Kasus Monas, Ombudsman Jakarta Raya dan Dugaan Malaadministrasi
Dugaan malaadministrasi bahwa revitalisasi dilakukan tanpa kajian terlihat dari dugaan pelanggaran penebangan pohon di kawasan tersebut yang belum mendapat rekomendasi teknis Dinas Kehutanan DKI Jakarta.
Kegiatan revitalisasi di Plaza Selatan Monas dan persiapan sirkuit untuk balapan Formula E di kawasan Medan Merdeka terus mendapat sorotan. Ombudsman Jakarta Raya menengarai ada malaadministrasi, baik dari aspek persetujuan yang dikeluarkan Komisi Pengarah maupun kegiatan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Teguh P Nugroho, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Jumat (28/2/2020), dalam keterangan resmi menjelaskan, dalam upaya revitalisasi dan pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Monas, semua pihak harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Monas masuk kategori kawasan cagar budaya sesuai dengan Pasal 1 Ayat 6 UU No 11/2010. Ayat itu menyatakan, kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Sebagai kawasan, maka keseluruhan wilayahnya merupakan cagar budaya yang harus dilindungi.
Adapun Kawasan Cagar Budaya Monas merupakan aset Pemprov DKI Jakarta sebagaimana tercatat dalam Registrasi Nasional Cagar Budaya. Ada dua cagar budaya di satu wilayah yang sama, yaitu tugu Monumen Nasional (Monas) dengan nomor registrasi nasional RNCB.19930329.05.000755 berdasarkan SKS Penetapan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 dan Lapangan Merdeka atau Lapangan Monas dengan nomor registrasi nasional RNCB.20050425.04.000496 dengan SKS Penetapan SK Menteri No.PM.13/PW.007/MKP/05 dan SK Gubernur Nomor 475 Tahun 1993 pada nomor 19.
Meski begitu, lanjut Teguh, ada Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Penataan Kawasan Medan Merdeka. Itu membuat meski Kawasan Cagar Budaya Monas adalah aset DKI, tetapi untuk persetujuan terkait penataan Kawasan Cagar Budaya Monas berada di Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, tidak di tangan Gubernur DKI Jakarta. Sebagai kawasan cagar budaya, seluruh perizinan penataan di kawasan itu harus tunduk pada regulasi itu.
Dugaan malaadministrasi terkait revitalisasi, menurut Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, dilakukan baik oleh Pemprov DKI Jakarta maupun Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka.
Pemprov DKI Jakarta ditengarai melakukan revitalisasi tanpa kajian. Artinya, Pemprov DKI mengabaikan Pasal 80 Ayat 1 UU No 11/2010 yang menyatakan revitalisasi potensi situs cagar budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian.
”Ini belum ada kajian dan belum ada persetujuan Komisi Pengarah, DKI Jakarta langsung melakukan revitalisasi. Tindakan ini merupakan dugaan malaadministrasi dari aspek formil,” ujar Teguh.
Sementara secara substantif, keluarnya persetujuan dari Komisi Pengarah juga harus sesuai dengan kewajiban Pasal 80 Ayat 1 UU No 11/2010.
Artinya, lanjut Teguh, sebelum melakukan revitalisasi, Pemprov DKI harus melakukan berbagai kajian. Kemudian, untuk bisa mengeluarkan persetujuan, Komisi Pengarah harus melakukan kajian dan menguji kajian yang dilakukan DKI.
Dugaan malaadministrasi bahwa revitalisasi dilakukan tanpa kajian terlihat dari dugaan pelanggaran penebangan pohon di kawasan tersebut yang belum mendapat rekomendasi teknis Dinas Kehutanan DKI Jakarta. ”Itu mengakibatkan terjadinya penebangan tanpa alasan yang jelas dan kemudian dikoreksi dengan penanaman kembali,” ujarnya.
Lainnya, betonisasi di kawasan dalam proyek revitalisasi telah merusak bentang darat atau lanskap kawasan. ”Perubahan bentang darat itu dapat dikategorikan sebagai tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan kawasan. Perubahan itu jika tanpa kajian bukan saja melanggar Pasal 80 Ayat 1, tapi juga Pasal 86 UU No 11/2010 yang juga mewajibkan adanya kajian, penelitian, dan atau analisis mengenai dampak lingkungan,” tutur Teguh.
Pasal yang sama, lanjutnya, juga berlaku untuk persetujuan penggunaan kawasan Medan Merdeka sebagai arena balapan Formula E. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menengarai adanya dugaan malaadministrasi yang dilakukan Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta yang telah menyampaikan rekomendasi mereka terkait pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Monas sebagai tempat balapan Formula E selama Pemprov DKI Jakarta mengembalikan kerusakan yang diakibatkan oleh pemanfaatan kawasan sebagai arena balapan kembali seperti semula.
”Kami menduga,TSP DKI tidak merujuk pada Pasal 86 yang mengharuskan adanya kajian, penelitian, dan atau analisis mengenai dampak lingkungan,” ujar Teguh.
Dugaan malaadministrasi menjadi lebih tampak karena rekomendasi yang dikeluarkan TSP pada 27 Januari 2020 dikutip secara mundur waktunya menjadi 20 Januari 2020 oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta saat mengajukan persetujuan kepada Komisi Pengarah. Merunut kembali pada surat persetujuan yang disampaikan Komisi Pengarah kepada Pemprov DKI Jakarta, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menduga telah terjadi malaadministrasi dalam proses penerbitannya. ”Persetujuan didasarkan pada rekomendasi yang secara formil sudah salah,” ujar Teguh.
Namun, yang lebih memperkuat adanya dugaan malaadministrasi dalam keluarnya persetujuan tersebut, Komisi Pengarah memberikan persetujuan selama Pemprov DKI Jakarta mematuhi ketentuan dalam UU No 11/2010.
”Komisi Pengarah seharusnya tidak mensyaratkan itu dalam persetujuan, tapi seharusnya mereka melakukan pengujian terhadap usulan dari Pemprov DKI apakah sudah sesuai atau tidak dengan undang-undang. Minimal ada bukti mereka memiliki kajian terhadap lingkungan dari pemanfaatan cagar budaya itu,” ucapnya.
Yang terjadi justru setelah mengeluarkan persetujuan, lanjut Teguh, Komisi Pengarah baru menurunkan tim asistensi untuk membuat kajian.
Proyek diminta dihentikan
Diberitakan Kompas, Kamis (27/2/2020), anggota tim asistensi Komisi Pengarah Bidang Lingkungan Hidup Bambang Hero turun ke kawasan Monas, Rabu, untuk mengambil sampel dan menganalisis. Kemudian itu akan diserahkan kepada Komisi Pengarah untuk menjadi bahan masukan.
Adanya dugaan-dugaan itu, lanjut Teguh, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta pihak-pihak yang tengah merevitalisasi dan membangun fasilitas Formula E menghentikan dulu seluruh kegiatan sebelum seluruh syarat formil dan materil dalam UU No 11/2010 dipenuhi.
”Persetujuan yang malaadministrasi bisa berdampak pada gugurnya keabsahan persetujuan tersebut. Dan, segala tindakan perubahan terhadap kawasan cagar budaya dengan persetujuan yang cacat dapat menjadi bukti telah terjadi perusakan terhadap kawasan cagar budaya dan itu merupakan tindak pidana,” ujar Teguh.
Selanjutnya, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya akan memanggil seluruh pihak terkait untuk pemeriksaan. Ombudsman akan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait dari pihak Pemprov DKI Jakarta. Ombudsman juga akan meminta keterangan dari Komisi Pengarah.
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya akan memanggil seluruh pihak terkait untuk pemeriksaan. Ombudsman akan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait dari pihak Pemprov DKI. Ombudsman juga akan meminta keterangan dari Komisi Pengarah.
Adapun dari Komisi E DPRD DKI Jakarta, khususnya anggota dari Fraksi PDI-P dan PSI, menolak pemanfaatan kawasan Monas untuk balapan. ”Kami menolak kawasan Monas sebagai arena balapan Formula E,” ucap anggota Komisi E dari Fraksi PDI-P, Merry Hotma.
Baca juga : Komisi Pengarah Periksa Revitalisasi Plaza Selatan Monas dan Formula E