Pegawai Batan Jadi Tersangka Penyimpanan Radioaktif Ilegal
Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan SN, pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional, sebagai tersangka kasus dugaan menyimpan zat radioaktif tanpa izin. Tersangka diancam hukuman pidana paling lama 2 tahun penjara.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian menetapkan seorang pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional, SN, sebagai tersangka kasus dugaan menyimpan zat radioaktif tanpa izin. Penyidik kepolisian masih mendalami keterkaitan temuan zat radioaktif ini dengan temuan radioaktif di lahan kosong di Perumahan Batan Indah, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Penetapan tersangka ini berawal dari temuan zat radioaktif sesium-137 (Cs-137) di area kosong di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, pada Februari 2020. Dari hasil penyelidikan temuan itu, ditemukan benda atau zat radioaktif di rumah pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berinisial SN di Perumahan Batan Indah. Rumah SN berjarak 1,5 kilometer dari area kosong itu.
Selain itu, tim gabungan dari kepolisian bersama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Batan juga menemukan bahan radioaktif di sebuah rumah milik mantan pegawai Batan di Blok F, juga di Perumahan Batan Indah.
”Dari hasil pemeriksaan terhadap 26 saksi, lalu keterangan dari Batan dan Bapeten soal perizinan, ternyata SN tidak memiliki izin menyimpan. Kami sudah lakukan olah di tempat kejadian perkara (TKP), lalu SN sudah kami tetapkan sebagai tersangka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Agung Budijono dalam jumpa pers, Jumat (13/3/2020), di kompleks Bareskrim, Jakarta.
Tersangka, kata Agung, dijerat dengan Pasal 42 dan 43 karena menyimpan bahan radioaktif tanpa memiliki izin. Ancaman hukumannya pidana paling lama 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 50 juta. Tersangka tidak ditahan karena ancaman pidana penjara di bawah 5 tahun.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama Batan Heru Umbara mengatakan, sampai saat ini tersangka SN masih merupakan pegawai aktif di Batan. Meski demikian, pada Mei mendatang, tersangka SN akan pensiun dari Batan. Menurut Heru, terhadap SN, Batan juga mengambil langkah-langkah terkait dengan ketentuan tentang disiplin pegawai.
Karena diatur dalam Undang-Undang tentang Ketenaganukliran, pelanggaran itu dikategorikan pelanggaran berat. Beberapa sanksi yang dapat dikenakan untuk pelanggaran berat antara lain penurunan pangkat dan penurunan tunjangan.
”Kami belum putuskan bentuk sanksi disiplinnya. Mungkin minggu depan kami putuskan. Yang jelas akan segera karena SN akan segera pensiun,” kata Heru.
Kaitan didalami
Menurut Agung, sampai saat ini kepolisian masih mendalami keterkaitan antara temuan bahan radioaktif di area kosong dengan di rumah SN dan terakhir di sebuah rumah milik pensiunan pegawai Batan yang sudah lama meninggal, yakni di Blok F, Perumahan Batan Indah.
Sejauh ini, kata Agung, tersangka SN mengaku mendapatkan bahan radioaktif itu dari temannya. Namun, kepolisian belum bisa melacak teman yang dimaksudkan SN. Penyidik juga masih mendalami kemungkinan SN berperan sebagai perantara atau penyedia jasa bagi pihak lain terkait bahan radioaktif.
Sejauh ini, ujar Agung, tersangka mengatakan bahan radioaktif itu sekadar dikumpulkan dan belum ditemukan keterkaitan bahan radioaktif di rumah SN dengan bahan radioaktif di lahan kosong.
Terkait dengan bahan radioaktif di rumah mantan pegawai Batan, diakui itu tidak pernah disentuh oleh penghuni rumah. ”Barang radioaktif itu ditaruh di gudang dan tidak pernah disentuh. Kata anak perempuanya, itu barangnya bapak (almarhum),” kata Agung.
Sampai saat ini kepolisian masih mendalami temuan-temuan bahan radioaktif tersebut dengan dibantu Bapeten dan Batan. Proses penyelidikan dilakukan hati-hati karena barang buktinya adalah bahan radioaktif yang memerlukan perlakuan khusus. Selain itu, kepolisian akan menelusuri asal bahan radioaktif tersebut yang wewenang perizinannya dimiliki Bapeten.
Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Bapeten Indra Gunawan mengatakan, pihaknya masih melakukan audit antara izin yang diberikan dan limbah yang telah dilimbahkan ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Batan.
”Yang memiliki izinnya banyak. Yang menerima (bahan radioaktif) itu sudah harus memiliki kemampuan untuk mengelola sampai melimbahkan. Sampai saat ini tidak ada kasus tentang jual beli zat radioaktif,” kata Indra.
Kompas mencatat, terdapat 14.000 izin dari ribuan lembaga pengguna material yang tercatat oleh Bapeten. Jumlah Cs-137 yang diimpor, ditransportasikan antartempat, hingga dilimbahkan ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Batan semuanya terdata.