Kemenhub Minta DKI Menyesuaikan Trase LRT dengan MRT
Kementerian Perhubungan meminta Pemprov DKI Jakarta menyesuaikan trase LRT rute Pulogadung-Kebayoran Lama dengan trase MRT koridor timur-barat karena rute kedua moda ini berimpitan.
Oleh
Helena F Nababan/Ayu Pratiwi/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyesuaikan trase LRT rute Pulogadung-Kebayoran Lama dengan trase MRT koridor timur-barat karena rute kedua moda ini berimpitan. Pemprov DKI juga diminta untuk mengajukan usulan trase LRT ke Menteri Perhubungan.
Heru Wisnu Wibowo, Direktur Prasarana Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Selasa (4/2/2020), membenarkan adanya permintaan agar DKI menyesuaikan rencana trase LRT Jakarta rute Pulogadung-Kebayoran Lama dengan trase MRT rute Cikarang-Balaraja serta trase MRT selatan-utara. Penyesuaian ini juga bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh moda.
Rute MRT koridor timur-barat sepanjang 89,9 kilometer itu merupakan hasil studi JUTPI tahun 2013. Koridor ini melewati tiga provinsi, yakni Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, serta termuat dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.
Dari studi JUTPI 2 tahun 2019, MRT koridor timur-barat diprediksi melayani 800.000 penumpang per hari. Adapun LRT Jakarta belum ada kajian jumlah penumpang.
Untuk koridor MRT timur-barat di DKI Jakarta, trase direncanakan terbentang dari Kalideres menuju Ujung Menteng sejauh 31,7 kilometer. Di dalam kota Jakarta, trase dari Kalideres melintas Sarinah (Kebon Sirih) menuju timur, melewati Kebon Sirih, Tugu Tani, Senen, Jalan Letjen Suprapto, dan Perintis Kemerdekaan. Mulai dari Senen ke Perintis Kemerdekaan, jalur akan berada di bawah tanah.
Selain studi kelayakan (FS) MRT koridor timur-barat sudah selesai, lanjut Heru, saat ini Ditjen Perkeretaapian tengah melelang konsultan untuk menyusun detail trase MRT ini serta menyusun rancangan teknis dasar (BED) MRT di wilayah DKI Jakarta, yakni dari Kalideres ke Cempaka Baru. Nama konsultan ditargetkan bisa diperoleh pertengahan tahun ini.
Heru menyebutkan, melihat kajian dan trase MRT koridor timur-barat yang sudah matang itulah, Ditjen Perkeretaapian meminta DKI menyesuaikan rute LRT Pulogadung-Kebayoran Lama, misalnya akan bergeser ke utara atau ke selatan dari trase MRT.
Apalagi, sampai saat ini, LRT Pulogadung-Kebayoran Lama belum memiliki FS. ”Jadi, kami meminta supaya LRT Jakarta yang menyesuaikan dengan trase MRT. (Kami) bukan menyetop, ya,” ucap Heru.
Terkait adanya permintaan dari Kementerian Perhubungan itu, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, DKI akan menyesuaikan. Sementara pendanaan pembangunan masih akan dikaji.
Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo yang ditemui di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menjelaskan, DKI akan tetap melanjutkan proyek pembangunan LRT dengan rute Pulogadung-Kebayoran Lama, dengan tetap mengikuti arahan evaluasi trase dari Kemenhub.
Dalam diskusi di Dewan Transportasi Kota Jakarta pada 9 Desember 2019, Heru juga menjelaskan, apabila ada dua moda sejenis (berbasis rel) saling berimpitan, hal itu tidak akan menguntungkan karena akan berebut penumpang.
Melihat potensi penumpang yang tinggi untuk MRT, ujar Heru, sebaiknya MRT yang menjadi tulang punggung angkutan umum berbasis rel, sedangkan LRT menjadi pengumpan.
Direktur Lalu lintas dan Angkutan Kereta Api Ditjen Perkeretaapian Danto Restyawan, dalam keterangan tertulis kepada media, menjelaskan, setiap proses pembangunan dan pengembangan transportasi Jabodetabek berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Ini merupakan salah satu upaya menata sistem transportasi yang terpadu di wilayah Jabodetabek.
RITJ mengakomodasi sejumlah program dan strategi pembangunan transportasi secara terpadu. Di antaranya integrasi perencanaan jaringan, integrasi prasarana dan pelayanan, baik intramoda maupun antarmoda, serta integrasi antarmoda transportasinya.
Salah satu tahapan yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam proses pembangunan perkeretaapian adalah pengajuan trase. Pengajuan ini diusulkan pemerintah daerah untuk mendapatkan persetujuan Menteri Perhubungan.
Dengan RITJ, akan ada sinkronisasi dan harmonisasi sehingga trase dapat tertata baik serta mengakomodasi integrasi antarmoda. ”Silakan pemda mengajukan trase untuk pembangunan LRT koridor timur-barat, tetapi tetap mengacu pada RITJ yang telah ada,” kata Danto.
Penganggaran
Dalam berita sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menganggarkan Rp 154,3 miliar pada pembahasan APBD 2020 untuk pembangunan LRT Jakarta Pulogadung-Kebayoran Lama. Dari jumlah itu, Rp 85,6 miliar dialokasikan untuk pengadaan atau pembebasan lahan dan Rp 68,7 miliar untuk konsultan manajemen konstruksi dan konsultan integrator MRT.
Pada saat Rapat Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (29/10/2019), Syafrin Liputo menyampaikan, proyek jangka pendek itu diharapkan dapat menampung peningkatan kapasitas pengguna angkutan umum sembari menunggu pembangunan MRT fase III rute Kalideres-Ujung Menteng yang baru terlaksana pada 2025.
MRT fase III dari wilayah timur ke barat Jakarta, dengan rute Kalideres-Ujung Menteng, baru akan dilakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pada tahun 2025.
”Kami perlu penguatan dari timur ke barat dalam jangka pendek. Kalau kami menunggu MRT, agak jangka panjang. Nah, kami mendorong (pembangunan) yang cepat, ya, LRT (Pulogadung-Kebayoran Lama). Tiga tahun diharapkan selesai,” tuturnya.
Syafrin, dalam wawancara 10 Desember 2019, mengatakan, sebagian rencana trase LRT Jakarta Pulogadung-Kebayoran Lama sepanjang 19,7 kilometer ini akan berada pada jalan layang (elevated) dengan rencana trase melewati kawasan Pulomas, Boulevard Kelapa Gading, Jalan Perintis Kemerdekaan, Mal Terra Bella, Jalan Letjen Suprapto, Pasar Senen, Tanah Abang, dan Kebayoran Lama.
Dalam wawancara itu, Syafrin berpendapat, yang harus menyesuaikan rute adalah MRT koridor timur-barat, bukan LRT Jakarta.