Harmoni, Kalideres-Pasar Baru, Pulo Gadung 2-Tosari, Kampung Melayu-Ancol, Ragunan-Halimun, Kampung Rambutan-Kampung Melayu, Lebak Bulus-Harmoni, Pinang Ranti-Pluit, PGC 2-Tanjung Priok, Kampung Melayu-Pulo Gebang, Penjaringan-Sunter Boulevard Barat, dan 13A Puri Beta-Blok M.
Jumlah penumpang dibatasi hanya 60 orang untuk bus gandeng, 30 orang untuk bus besar, 15 orang untuk bus sedang, dan enam orang untuk Mikrotrans.
PT MRT Jakarta juga menyesuaikan layanannya. Penyesuaian didasari evaluasi pengelola selama tiga hari terakhir. Hasilnya jumlah penumpang per hari berkurang secara berturut-turut dari 32.000, 28.000, dan 24.000. Dalam kondisi normal, jumlah penumpang mencapai 100.000 per hari.
Penyesuaian yang berlaku mulai Senin (23/3/2020) ini ialah jam operasional pukul 06.00-pukul 20.00, jarak antarkereta setiap lima menit saat jam sibuk (pukul 07.00-pukul 09.00 dan pukul 17.00-pukul 19.00), dan setiap 10 menit untuk waktu normal (pukul 09.00-pukul 17.00 dan pukul 19.00-pukul 20.00).
Selanjutnya memperketat penerapan kebersihan dan pembatasan sosial, mengelola antrean penumpang dengan teratur, dan membatasi jumlah penumpang 60 orang per gerbong atau 360 orang per rangkaian kereta.