Kalau Boleh Memilih, Jangan Kirimi Kami Bunga, tetapi Alat Pelindung Diri
Warga menaruh perhatian dan penghargaan atas kerja para petugas medis dan nonmedis yang menangani pasien Covid-19. Perhatian warga tersebut diharapkan tidak diwujudkan dalam karangan bunga.
Oleh
Insan Alfajri
·5 menit baca
Dengan tidak mengecilkan apresiasi publik yang mengirimkan karangan bunga ke rumah sakit rujukan Covid-19, alangkah baiknya sumber daya untuk membeli karangan bunga tersebut digunakan untuk membeli peralatan yang dibutuhkan petugas medis dan nonmedis yang menangani pasien Covid-19, seperti alat pelindung diri atau masker.
Kebutuhan akan peralatan medis seperti alat pelindung diri atau masker itu menguat ketika barang yang tersedia di lapangan menjadi terbatas dan harganya melambung. Padahal, alat tersebut menjadi modal utama petugas dalam perang melawan penyakit yang disebabkan oleh virus korona baru itu.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhillah berpendapat, sumber daya publik yang ingin menunjukkan simpati ke petugas kesehatan lebih baik difokuskan ke pemenuhan alat pelindung diri. Ketika mengikuti rapat daring bersama Kementerian Kesehatan, kemarin, Harif mendapat informasi bahwa rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia mengeluhkan kurangnya alat pelindung diri.
”APD (alat pelindung diri) menjadi perangkat utama dalam menjamin kesehatan petugas. Ibarat perang, sistem pertahanan adalah APD. Kalau tidak ada, berarti mati konyol,” katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (20/3/2020).
Apresiasi berupa ucapan terima kasih kepada petugas kesehatan, lanjutnya, cukup disampaikan melalui pemberitaan media. Sebab, selain menjaga moral dan semangat petugas, yang tak kalah penting adalah mendorong dan membela terwujudnya perlindungan maksimal bagi petugas kesehatan.
Pantauan Kompas di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, Kamis, tak kurang dari 10 karangan bunga dikirim sejumlah pihak. Karangan bunga itu berisi ucapan terima kasih kepada petugas kesehatan yang telah berjibaku menangani Covid-19.
Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, menilai karangan bunga tersebut sebagai bentuk apresiasi lantaran petugas kesehatan berjuang di tengah kegalauan dan kepanikan banyak orang terhadap Covid-19. ”Tidak hanya di rumah sakit ini, tetapi di seluruh rumah sakit yang merawat pasien Covid-19, semua sedang berjuang melawan Covid-19,” katanya.
Dia berharap kondisi ini dapat mengetuk pintu hati para donatur untuk meringankan beban petugas kesehatan sekaligus memastikan mereka tetap aman. Hal itu bisa diwujudkan melalui penyediaan alat pelindung diri.
Menurut Syahril, perawatan seorang pasien Covid-19 membutuhkan 20 set alat pelindung diri per hari. Jumlah itu menjadi banyak lantaran setiap petugas, baik medis maupun nonmedis, yang melakukan kontak dengan pasien wajib mengenakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri hanya bisa sekali pakai. Setelah dipakai petugas untuk kontak dengan pasien, alat pelindung diri tersebut harus dibuang.
RSPI Sulianti Saroso sudah memperluas ruang isolasi dari 11 ruangan menjadi 15 ruangan. Hingga Kamis kemarin, seluruh ruangan terisi penuh oleh pasien Covid-19.
Dengan 15 ruangan isolasi, stok alat pelindung diri di rumah sakit masih mencukupi. Namun, RSPI Sulianti Saroso menargetkan ruang isolasi diperluas hingga menjadi 90 tempat tidur. Dengan demikian, sudah dipastikan kebutuhan alat pelindung diri akan melonjak.
”Terkait alat pelindung diri, kami mohon bantuan betul bagi donatur, ini saatnya untuk memberi kepada kita semua agar kita tidak kekurangan dan seluruh petugas kesehatan terlindungi dalam bekerja,” kata Syahril.
Mayahati, dokter umum di rumah sakit swasta di Lampung, menerangkan, rumah sakit nonrujukan Covid-19 juga mulai kesulitan masker. Di rumah sakit tempat dia bekerja, kebutuhan masker mencapai 150 buah (3 kotak) per hari. Setiap petugas hanya boleh mengambil 1 masker per hari. ”Dan stok di gudang rumah sakit hanya tersisa 20 kotak,” kata perempuan yang masuk ke dalam tim tangkal Covid-19 di rumah sakit tersebut.
Dia menambahkan, masyarakat yang ingin memberi bantuan agar tak hanya memikirkan rumah sakit rujukan Covid-19. Sebab, sebelum ke rumah sakit rujukan, pasien terduga Covid-19 diperiksa terlebih dahulu di rumah sakit nonrujukan.
Sebagaimana diberitakan Kompas, beberapa rumah sakit di daerah mulai kekurangan alat pelindung diri. Di Kalimantan Barat, misalnya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas Fatah Maryunani melaporkan, jumlah alat pelindung diri yang sesuai standar tidak mencukupi. Akhirnya petugas kesehatan menggunakan alat seadanya, seperti mengenakan jas hujan.
Rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 di Cirebon, Jawa Barat, juga kekurangan alat pelindung diri. Besaran dana yang dibutuhkan untuk ketersediaan alat pelindung diri hingga Mei mendatang diperkirakan mencapai Rp 2,3 miliar.
Lindungi diri
DR Dr Ariani Dewi Widodo, SpA(K), dokter spesialis anak konsultan di Jakarta, berpendapat, warga bisa memberikan dukungan kepada petugas medis dengan beragam cara. ”Di saat segala sumber daya sedang terbatas, boleh (sumbangan) di-switch ke APD bagi tenaga medis yang jumlah APD-nya sangat kurang,” katanya.
Di sisi lain, Ariani mengatakan, dukungan bisa juga diberikan warga tanpa harus mengeluarkan dana sepeser pun. Dukungan itu berupa keikutsertaan warga mengurangi ledakan pasien Covid-19. Berdiam diri di rumah, mengurangi aktivitas di luar rumah, dan mengurangi kerumunan orang menjadi salah satu cara untuk melindungi diri dari potensi penularan virus korona baru. ”Apabila ada acara yang dibatalkan atau dijadwalkan ulang, kita seharusnya bisa memahami karena ini demi kebaikan bersama,” katanya.
Saat ini, pasien yang berobat ke rumah sakit sudah teramat banyak. Akibatnya, dokter dan perawat kelelahan sehingga mereka tidak bisa menangani pasien dengan maksimal. Selain itu, tekanan tugas yang tinggi membuat daya tahan tubuh petugas medis juga menurun sehingga mereka berpotensi lebih mudah terinfeksi virus korona (corona) baru ini.
”Dukungan lain bisa diberikan warga dengan berusaha memahami saat diri sendiri, anggota keluarga, atau saudara seakan telantar di rumah sakit karena semua rumah sakit rujukan penuh. Bukan ngamuk atau komplain ke rumah sakit, apalagi menyiarkan ke media sosial. Ini masa sulit, kami berharap semua bisa bersatu,” tutur Ariani.
Ia mengimbau warga tidak panik dan memborong seluruh stok alat pelindung diri, makanan, tisu basah, cairan antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer), maupun masker yang sebenarnya cukup digunakan bersama.
Ariani juga berharap warga tidak menyebarkan hoaks yang menimbulkan kepanikan di masyarakat. (ART)