PN Jakarta Pusat Terima Gugatan ”Class Action” Banjir Jakarta
Gugatan ”class action” jangan hanya dilihat sebagai kerugian materiil dan imateriil waga korban banjir. Namun, ini menjadi evaluasi dan koreksi untuk pemerintah dalam penanganan banjir di Jakarta.
Oleh
Aguido Adri
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima dan menetapkan gugatan class action atau gugatan perwakilan kelompok 312 warga korban banjir Jakarta. Warga menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lalai mengantisipasi banjir sehingga menimbulkan kerugian. Warga menggugat kerugian materiil sebesar Rp 60,04 miliar dan imateriil Rp 1 triliun.
Sidang ke-6 gugatan banjir Jakarta, Selasa (17/3/2020), baru dimulai sekitar pukul 12.00 dari jadwal yang sudah ditentukan, yaitu pukul 10.00. Setelah meminta kelengkapan dokumen dan mendengar pernyataan dari kuasa hukum penggugat, Ketua Hakim Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Panji Surono membacakan dan mengeluarkan penetapan atas gugatan yang diajukan oleh 312 korban banjir Jakarta pada 1 Januari 2020 dengan nomor perkara 27/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst itu. Dalam penetapan, majelis hakim menerima dan menetapkan gugatan banjir Jakarta 2020 diterima secara sah sebagai gugatan class action.
”Gugatan class action memenuhi persyaratan seperti diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Gugatan Class Action,” kata Panji.
Ia melanjutkan, syarat class action berdasarkan perma antara lain jumlah korbannya massal. Penggugat dalam gugatan ini adalah 312 korban banjir Jakarta 2020. Selain itu, ada kesamaan peristiwa atau fakta hukum secara substansial antara wakil kelas dan anggota kelasnya. Dalam gugatan ada kesamaan fakta peristiwa antara lima wakil kelas dan 307 korban banjir lainnya.
Gugatan class action banjir Jakarta 2020 ini diajukan melalui lima wakil kelas, yaitu Elisha Kartini T Samon (wakil kelas Jakarta Barat), Tri Agus Arianto (wakil kelas Jakarta Timur), Sari Anum Sitepu (wakil kelas Jakarta Selatan), Alfius Christono (wakil kelas Jakarta Utara), dan Syahrul Partawijaya (wakil kelas Jakarta Pusat).
Kuasa hukum para penggugat sekaligus anggota tim advokasi banjir Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, mengatakan, gugatan 312 warga Jakarta yang menjadi korban banjir Jakarta 2020 kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dilakukan dengan alasan terjadi perbuatan melawan hukum. Warga menuntut Gubernur DKI untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 60,040 miliar dan kerugian imateriil Rp 1 miliar.
Pada persidangan berikutnya, 31 Maret 2020, kata Tigor, pihak penggugat class action mengajukan blangko pemberitahuan (notifikasi) dan mekanisme pemberian informasi kepada majelis hakim dan untuk ditetapkan sebagai alat proses notifikasi gugatan sesuai aturan Perma Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Gugatan Class Action.
”Tim hukum akan menyampaikan model notifikasi kepada majelis hakim. Notifikasi ini untuk mengetahui apakah 312 korban banjir lanjut atau keluar dari gugatan class action,” kata Tigor.
Evaluasi kebijakan
Kuasa hukum para penggugat Diarson Lubis mengatakan, dalam gugatan class action, Anies Baswedan dinilai tidak melakukan kewajiban hukumnya sebagai Gubernur Jakarta dalam melindungi warga Jakarta dari dampak banjir Jakarta 2020. Peringatan dan bantuan darurat kepada korban banjir itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
”Jika mengacu PP itu, Gubernur tidak melakukan peringatan dini agar warga korban bisa bersiap diri menghadapi banjir. Selain itu, tidak memberikan bantuan darurat kepada para korban banjir Jakarta 1 Januari 2020,” kata Diarson.
Ia melanjutkan, gugatan class action jangan dipandang semata sebagai permasalahan kerugian materiil dan imateriil. Namun, class action juga mengakomodasi hak dan tuntutan masyarakat serta sebagai pembelajaran untuk pemerintah pentingnya perhatian bahwa warganya harus dilindungi.
”Artinya, ada kewajiban dan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, ini juga menjadi evaluasi dan koreksi dari pemerintah terkait penanggulangan bencana ke depan seperti apa,” lanjut Diarson.
Sejak mendaftarkan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020), tim advokasi korban banjir DKI Jakarta 2020 menjelaskan, alasan Gubernur DKI Jakarta sebagai pihak tergugat karena banjir awal tahun ini merupakan banjir lokal. Pemprov DKI seharusnya memahami topografi daerah dan sigap memberikan peringatan dini kepada warga di kawasan rawan banjir.
Kuasa hukum penggugat, Alvon Kurnia Palma, mengatakan, dengan pemetaan kawasan rawan banjir, Pemprov DKI seharusnya memiliki perencanaan strategis guna mencegah banjir berulang di kawasan tersebut. Namun, pencegahan itu dinilai tak pernah terjadi.
Ditambah lagi, sejak 23 Desember 2019, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebenarnya telah mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem akan terjadi di sejumlah wilayah, termasuk DKI Jakarta. Namun, menurut Alvon, hingga 31 Desember, pemberitahuan informasi itu dari aparat pemerintahan kepada masyarakat tak pernah terjadi.
”Terbukti bahwa peringatan dini tidak ada. Pencegahan tidak ada. Apalagi, kawasan yang terdampak banjir merupakan daerah yang secara musiman dan dari dulu juga sudah terkena dampak dari banjir lokal,” kata Alvon.
Menurut dia, pemerintah daerah menunjukkan respon lambat pascabencana karena penggugat yang ada di kawasan terdampak banjir tak mendapatkan bantuan darurat.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhana mengatakan, sidang hari ini baru penetapan gugatan class action dan belum masuk pada pemeriksaan gugatan. Setelah penetapan ini masih ada sidang lajutan untuk notifikasi para pengugat.
”Belum ke isi gugatan atau belum masuk pada pemeriksaan. Jadi, tidak benar jika ada yang menyatakan atau menginformasikan bahwa sidang tadi memutuskan Gubernur harus menganti rugi pihak penggugat. Belum sampai situ. Kami masih tunggu proses persidangan selanjutnya,” kata Yayan.
Ia melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta akan mengikuti proses hukum di pengadilan. Pemprov DKI Jakarta juga sudah mempersiapkan jawaban saat persidangan selanjutnya.
”Selain itu, kami juga sudah mengumpulkan data dalam penanganan banjir. Biro hukum akan didampingi tenaga ahli,” kata Yayan.