Terbuai Iming-iming Menumpang Rekening, ATM Pengusaha Dikuras Rp 1,14 Miliar
Mengaku pengusaha dari Brunei Darussalam, pelaku mendekati korban untuk meminjam rekening dengan iming-iming keuntungan 15 persen. Korban terlambat sadar.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Kepolisian Daerah Metro Jaya meringkus empat tersangka pembobol rekening bank seorang pengusaha dengan kerugian mencapai Rp 1,14 miliar. Modusnya berpura-pura sebagai warga negara Brunei Darussalam yang berbisnis impor ponsel, lalu mengintip nomor identifikasi pribadi atau PIN anjungan tunai mandiri korban, hingga mengelabui untuk menukar kartu ATM korban dengan kartu ATM lain.
Keempat tersangka adalah DN (56), A (26), MR (33), dan H (19). Adapun pengusaha yang menjadi korban adalah AR. ”Mulai dari adanya laporan, penyelidikan, hingga penangkapan, lebih kurang seminggu waktunya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Selasa (10/3/2020), di Jakarta.
Meski demikian, masih ada dua orang lagi yang buron dan diduga terlibat dalam sindikat DN, yaitu M dan IL. Tim dari Subdirektorat 4/Tindak Pidana Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya memburu keduanya. Yusri mengatakan, DN bersama buronan M merupakan otak penipuan serta pembobolan rekening bank AR.
M mengaku rekening asal negaranya tidak bisa digunakan di Indonesia sehingga bersama DN membujuk AR meminjamkan rekeningnya untuk ditumpangi uang hasil bisnis ponsel.
Para pelaku mencari target secara acak, tetapi mereka sudah bisa mengira-ngira calon korban yang memiliki uang dalam jumlah besar, salah satunya dari tempat mereka makan. Setelah menentukan sasaran, mereka bakal menentukan aksi dilanjutkan atau tidak setelah melihat jumlah uang di rekening korban. ”Jika misalnya di rekening hanya Rp 10 juta, transaksi dibatalkan,” ujar Yusri.
Soal kasus yang menimpa AR, Kepala Unit 2 Subdit 4/Tipid Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Rovan Richard Mahenu menjelaskan, korban saat itu sedang berada di salah satu hotel di Jakarta Barat pada 26 Januari 2020. Ia lantas dihampiri dan diajak mengobrol oleh M yang mengaku sebagai warga negara Brunei.
AR percaya saja karena M fasih berbicara logat Melayu. M kemudian mengajak AR berbisnis impor ponsel. Setelah itu, DN datang mengikuti obrolan dan meminta agar M bekerja sama saja dengannya. DN ketika itu berpura-pura tidak mengenal M.
M mengaku rekening asal negaranya tidak bisa digunakan di Indonesia sehingga bersama DN membujuk AR meminjamkan rekeningnya untuk ditumpangi uang hasil bisnis ponsel. ”Mengapa korban tertarik, karena korban dijanjikan mendapat 15 persen dari uang yang ditransaksikan dengan meminjamkan rekening,” ujar Rovan.
Dengan alasan untuk mengetahui saldo awal rekening, AR, M, dan DN pergi ke mesin ATM. AR memasukkan kartunya ke mesin, mengetikkan PIN, lalu membuka informasi saldo sehingga terpampang angka lebih dari Rp 1,14 miliar. Dengan demikian, AR bakal tahu jika ada dana yang sudah ditransfer ke sana karena bakal ada penambahan. Namun, selama AR mengakses mesin ATM, para pelaku bisa mengintip angka-angka PIN yang dimasukkan.
Selesai dari ATM, M mengajak AR dan DN masuk ke mobilnya pergi mencari tempat makan. M lantas meminjam kartu ATM AR guna dicek kembali. Selama proses itu, DN mengalihkan perhatian AR dengan cara terus mengajak mengobrol agar tidak sadar bahwa M menukar kartu ATM-nya dengan kartu ATM lain.
Setelah berpisah dengan korbannya, DN dan kawan-kawan segera menggasak habis uang AR di rekening berbekal kartu ATM asli serta angka PIN hasil mengintip. Yusri mengatakan, mereka memindahkan uang ke 24 rekening lain yang sudah disiapkan sebelumnya, kemudian uang tunai langsung ditarik dari rekening-rekening itu guna menghilangkan jejak. A, MR, dan H berperan dalam proses pemindahan dan pencairan tunai uang AR ini.
Terlambatsadar
AR menyadari ia menjadi korban kejahatan setelah berniat bertransaksi untuk kepentingan bisnis pada 27 Januari. Karyawan bank yang melayani menyebut kartu ATM tidak sesuai dengan buku rekeningnya.
Korban pun melapor ke polisi tanggal 29 Januari. Tim Unit 2 Subdit 4/Tipid Siber lantas menelusuri jejak komplotan pembobol rekening AR hingga dua tersangka pertama diringkus 5 Februari di sebuah apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Mereka adalah MR dan H, sedangkan DN ditangkap di Jalan Jenderal Sudirman pada 6 Februari dan AR di Kecamatan Mattiro Bulu, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, juga pada 6 Februari.
Dari tangan AR, polisi menyita uang Rp 52 juta yang diduga hasil kejahatan. Selain itu, dari semua tersangka, polisi juga mendapatkan sekitar 100 kartu ATM dari berbagai bank.
Yusri menyebutkan, di antara kartu-kartu itu ada yang berfungsi untuk ditukarkan dengan kartu ATM korban. Mereka menyiapkan kartu beragam bank dan akan memilih yang sesuai dengan bank korban sewaktu penukaran. Penyidik mendalami keaslian kartu-kartu ATM yang dimanfaatkan pelaku untuk penukaran.
Polisi menggunakan Pasal 30 Ayat 3 juncto Pasal 46 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan/atau Pasal 363 dan/atau Pasal 55 Ayat 1 kesatu dan/atau Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan UU TPPU, para tersangka bisa dijerat hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Yusri menambahkan, ini bukan pertama kalinya DN dan kawan-kawan beraksi sehingga ia mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban dengan modus serupa untuk melapor ke polisi. Bahkan, DN dan AR adalah residivis. DN pernah dipenjara dua tahun dan AR sepuluh bulan juga akibat pembobolan rekening.
Yusri meminta masyarakat yang mengakses layanan di mesin ATM untuk menutupi pengetikan PIN agar tidak ada yang bisa mengintip angka-angka yang dimasukkan.