Olahraga Berlebih Berisiko pada Penyakit Jantung
Tidak hanya menyerang kelompok usia lanjut, penyakit jantung kini juga bisa menyerang anak muda. Latihan fisik yang melebihi batas kemampuan tubuh menjadi salah satu pemicu gangguan jantung.
JAKARTA, KOMPAS — Tidak hanya menyerang kelompok usia lanjut, penyakit jantung kini juga bisa menyerang semua golongan umur, termasuk anak muda. Latihan fisik yang melebihi batas kemampuan tubuh menjadi salah satu pemicu gangguan pada jantung.
Dokter spesialis jantung Rumah Sakit Siloam, Karawaci, Tangerang, Banten, Vito Damay menjelaskan, penyakit jantung koroner paling dikenal publik. Hal ini wajar karena koroner merupakan penyakit yang mendasari serangan jantung.
Penyakit jantung koroner, kata Vito, bisa dialami oleh orang di segala usia, termasuk mereka yang berusia muda. Faktor genetik atau keturunan adalah salah satu alasan yang mempercepat proses penyempitan pembuluh darah hingga berimbas ke jantung. Hal ini dapat diperberat oleh faktor risiko penyakit jantung koroner lain yang muncul prematur dan tidak terkontrol, misalnya penyakit kencing manis (gangguan regulasi gula darah, diabetes melitus), kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan kegemukan. Kebiasaan merokok juga salah satu faktor risiko yang dapat memperberat proses penyakit ini.
Baca juga: Ashraf Sinclair Berbagi Pengalaman Gagal
”Jadi, serangan jantung dapat terjadi pada usia muda, di bawah 45 tahun pada laki-laki, atau di bawah 55 tahun pada perempuan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Dalam kasus tertentu, terdapat jenis gangguan jantung lain yang sering disalahpahami masyarakat sebagai serangan jantung. Hal ini membingungkan masyarakat, terutama bila hal tersebut menimpa seseorang yang terlihat bugar, sehat, dan rajin olahraga.
Menurut dia, ada kemungkinan kematian mendadak ini disebabkan oleh jenis gangguan jantung lain, bukan akibat penyakit jantung koroner. Gangguan irama jantung yang mematikan dapat terjadi karena kelainan genetik atau kelainan struktur jantung bawaan.
”Gangguan irama jantung mematikan pada kardiomiopati hipertrofi, misalnya, menjadi penyebab henti jantung mendadak pada usia muda,” katanya.
Selain itu, dia melanjutkan, terdapat berbagai kelainan irama jantung bawaan yang tergolong penyakit jarang. Namun, hal itu dapat menyebabkan henti jantung mendadak.
Pada kelainan jantung jenis ini, biasanya tidak didapati penyakit yang menjadi faktor risiko seperti pada penyakit jantung koroner. Penderita kelainan jantung ini umumnya dalam kondisi relatif sehat bahkan bisa dialami seorang atlet.
Namun, mereka bisa tiba-tiba mengalami henti jantung dalam waktu yang relatif singkat. Henti jantung terjadi saat aktivitas fisik atau saat sedang tidur tergantung jenis kelainan jantung yang dimiliki. ”Oleh sebab itu, inilah pentingnya melakukan skrining kesehatan jantung sehingga kelainan jantung dapat dideteksi sejak dini,” katanya.
Baca juga: Kacang Kenari Tingkatkan Bakteri Baik di Usus dan Kesehatan Jantung
Pada dasarnya, semua olahraga, jika dilakukan melebihi batas kemampuan, akan dapat berakibat fatal bagi jantung. Olahraga yang berpotensi melampaui batas kemampuan fisik seseorang misalnya crossfit.
Michael Triangto, dokter spesialis olahraga dari Slim + Health Sports Therapy, mengatakan, crossfit adalah salah satu jenis olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik seseorang. Saat ini, crossfit terkesan lebih menarik minat orang untuk berolahraga lantaran gerakan-gerakannya disesuaikan dengan kegiatan sehari-hari.
”Misalnya dengan cara menggulingkan ban kendaraan atau menarik genset menggunakan tali tambang,” katanya.
Olahraga ini dinilai Michael baik asalkan tidak melampaui batas-batas kemampuan tubuh seseorang dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adapun sebelum melakukan crossfit hendaknya masyarakat mengenali kondisi kesehatan masing-masing.
Michael mengatakan, tujuan olahraga dibedakan menjadi tiga, yakni olahraga untuk kesehatan, prestasi, dan rekreasi. Jika seseorang bermaksud melakukan olahraga untuk kesehatan, aktivitas yang dilakukan tidak akan melebihi kemampuannya. Sebaliknya, untuk tujuan prestasi harus melebihi batas kemampuannya.
”Bagi para atlet, mereka memiliki fondasi yang kuat untuk melakukan latihan jenis ini. Bagi orang awam, maka harus menyesuaikan dengan kemampuannya,” katanya.
Baca juga: Olahraga Lari 66 Kilometer di Tengah Wabah Covid-19? Bisa… di Dalam Rumah!
Menurut Michael, jika seseorang melakukan latihan fisik secara berlebihan, jantung akan bekerja lebih ekstra untuk memompa darah ke bagian tubuh yang digerakkan. Sebab, bagian tubuh yang digerakkan amat membutuhkan zat besi yang terkandung di dalam darah.
Dalam hal ini, gerakan pada lengan akan lebih memicu denyut jantung ketimbang gerakan pada tungkai. Sebab, lengan memiliki jumlah otot yang lebih sedikit sehingga cenderung lebih cepat lelah. Dengan begitu, aliran darah menuju lengan juga akan semakin banyak.
”Kalau kita melakukan crossfit dengan menggerakkan ban kendaraan, lengan kita akan lebih banyak digunakan. Bagi orang dengan riwayat penyakit jantung, hal ini lebih berisiko,” katanya.
Michael menambahkan, batas kemampuan diri seseorang bisa dikenali secara mandiri dengan berbagai cara. Misalnya, jika setelah melakukan latihan fisik tubuh terasa sakit, maka tidak boleh dipaksakan. Tubuh harus membutuhkan istirahat.
Tanda lain juga bisa dikenali melalui jam tidur. Misalnya, apabila seseorang yang biasanya tidur selama enam jam kemudian berubah menjadi tujuh jam setelah berolahraga, artinya ia kelelahan.
Selain itu, denyut nadi juga bisa dijadikan tolok ukur. Titik-titik denyut nadi tersebut misalnya di pergelangan tangan dan bawah dagu. Seseorang dapat mengecek denyut nadi rata-rata per menit setiap bangun tidur. Jika rata-rata denyut nadi seseorang sebanyak 60 per menit, tetapi suatu waktu berubah menjadi 80 permenit, bisa jadi ia melakukan aktivitas yang berlebihan.
”Hal ini bisa terjadi karena kecapekan atau keluar keringat lebih banyak ketimbang asupan cairan. Akibatnya terjadi dehidrasi. Denyut nadi lebih cepat,” katanya.
Untuk itu, pengecekan berat badan usai berolahraga penting dilakukan. Turunnya berat badan secara signifikan dapat mengindikasikan bahwa tubuh kekurangan cairan. ”Kalau berat badan kita turun setelah olahraga jangan senang dulu, bisa jadi itu karena dehidrasi,” ujar Michael.