Antisipasi Penyalahgunaan Data dalam Digitalisasi Pertanahan
Wahyudi mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk segera membuat prosedur operasional standar guna menjamin keamanan data pribadi para pemilik tanah.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menargetkan seluruh layanan pertanahan di Indonesia sudah didigitalisasi pada 2024. Salah satu tujuannya, tindak pidana mafia tanah tidak berulang. Namun, berkaca dari masih adanya penyalahgunaan kartu tanda penduduk elektronik, risiko kejahatan masih mengintai dalam digitalisasi layanan pertanahan.
Kepolisian Daerah Metro Jaya menangani sejumlah laporan penipuan oleh mafia tanah, salah satunya yang dilakukan oleh sindikat Arnold dan kawan-kawan terhadap pemilik rumah mewah Indra Hoesein. Salah satu kunci kemulusan aksi sindikat ini yaitu pembuatan KTP-el palsu oleh oknum staf honorer kantor Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, bernama Dimas Okgi Saputra.
Karena itu, pemerhati keamanan data pribadi yang juga Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, menyoroti pengawasan internal terhadap anggota staf Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta pihak-pihak yang berwenang mengakses dan mengelola data pertanahan dalam program kebijakan digitalisasi layanan pertanahan.
”Pertama, siapa yang memastikan bahwa dalam proses digitalisasi, lokasi lahan, luasannya, pemiliknya, dan sebagainya tidak berubah,” ucap Wahyudi, Kamis (13/2/2020). Sorotan kedua yakni tentang siapa pihak yang bisa mengakses, apakah hanya petugas pertanahan dari unit tertentu bersama pemilik tanah, atau ada pihak lain juga boleh. Ketiga, data apa saja yang bisa diakses.
Semuanya itu berpedoman pada tiga prinsip dasar keamanan informasi, yaitu perlindungan kerahasiaan, integritas, serta perlindungan ketersediaan data. Wahyudi mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera membuat prosedur operasional standar guna menjamin keamanan data pribadi para pemilik tanah sejak sekarang agar tidak mengulang kelemahan perlindungan data pribadi dalam sistem KTP-el.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil mengatakan, pihaknya menargetkan seluruh dokumen pertanahan selesai didigitalisasi pada 2024. Saat ini, pelayanan digital sudah dimulai pada empat dari 57 pelayanan pertanahan, yaitu pada pendaftaran hak tanggungan, peralihan hak tanggungan, perubahan nama kreditor, dan penghapusan hak tanggungan.
Soal potensi penyalahgunaan data digital pertanahan, Sofyan mengatakan, kementerian akan terus mengevaluasi dan memperbaiki jika ada kelemahan.
Mempersempit ruang
Cara lain untuk melawan mafia tanah yaitu dengan menyelesaikan sertifikasi seluruh bidang tanah agar mempersempit ruang para pelaku yang antara lain menggunakan modus pemalsuan sertifkat sehingga menimbulkan sengketa hak. ”Kami coba selesaikan secara sistematis. Semua tanah yang belum bersertifikat kami sertifikatkan. Semua tanah yang belum jelas posisinya, kami bereskan,” tutur Sofyan.
Untuk Jakarta, Sofyan meyakini seluruh bidang tanah selesai disertifikasi pada tahun ini. Terdapat 1,6 juta bidang tanah di Ibu Kota. Adapun jumlah secara nasional yakni 126 juta bidang tanah.
Seperti diberitakan, sindikat mafia tanah Arnold dan kawan-kawan mengumpulkan uang haram dengan cara menipu pemilik rumah mewah yang ingin menjual rumahnya, kemudian mereka mengelabui pemberi pinjaman. Modusnya, menukar sertifikat hak milik (SHM) lahan asli dengan SHM palsu, memalsukan KTP-el, dan mengagunkan SHM asli untuk meminjam uang. Mereka salah satunya menipu Indra Hoesein, pemilik rumah yang ditawarkan dengan harga Rp 75 miliar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ada sepuluh tersangka termasuk Arnold (dua buron) yang terlibat menipu Indra. Dengan segala siasat, mereka membuat SHM palsu berbekal data dalam salinan SHM Indra, meminjam SHM asli, kemudian menukarnya dengan sertifikat asli. Indra menerima SHM palsu tanpa curiga. Para pelaku lantas membuat KTP-el palsu dengan nama Indra Hoesein untuk mendapat pinjaman Rp 11,17 miliar dari Fendi dengan SHM asli Indra sebagai jaminan.
Laporan dari Indra ditangani Unit 1 Subdirektorat 2/Harta Benda dan Bangunan Tanah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Kepala Unit 1 Subdit 2 Komisaris Alrasyidin Fajri mengatakan, secara total ada tiga laporan yang semuanya terkait aksi Arnold dan kawan-kawan. Dengan menguasai SHM para korban, mereka bisa mencairkan pinjaman hingga berjumlah puluhan miliar rupiah.
Lewat penangkapan anggota sindikat yang bernama Dimas, proses pembuatan KTP-el terkuak. Namun, Fajri belum bisa menjelaskan terkait proses pembuatan SHM palsu. ”Itu masih didalami mengingat ada yang masih DPO (buron),” ujarnya.
Meski demikian, SHM palsu sebenarnya bisa dibedakan mengingat pelaku tidak menggunakan kertas yang sama dengan SHM asli. Masalahnya, Indra percaya saja karena belum pernah tahu ada modus penipuan semacam tadi.
Arnold dan satu tersangka lainnya, Raden Handi, bahkan terlibat juga dalam kasus mafia tanah yang ditangani unit lain pada Subdit 2/Harda. Perkara sudah melampaui tahap vonis oleh hakim. Keduanya dihukum tujuh bulan penjara dan sejak 28 Januari 2020 mereka bebas bersyarat. Namun, Arnold dan Raden ditangkap polisi lagi karena berdasarkan pengembangan, mereka diketahui juga terlibat dalam kasus yang ditangani unit 1.