Sebagian warga panik seusai Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif Covid-19 di Indonesia. Kepanikan ini dipicu minimnya informasi yang benar menghadapi penyakit itu.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·4 menit baca
Kepanikan yang melanda sebagian warga tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kewenangan harus mampu mengelola informasi yang tepat untuk warga. Dengan cara ini, sebagian orang meyakini penanganan virus korona baru atau SARS-Cov-2 menjadi lebih baik.
Warga belum cukup memperoleh informasi yang tepat untuk menghadapi virus penyebab wabah Covid-19. Sebagian warga belum tahu, ada kanal-kanal informasi yang dapat dimanfaatkan. Nurcahyo (40), pengguna transportasi umum dari Kota Tangerang, Banten, ini hanya tahu tentang penggunaan masker dan mencuci tangan dengan sabun atau cairan antiseptik untuk mencegah penularan virus korona baru.
Bahkan, dia belum tahu jika ada laman Info Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan yang memuat informasi tentang virus korona baru di https://infeksiemerging.kemkes.go.id/category/situasi-infeksi-emerging/info-corona-virus/ dan Waspada Corona Kantor Staf Presiden di http://ksp.go.id/waspada-corona/index.html. ”Saya dapat informasi dari anak saja kalau harus waspada. Tetapi, informasi dari pemerintah penting supaya kami (warga) tahu cara efektif menghadapi korona,” ujar Nurcahyo.
Sementara Saeful Imran (60) memperoleh informasi virus korona baru dari pemberitaan media massa ataupun penelusuran di internet. Hari ini dia berencana bepergian ke Kota Depok, Jawa Barat.
Meskipun membawa masker, dia akan mengenakannya saat sampai di Depok. Alasannya, karena pasien kasus Covid-19 berasal dari Depok. ”Saya tahunya hati-hati saat bepergian,” kata Saeful.
Warga yang belum banyak memperoleh informasi selaras dengan tingkat kepanikan terhadap virus korona baru yang dirilis YouGov, lembaga survei asal Inggris.
Survei ini berlangsung pada 28 Februari sampai 1 Maret 2020 di Inggris Raya, Amerika Serikat, China, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Thailand.
Hasilnya, Indonesia berada di urutan pertama dengan tingkat kepanikan terhadap virus korona baru. Sebanyak 47 persen responden (dari 4.109 responden) mengaku sangat takut terkena Covid-19.
Disusul Malaysia (44 persen dari 2.227 responden), Filipina (36 persen dari 2.215 responden), China (26 persen dari 1.098 responden), Thailand (26 persen dari 4.158 responden), Hong Kong (26 persen dari 1.037 responden), Taiwan (20 persen dari 1.053 responden), Singapura (15 persen dari 2.171 responden), Amerika Serikat (8 persen dari 1.000 responden), dan Inggris Raya (5 persen dari 1.618 responden).
Padahal, 95 persen responden dari Indonesia mengaku sudah ataupun pernah mendengar tentang virus korona baru sebelum diadakannya survei tersebut. Pengetahuan negara lain pun berada di kisaran 93-97 persen.
Adapun sikap publik menyikapi wabah Covid-19 terekam dalam hasil jajak pendapat Litbang Kompas, 2-3 Maret 2020. Selain aktif mengikuti informasi tentang virus korona baru, publik juga terekam berupaya mencegah penularan, dan mengantisipasi jika muncul kasus orang terpapar virus itu.
Sebanyak 508 responden berusia minimal 17 tahun berbasis rumah tangga dipilih secara acak dalam jajak pendapat ini. Tingkat kepercayaan 95 persen dengan nirpencuplikan 4,3 persen.
Sosialisasi terkait penyakit, penularan, dan pengobatan Covid-19 perlu digiatkan pemerintah hingga tingkat daerah sebab belum semua masyarakat menerima sosialisasi langsung.
Sebanyak 4 dari 10 responden mengaku belum menerima sosialisasi apa pun terkait Covid-19 dalam satu bulan terakhir. Responden yang sama sekali belum menerima sosialisasi ini tersebar di sejumlah wilayah, seperti Medan, Palembang, DKI Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Makassar, dan Jayapura.
Sosialisasi langsung tetap dibutuhkan agar tidak menimbulkan kepanikan. Upaya ini juga perlu agar masyarakat semakin siap mencegah penularan Covid-19 yang disebabkan virus korona baru.
Mengacu pada hasil jajak pendapat, masih terdapat 9,1 persen responden yang tidak melakukan apa pun untuk mencegah penularan Covid-19. Lebih dari separuh responden belum menerima sosialisasi apa pun terkait wabah ini.
Selain itu, juga terdapat 7,4 persen responden yang tidak bersedia memeriksakan kesehatan secara mandiri untuk mendeteksi penularan Covid-19. Meski kecil, ini menjadi catatan untuk meminimalisasi penularan wabah Covid-19 di berbagai daerah.
Menurut Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Syahrizal Syarif, langkah pemerintah menunjuk juru bicara virus korona baru melengkapi informasi di berbagai media massa dan platform sosial media tentang penyakit tersebut
”Setelah pengumuman kasus Covid-19, masyarakat kaget dan belum siap bahwa Indonesia punya kasus. Tetapi, sekarang sudah banyak informasi terkait pemakaian masker, cuci tangan, dan cairan antiseptik,” kata Syarif.
Langkah selanjutnya
Ada dua hal yang harus dilakuan pemerintah. Pertama membentuk tim penanggulangan nasional dan melanjutkan penelusuran kontak kasus 1-4 dengan sekitarnya.
Syarif mengatakan, sampai sekarang belum ada kelanjutan rencana pembentukan tim penanggulangan nasional. ”Bentukannya seperti apa. Katanya menggabungkan potensi sumber daya dari pemerintah, perguruan tinggi dan berbagai pihak. Kita tunggu tim itu seperti apa,” ujarnya.
Selanjutnya, penelusuran kontak kasus 1-4 dengan sekitarnya, apalagi pemerintah baru mengumumkan dua kasus baru.
Menurut dia, harus ada pemeriksaan laboratorium hingga karantina terhadap orang-orang yang berinteraksi dengan warga negara Jepang positif Covid-19 dalam acara dansa di Jakarta Selatan ataupun kasus 1-4. Sebab, tidak semua kasus Covid-19 menujukkan gejala, tetapi hasil pemeriksaan laboratoriumnya positif.
Hal itu berkaca dari kasus di kapal pesiar Diamond Princess. Banyak penumpang dan kru tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil laboratoriumnya positif Covid-19.
”Semakin penting untuk memeriksa orang-orang yang berinteraksi dengan warga negara Jepang itu dan kasus 1-4. Mereka harus dikarantina untuk mencegah penularan agar tidak jadi persoalan yang lebih kompleks,” katanya.