Selain menyediakan rumah hunian DP 0 persen, Perumda Pembangunan Sarana Jaya juga berencana mengembangkan sentra bisnis di Tanah Abang.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya memiliki tantangan untuk mengembangkan kawasan dan memenuhi kebutuhan hunian warga Jakarta. Dalam pengembangan hunian yang layak, pemerintah diminta memperhatikan sosial budaya dan melibatkan warga.
Direktur Pengembangan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Indra S Arharrys mengatakan, DKI Jakarta memiliki backlog kepemilikan rumah pada 2015 hingga 2018 yang meningkat mencapai 10 persen.
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, backlog kepemilikan rumah di DKI Jakarta pada 2015 mencapai 1.276.424 rumah tangga. Sementara dari data Badan Pusat Statistik pada 2018, sebanyak 52,16 persen rumah tangga di Jakarta belum memiliki rumah atau mencapai 1.426.576 rumah tangga belum memiliki rumah tinggal sendiri.
”Terjadi peningkatan backlog kepemilikan rumah di DKI Jakarta sebesar 10 persen tahun 2015-2018. Angka ini akan bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk,” kata Indra, Kamis (13/2/2020), dalam diskusi Perumda Pembangunan Sarana Jaya: Pengembangan Kawasan Jakarta 2020.
Backlog adalah salah satu indikator yang digunakan oleh pemerintah seperti tertuang dalam rencana strategis ataupun rencana pembangunan jangka menengah yang terkait bidang perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia.
Indra mengatakan, dengan tingginya harga tanah di Jakarta, kebutuhan hunian, dan keterbatasan lahan, pembangunan hunian vertikal DP 0 rupiah menjadi solusi untuk warga berpenghasilan rendah. Untuk memenuhi target penyediaan hunian yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta 2017-2022, akan dibangun 13.830 unit.
Salah satu hunian vertikal yang sudah dibangun adalah Rusunami Pondok Kelapa di Duren Sawit, Jakarta Timur. Hunian ini berjumlah 21 lantai dengan jumlah 780 unit. Selanjutnya akan dibangun Rusunami Cilangkap, Jakarta Timur, dengan 29 lantai.
Indra menambahkan, selain menyediakan rumah hunian DP 0 rupiah, Perumda Pembangunan Sarana Jaya juga berencana mengembangkan sentra bisnis di Tanah Abang. Nantinya kawasan ini, bernama Kawasan Sentra Primer Tanah Abang, akan menyerupai Sudirman Central Business District (SCBD).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta Nasrudin Djoko Surjono mengatakan, Pemprov DKI berupaya berkolaborasi dengan sektor swasta dalam mengimplementasikan rancangan pengembangan kawasan.
”Saat ini Pemprov DKI Jakarta memiliki 73 kegiatan strategis daerah, di antaranya penyediaan rumah DP 0 persen, penataan kawasan permukiman, hingga perbaikan tata kelola rumah susun,” ujar Nasrudin.
Keberadaan BUMD seperti Perumda Sarana Jaya, menurut Nasrudin, membawa misi spesial atau penggerakuntuk bersinergi bersama Pemprov DKI membangun Jakarta. Tujuan pembangunan ini untuk memfasilitasi warga Jakarta berpenghasilan rendah dan menata permukiman kumuh secara kolaboratif.
”Jadi, kalau dulu warga dipandang sebagai obyek, kini mereka dilibatkan dalam pembangunan melalui pendekatan yang partisipatif dan kolaboratif,” ujar Nasrudin.
Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, tidak mudah membangun kawasan hunian layak huni. Banyak tantangan yang harus dihadapi pemerintah untuk mengembangkan kota dan kampung di Jakarta. Permasalahan sosial budaya tidak boleh diabaikan.
”Kota dan kampung merupakan identitas Jakarta. Permasalahannya, warga Jakarta belum selesai dengan masa transisi dari negara agraris ke urban atau melalui proses industrialisasi yang utuh. Pengembangan hunian perlu transformasi yang adaptif, adil, dan lestari. Perlu juga dikaji apakah bangunan vertikal cocok dengan masyarakat sekarang. Jangan sampai sudah dibangun tidak dihuni,” kata Elisa.
Kampung kota Jakarta padat secara jumlah penduduk, tetapi juga padat secara ekonomi. Oleh karena itu, konsep kampung perlu dipertahankan. Mereka menggerakkan sektor-sektor informal dan ruang interaksi. Adanya sektor informal tidak hanya menciptakan kekuatan ekonomi rakyat, tetapi juga membantu ekonomi negara.
Namun, menurut Elisa, bukan berarti perkampungan kumuh dibiarkan begitu saja tanpa ada solusi. Tantangan pembangunan hunian yang layak adalah mengubah perkampungan kumuh menjadi bersih dan asri tanpa menghilangkan identitas sosial budaya, ruang interaksi, dan kekuatan perputaran ekonomi.