Upaya Melawan Aborsi Tak Berstandar, Polisi Terus Buru Orang-orang yang Terkait Kasus Paseban
Pekerjaan belum selesai setelah polisi meringkus tiga pelaku dari kasus praktik aborsi tidak berstandar di Paseban, Jakarta Pusat, sebab ada dokter, 50-an bidan, serta 100-an calo yang diduga turut terlibat.
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
Kepolisian Daerah Metro Jaya sudah menyerahkan berkas perkara aborsi tidak berstandar di Paseban, Jakarta Pusat, kepada kejaksaan. Namun, pekerjaan belum selesai karena masih ada orang-orang lain yang diduga terkait dengan kasus tersebut. Polisi masih memburu mereka.
”Tidak hanya satu, tetapi banyak,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan, Kamis (12/3/2020), di Jakarta. Ia menegaskan, tim masih menyelidiki semua yang terkait. Bukti-bukti keterlibatan diklaim sudah diperoleh.
Seperti diberitakan, tim dari Subdirektorat 3/Sumber Daya Lingkungan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Senin (10/2/2020) sekitar pukul 16.00 menggerebek sebuah rumah yang beralamat di Jalan Paseban Raya Nomor 61, Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, karena jadi tempat praktik aborsi tak berstandar medis. Tempat itu dikendalikan MM alias dokter A (46).
Dokter A memang merupakan seorang dokter, tetapi tidak punya spesialisasi apa pun. Ia hanya dokter umum yang menjalankan praktik aborsi, padahal itu ranah dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Pada sisi lain, aborsi di Indonesia sangat dibatasi, yaitu hanya boleh terhadap korban pemerkosaan atau kasus kedaruratan medik.
Polisi menangkap A bersama dua perempuan yang terlibat, yaitu RM (54) yang berperan sebagai bidan serta S alias I (42) sebagai karyawan bagian pendaftaran. Namun, polisi mendapatkan nama lain, yaitu dokter S, sebagai mitra kerja dokter A menjalankan praktik aborsi di Paseban.
Petugas juga mendapatkan informasi bahwa RM bukan satu-satunya bidan (atau mengaku sebagai bidan) yang bekerja sama dengan dokter A. Setidaknya, total 50 bidan bermitra. Selain itu, ada 100-an calo atau penghubung antara calon konsumen layanan dan dokter A, yang biasa ”mangkal” di Jalan Paseban Raya serta Jalan Raden Saleh Raya. ”Ini masih penyelidikan, mudah-mudahan segera terungkap,” ujar Iwan.
Iwan menambahkan, hasil pemeriksaan laboratorium forensik terhadap limbah di tangki septik rumah praktik aborsi dokter A menguatkan keterangan tersangka bahwa ia menggunakan cairan kimia untuk menghancurkan embrio atau janin hasil pengguguran di sana. Terdapat zat asam sulfat (H2SO4) dalam limbah tersebut.
Tersangka memastikan embrio atau janin tidak lagi berbentuk padat dengan merendam menggunakan asam sulfat. Setelah semua dipastikan berbentuk cair, pelaku baru membuangnya ke tangki septik.
Cara itu diduga sebagai strategi para pelaku agar polisi tidak menemukan barang bukti jasad embrio atau janin di dalam tangki septik. Itu karena berdasarkan pengungkapan kasus-kasus aborsi ilegal sebelumnya, pembongkaran tangki septik untuk mendapatkan barang bukti sudah jadi semacam prosedur tetap. Namun, para tersangka tidak bisa mengelak karena tim Subdit 3/Sumdaling menemukan satu jasad janin berusia enam bulan yang sedang direndam dengan H2SO4 dan belum sepenuhnya hancur di lokasi.
Iwan menuturkan, pihaknya tidak akan berhenti melakukan penegakan hukum terhadap pelaku aborsi tidak berstandar. Namun, Ditreskrimsus tidak meninggalkan cara-cara pencegahan. Salah satunya dengan melakukan patroli siber memantau akun-akun media sosial dan laman-laman yang menawarkan layanan aborsi.
Terkait dengan pengungkapan kasus aborsi tidak berstandar di Paseban, lembaga sosial masyarakat Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) memberikan penghargaan kepada Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kamis pagi. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyerahkannya langsung.
Arist mengatakan, penghargaan disampaikan dengan pertimbangan prestasi Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sudah menjadi inspirasi tingkat nasional, menggerakkan antara lain Polda Jawa Timur, Sulawesi Barat, dan Sumatera Utara untuk juga mengejar pelaku aborsi tidak berstandar di wilayah hukum masing-masing.
”Satu minggu lalu saya berbicara di Polda Jawa Timur. Sindikat-sindikat (aborsi) kemungkinan terjadi juga di sana. Setelah terbongkarnya kasus Paseban ini, para pelaku tersebut pergi ke luar kota dan ini mungkin saja bagian dari gerakan sindikat yang terorganisasi,” ucap Arist.
Penghargaan juga menjadi dorongan bagi Polda Metro Jaya untuk mempererat sinergi dengan Komnas PA serta sejumlah pihak lainnya guna memberantas praktik-praktik aborsi bawah tanah. Itu karena, menurut Arist, praktik tersebut bukan sekadar kejahatan biasa, melainkan kejahatan kemanusiaan karena merampas hak hidup anak.
Namun, kejahatan itu tidak hanya terkait dengan penghilangan nyawa anak di negara yang menganut pandangan mendukung kehidupan (pro life) ini. Aborsi tidak berstandar juga mengancam nyawa para perempuan yang mengakses layanan tersebut.
Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjelaskan, aborsi secara paksa dan ilegal yang secara medis disebut abortus provocatus biasanya membutuhkan tindakan pelebaran mulut rahim disertai pembiusan. Jika pembiusan tidak tepat, pasien bisa mengalami shock mengingat di mulut rahim terdapat saraf-saraf. Shock karena kesakitan (neurogenic shock) ini dapat memicu kematian pasien.
Selain itu, pelebaran rentan membuat mulut rahim robek sehingga bisa memicu perdarahan jika aborsi tidak dijalankan oleh yang berkompeten. Jika parah, perdarahan juga bisa mendatangkan kematian.