Kebiasaan Aneh Warga dan Kegagapan Pemerintah Menangani Sampah
Di Hari Peduli Sampah Nasional 21 Februari masih banyak pengelola wilayah yang gagap menangani sampah. Sebagian warga kerap saling melempar tanggung jawab mengenai pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga.
Oleh
Aditya Diveranta/Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·3 menit baca
Purwati (30) kerap khawatir setiap ada sepeda motor yang melintas di jalan depan rumahnya. Jumat (21/2/2020) siang itu, dirinya mengawasi apakah pesepeda motor yang lewat turut meletakkan sampah di pekarangannya.
Kegelisahan Purwati muncul lantaran jalan di kawasan RT 008 RW 002 Kelurahan Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, menjadi langganan orang membuang sampah. Ia risih dengan orang yang melempar sampah saat melewati jalan itu. Entah kenapa kebiasaan itu berulang kali dilakukan warga.
”Sering kali ada warga yang entah dari mana, lalu menyelonong buang sampah di sini. Sudah naik motor ngebut, enggak permisi, lalu langsung melempar plastik sampah ke jalanan. Mereka pun enggak ikut iuran kebersihan di sini,” kata Purwati.
Kebiasaan itu seharusnya tidak terjadi di kota besar, tempat banyak warga berpendidikan. Purwati bercerita, masalah sampah beberapa tahun belakangan menjadi hal sensitif di wilayahnya. Ada sebagian warga yang rela merogoh kocek untuk iuran angkut sampah, tetapi banyak pula warga yang tidak bersedia. Padahal, mereka juga terganggu jika sampah banyak berserakan di lingkungannya. Dia belum dapat memahami keganjilan ini.
Di tengah permasalahan itu, ada juga sebagian warga yang sembunyi-sembunyi membuang sampah di sekitar jalur kereta. Hasan Basri (52), warga RT 008 RW 006, Kedoya Utara, berulang kali memergoki warga dari wilayah lain mendekat kawasan rel saat pagi buta untuk buang sampah. Sungguh kebiasaan yang aneh.
Pengalaman yang dialami Hasan dan Purwati mencerminkan sebagian permasalahan sampah di Jakarta dan sekitarnya. Kesadaran di tingkat warga masih jauh dari yang diharapkannya. Tidak hanya itu, sebagian wilayah ternyata masih gagap dalam menangani sampah.
Di Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menekankan seluruh pihak untuk mengurangi, memilah, dan mengolah sampah dari tingkat rumah tangga. Sebab, sampah dari rumah tangga mendominasi hampir seluruh jumlah sampah di Jakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menambahkan, sampah rumah tangga menyumbang sekitar 61 persen dari total sampah harian sebanyak 7.600 ton di Jakarta. Untuk itu, ia menargetkan pengurangan sampah di setiap kelurahan sedikitnya hingga 30 persen.
Meski begitu, harapan Pemerintah Provinsi DKI terasa sulit karena belum ada kebiasaan untuk tertib mengelola sampah rumah tangga. Hal ini terlihat di wilayah Kedoya Utara, yang sebagian besar sampahnya dibiarkan tercampur antara sampah kering dan sampah basah.
Terkait dengan hal tersebut, Presiden Indonesia Solid Waste Association Sri Bebassari menyatakan, warga tidak bisa serta-merta disalahkan karena tidak memilah sampah rumah tangga. Sebab, kebiasaan ini belum tumbuh secara merata di lingkungan mereka.
Warga pun masih menomorduakan berbagai fasilitas untuk pengelolaan sampah. Pada permukiman padat, misalnya, sebagian warga enggan menyediakan tempat sampah di rumah. Mereka lebih memilih menumpuk sampah di pekarangan rumah.
Padahal, tahap awal untuk mulai mengelola sampah adalah dengan menyediakan tempat sampah. Wadah ini pun tidak sekadar ada, tetapi juga memenuhi syarat kesehatan sehingga tidak menjadi sumber penyakit.
Tempat sampah yang memenuhi syarat misalnya kedap air dan dilengkapi penutup. Selain itu, sampah basah dan sampah kering sebaiknya dipisah.
Sri mengingatkan, kebersihan di lingkungan warga juga merupakan sebuah bentuk investasi. Sebab, kesehatan warga berjalan beriringan dengan faktor kebersihan lingkungan. ”Banyak orang yang luput soal kebersihan ini. Kalau warga sakit karena lingkungan yang kurang bersih, kan, memengaruhi produktivitas warga,” katanya.