Penanganan yang berlangsung di area tempat tinggal pasien Covid-19 pertama di Tanah Air menunjukkan jati diri sesungguhnya dari status kesiapsiagaan kita. Lokasinya hanya di Depok, tetangga Ibu Kota.
Oleh
J Galuh Bimantara/Pradipta Pandu Mustika/Andy Riza Hidayat
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan bahwa dua warga Indonesia positif terinfeksi virus korona jenis baru (Covid-19) di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Sudah hampir empat jam pasca-Presiden Joko Widodo menyampaikan pengumuman bahwa dua perempuan warga Depok positif tertular virus korona baru. Namun, Senin (2/3/2020) itu di sebuah perumahan di bagian timur Depok, lokasi para pasien tinggal, nyaris tidak ada antisipasi apa pun. Hanya ada mobil dan sepeda motor polisi beserta petugasnya yang bersiaga di sejumlah titik, menandakan terdapat sesuatu yang perlu dikawal.
Presiden Jokowi mengumumkan ada pasien Covid-19 itu di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, sekitar pukul 11.00. Selang satu jam seusai pernyataan presiden, Pemerintah Kota Depok menggelar konferensi pers di Balai Kota Depok. Namun, Wali Kota Depok Mohammad Idris dalam konferensi persnya hanya menyampaikan data pribadi pasien dan kronologi pasien terinfeksi virus korona.
Instruksi dan imbauan yang disampaikan belum meredakan kepanikan di masyarakat. ”Nanti kami lihat indikasi atau gejalanya dulu. Masalahnya ini perumahan. Saya sendiri belum cek ke camat dan lurahnya,” ujarnya saat awak media bertanya apakah Pemkot Depok akan segera mensterilisasi atau mengisolasi rumah pasien.
Pada pukul 15.25, petugas Dinas Kesehatan Depok membawa seseorang dari sebuah rumah masuk ke ambulans. Ia tukang kebun pasien Covid-19. Sejumlah wartawan sejak sebelumnya telah berkerumun dekat ambulans, sambil ada yang mendekat ke depan bangunan rumah untuk membuat dokumentasi.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Seorang laki-laki mengambil foto rumah pasien terinfeksi Covid-19 di Depok, Jawa Barat, Senin (2/3/2020).
Saat Kepala Kepolisian Sektor Sukmajaya Kepolisian Resor Metropolitan Depok Ajun Komisaris Ibrahim Sadjab datang dan memasang garis polisi, wartawan baru sadar mereka baru masuk ke area berisiko.
”Informasi dari dinas kesehatan, kita harus berada (minimal) 20 meter dari posisi ruang terakhir pasien,” kata Ibrahim.
Terbit rasa khawatir di kalangan wartawan. Turut terlihat beberapa petugas berpakaian bebas yang tiba-tiba cemas karena sempat berinteraksi dengan tukang kebun pasien tadi, malah ada yang bersalaman. Mereka beramai-ramai meminta jurnalis yang membawa cairan antiseptik menyemprot tangan mereka.
Hingga Senin sore itu, tidak ada personel kesehatan yang bersiaga di sekitar rumah pasien dan bisa menjadi tempat bertanya. Wartawan dan polisi mengandalkan inisiatif pribadi serta instruksi dari kantor masing-masing untuk melindungi diri. Ibrahim sempat menegur anggotanya yang enggan mengenakan masker.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Kepala Kepolisian Sektor Sukmajaya Ajun Komisaris Ibrahim A Sadjab saat di rumah pasien Covid-19 di Depok, Jawa Barat, Senin (2/3/2020).
Warga setempat tidak tahu harus berbuat apa. Tidak ada petugas berwenang datang berkomunikasi dengan mereka. Ketua rukun tetangga di lingkungan tinggal pasien, Teguh Prawiro, menyebutkan tidak ada sosialisasi tentang Covid-19 serta cara mencegah penularannya yang menyentuh langsung warga perumahan sebelum pengumuman presiden. Padahal, virus korona baru merebut ”panggung” dunia sejak akhir 2019.
Teguh kian bingung, apalagi ada warga perumahan yang membesuk pasien di sebuah rumah sakit di Depok sebelum diketahui terinfeksi Covid-19. Warga diliputi ketidakjelasan setidaknya hingga hari berganti. ”Jangan tempat tinggal kami nanti dikucilkan di Depok,” ujar Teguh.
Kesiapsiagaan yang digembar-gemborkan pemerintah pusat tidak terlihat di lapangan. Padahal, rumah pasien hanya berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat kekuasaan nasional. Tak terbayangkan jika kasus muncul di belahan Nusantara beribu kilometer jauhnya.
Perang baru mulai
Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Syahrizal Syarif menyoroti penanganan wabah berbahaya ini.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Epidemilog sekaligus Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) Syahrizal Syarif.
”Kota Depok saat ini episentrum sebaran virus di Indonesia. Identifikasi wilayah dan orang-orang yang kontak langsung dengan pasien harus segera dilakukan,” katanya.
Langkah-langkah cepat dibutuhkan saat ini. Menurut Syahrizal, kecepatan Covid-19 menular antarmanusia pada angka 2-3. Artinya, seorang yang terinfeksi dan bergejala mampu menularkan penyakitnya pada 2-3 orang lainnya. Karena itu, menjadi sangat penting menemukan semua mereka yang tertular karena mereka sumber penularan.
Syahrizal menegaskan, mereka yang harus ditemukan saat ini adalah mereka semua anggota klub sosial dansa di kegiatan tanggal 14 Februari 2020. Mereka ini dikategorikan sebagai kontak sosial yang harus di ketahui status kesehatannya dalam rentang waktu 14-28 Februari 2020.
Berikutnya adalah kelompok tenaga kesehatan yang merawat kasus nomor 1 dan kasus nomor 2 sebelum kedua pasien dirujuk ke RS Penyakit Infeksi Sulianti Suroso.
”Dunia akan melihat bagaimana Indonesia benar-benar berperang melawan virus ini. Bukan hal yang mustahil kita bisa mengatasinya,” kata Syahrizal sembari mengingatkan kebocoran identitas pasien tidak boleh terulang lagi.
Penanganan yang lebih terarah dan sistemik dari pemerintah ditunggu. Masih ada waktu untuk berbenah.