Warga Dukung Penutupan Tambang Ilegal di Kabupaten Bogor
Warga mendukung penutupan lokasi tambang ilegal di kawasan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Namun, mereka menolak tudingan bahwa pemicu bencana longsor di kawasan itu awal Januari 2020 akibat aktivitas pertambangan itu.
Oleh
STEFANUS ATO/AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Sebagian warga Kecamatan Sukajaya dan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menolak tudingan bahwa pemicu bencana di Bogor dan Lebak, Banten, awal Januari 2020 adalah aktivitas pertambangan emas ilegal. Meski demikian, warga tetap mendukung langkah pemerintah untuk menutup aktivitas tambang itu dengan catatan ada penyediaan mata pencarian alternatif.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, Selasa (28/1/2020), sejumlah warga di Kecamatan Sukajaya bekerja sebagai petambang emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pekerjaan itu sudah mereka geluti puluhan tahun.
Sebagian warga yang bekerja sebagai petambang emas itu tinggal di Kampung Babakan Ciberani, Desa Pasir Madang, Sukajaya. Namun, warga yang ditemui rata-rata tidak mengaku sebagai pekerja tambang.
Salah satunya Nira (40), warga Kampung Babakan Ciberani, yang ditemui di Kampung Pasir Walang. Ia awalnya mengaku sebagai pekerja serabutan. Namun, lama-kelamaan perempuan dua anak itu bercerita bahwa selama ini dia bekerja membantu suaminya sebagai petambang emas tanpa izin di Tanaman Nasional Gunung Halimun Salak sejak tahun 2000.
”Tetapi, sejak bencana kemarin, kami semua berhenti. Polisi juga akhir-akhir ini rutin patroli, jadi belum berani ke sana,” katanya.
Bekerja sebagai pekerja tambang jadi pilihan lantaran warga sudah tidak memiliki lahan pertanian. Lahan hak guna usaha (HGU) yang ada di kampung itu juga tidak bisa dimanfaatkan untuk bertani karena dilarang perusahaan yang menguasai lahan tersebut.
Nira menambahkan, mereka yang bekerja sebagai petambang emas menolak dituding sebagai penyebab terjadinya longsor dan banjir di Kabupaten Bogor dan Lebak. Sebab tempat penambangan emas tanpa izin itu letaknya jauh dari lokasi longsor.
”Lokasi yang kami gali juga itu lubangnya kecil-kecil, ukurannya hanya bisa untuk dilalui satu orang. Jadi, tidak mungkin jadi penyebab bencana sebesar ini,” ucapnya.
Sarti (38), warga Kampung Ciberani lain, mengatakan, mereka mendukung langkah pemerintah jika tambang emas tanpa izin itu ditutup. Namun, sebelum ditutup, pemerintah diminta menyediakan mata pencarian pengganti.
”Mau bertani juga kami tidak punya lahan lagi. Kami hidup dari mana kalau sumber kehidupan kami ditutup,” ucapnya.
Ditertibkan pada 2016
Penolakan serupa juga disampaikan warga Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Sebab, sebagian besar warga di kecamatan itu sudah beralih pekerjaan dari petambang emas sejak penertiban besar-besaran oleh Kepolisian Resor Bogor pada 2016.
”Dari hasil evaluasi kami bersama semua kepala desa di Kecamatan Nanggung pascabencana, itu dampaknya bukan karena aktivitas tambang ilegal. Sebab, wilayah yang terkena longsor jaraknya jauh dari lokasi aktivitas tambang,” kata Jani Nurjaman, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia, Kecamatan Nanggung, Jumat (31/1/2020).
Di Kecamatan Nanggung, dari 11 desa, pada 1 Januari 2020 ada 10 desa yang terdampak musibah longsor dan banjir. Dari jumlah itu, desa dengan tingkat kerusakan terparah adalah Desa Nanggung, Curug Bitung, Desa Kumalasari, dan Desa Cisarua.
Jani mengatakan, kini aktivitas tambang tanpa izin yang dilakukan warga Kecamatan Nanggung sangat sedikit sehingga bencana yang terjadi disebut karena tambang ilegal meresahkan warga setempat. Warga mendukung langkah pemerintah menutup total tambang ilegal itu jika dinilai sebagai pemicu bencana.
”Kami tidak mau mencari kesalahan terkait bencana ini. Misi kami, memperbaiki semua yang berpotensi bencana, mulai dari hutan-hutan sebagai resapan air, lereng-lereng gunung di sekitar permukiman, untuk direncanakan program penghijauan bersama Pemerintah Kabupaten Bogor,” ujarnya.
Bupati Bogor Ade Yasin saat ditemui di Pasir Madang, Sukajaya, Selasa (28/1/2020), mengatakan, tambang emas ilegal yang disebut sebagai penyebab bencana di Kabupaten Bogor dan Lebak merupakan hasil kajian ahli. ”Jadi, saya tidak berwenang mengatakan itu. Tetapi, ketika saya mendengar bahwa dinyatakan oleh pemerintah pusat, penyebabnya ini (tambang ilegal), saya harus paham dulu,” kata Ade.
Ade mengatakan, karena sudah ada kajian dari pemerintah pusat, penanganan untuk memperbaiki kembali lingkungan yang rusak itu perlu dilakukan secara bersama. Hal yang penting untuk dilakukan adalah penghijauan kembali. ”Kalau soal penegakan hukum, itu kewenangan kepolisian,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat penanaman pohon di halaman Gedung Negara Rangkasbitung, Lebak, Kamis (30/1/2020), mengatakan, pemerintah akan menutup tambang ilegal itu. Saat ini sedang disusun langkah-langkah yang perlu dilakukan pascapenutupan. ”Sudah ada rencana mengeluarkan perpres penanganan pascapenambangan,” kata Ma’ruf.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memaparkan, berdasarkan penelitian Kementerian LHK, terdapat 50 titik longsor di Lebak dan 65 titik longsor di Bogor. Longsor terjadi karena ada banyak aktivitas penambangan emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang berada di sebagian Lebak dan Bogor.