Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Aturan di Apartemen
Lemahnya pengawasan dan penegakan aturan di hunian vertikal menjadi salah satu faktor mudahnya kejahatan dilakukan di pemukiman itu. Padahal, aturan untuk mencegah kejahatan terjadi, sudah ada.
Kasus kejahatan terus berulang di apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Lemahnya pengawasan dan penegakan aturan di hunian vertikal menjadi salah satu faktor mudahnya aksi kejahatan dilakukan di tempat tersebut.
Baru-baru ini, Polres Metro Jakarta Selatan membongkar kasus penganiayaan dan eksploitasi seksual pada anak di lantai 10, tower Jasmine, apartemen Kalibata City. Kasus yang diduga dilakukan sejak September 2019 itu baru terendus setelah ada laporan anak hilang yang masuk ke Polres Depok. Anak yang hilang tersebut ditemukan bersama tujuh orang lainnya berada di unit tersebut.
Polisi kemudian menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini. Tiga orang anak yang masih di bawah umur menjadi korban eksploitasi anak. Salah satunya adalah JO (15) yang dianiaya dan dieksploitasi secara seksual oleh kawan-kawannya sendiri.
Pengawasan lemah
Dalam video yang beredar di kalangan wartawan, unit yang digunakan untuk eksploitasi seksual anak dihiasi dengan lampu-lampu selayaknya kafe remang-remang. Pemilik unit atau broker, yang menyewakan unit dengan sistem harian, tidak mengetahui aktivitas mencurigakan di unit tersebut.
Baca juga : Polres Jaksel Bongkar Kasus Prostitusi Anak di Kalibata City
Pertanyaannya, apakah unit tidak pernah dicek berkala karena disewakan secara harian?
Jika sistem pengawasan dan pemantauan dilakukan secara rutin, seharusnya kejahatan ini dapat dicegah. Sehingga tidak perlu menunggu hingga berbulan-bulan kasus bisa terungkap.
Menurut pengakuan para pelaku yang terlibat kasus eksploitasi seksual pada anak ini, mereka menyewa unit secara harian dengan tarif Rp 350.000 per hari. Uang sewa unit apartemen dibayar dari tarif prostitusi anak yang berkisar antara Rp 350.000 sampai Rp 900.000 per transaksi. Uang hasil itu kemudian dibagi-bagi ke beberapa orang yang berperan sebagai joki, maupun ke penyedia tempat. Uang juga dikumpulkan untuk membayar sewa unit dan kebutuhan sehari-hari seperti makan.
Baca juga : KPAI: Sewa Harian Apartemen Menjadi Celah Prostitusi Anak
Baca juga : Berawal dari Laporan Hilang, Polisi Bongkar Prostitusi Anak
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto mengatakan, kasus eksploitasi seksual baik kepada anak maupun orang dewasa di apartemen Kalibata City sudah terdeteksi sejak tahun 2015-2020.
Dalam catatan KPAI, ada setidaknya lima kasus yang ditemukan di apartemen tersebut. KPAI sudah melakukan berbagai upaya baik memanggil manajemen, serta berdiskusi mengenai mekanisme kontrol yang baik di wilayah tersebut. Namun, upaya tersebut belum efektif dan justru kasus berulang dari tahun ke tahun.
"Kami mendorong pemprov DKI agar mengembangkan apartemen ramah anak. Salah satu indikatornya adalah memastikan anak-anak kita tidak tereksploitasi di apartemen dan tempat-tempat lain. Ini adalah upaya agar apartemen kita benar-benar aman untuk anak-anak," kata Susanto.
General Manager Kalibata City Ishak Lopung berpendapat, kasus ini merupakan dampak dari oknum broker nakal yang nekat melanggar larangan sewa harian unit apartemen. Pihak manajemen melarang sewa harian untuk menghindari kasus kejahatan seperti prostitusi online maupun peredaran narkoba. Akan tetapi, karena dalam sistem sewa harian ini kartu akses langsung diberikan kepada penyewa, manajemen tak bisa berbuat banyak. Ketika kartu akses dipegang penyewa, mereka bebas keluar-masuk apartemen. Mereka juga tidak perlu melaporkan keperluan dan identitas karena dianggap sudah memegang kartu akses.
"Banyak pemilik maupun penyewa unit komplain kepada kami kenapa muncul masalah seperti ini lagi? Ini karena kelakuan oknum broker nakal yang mencari keperluan sesaat. Padahal sudah tiap hari kami melakukan operasi tertib hunian," kata Ishak.
Lemahnya pengawasan di apartemen ini sekaligus menunjukkan bahwa Pergub DKI Nomor 133 Tahun 2019 tentang Pembinaan dan Pengelolaan Rumah Susun Milik belum efektif. Berbagai permasalahan masih membelit hunian vertikal baik rusun maupun apartemen. Mulai dari susunan Perhimpuan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang didominasi oleh pengembang, tarif pengelolaan seperti listrik-air yang tidak transparan, sistem parkir, hingga isu sosial, dan keamanan masih membelenggu. Posko bersama yang dibentuk dan beranggotakan Pemerintah Kota Jaksel, Kepolisian, TNI serta tokoh masyarakat pun tidak aktif. Ruangan kantor posko ini lebih sering terlihat kosong tanpa aktivitas.
Individualistis
Padahal, sejak dihuni pada sekitar tahun 2014-2015, apartemen Kalibata City juga sudah memiliki susunan kepengurusan RT dan RW seperti di permukiman yang ada di perkampungan atau rumah tapak. Namun, keberadaan pengurus RT dan RW ini juga tidak dirasakan kehadirannya oleh para penghuni apartemen.
Penghuni apartemen merasa kehidupan di dalam apartemen lebih individualistis karena minimnya ruang perjumpaan (public space) di apartemen.
"Saya enggak pernah keluar-keluar sih kalau sudah masuk apartemen. Paling cuma kuliah, pulang, bantuin orang tua jualan. Interaksi dengan RT/RW juga jarang," kata Desi (19), penghuni tower Jasmine.
Anita (57), penghuni apartemen yang sudah tinggal sejak tahun 2015, menuturkan, kasus prostitusi dan narkoba sebenarnya sudah menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dahulu, dia bisa dengan mudahnya menemukan orang terkapar di warung-warung di lantai bawah apartemen dalam kondisi mabuk di pagi hari. Kini, pemandangan seperti itu sudah tidak ada. Meskipun begitu, dia juga kaget bahwa ada temuan lagi kasus prostitusi daring anak di tower yang dia tempati.
"Kalau di sini urusan masing-masing saja ya. Kalau ada apa-apa pun kita juga tidak dengar, tidak tahu dan tidak mau mencampuri urusan masing-masing," kata Anita.
Minimnya sanksi terhadap praktik sewa harian ini juga membuat sistem sewa harian selayaknya hotel mudah ditemukan di Kalibata City. Di aplikasi penyedia sewa unit maupun di akun sosial media seperti Instagram misalnya sewa harian di Apartemen Kalibata City relatif mudah ditemukan.
Kalau di sini urusan masing-masing saja ya. Kalau ada apa-apa pun kita juga tidak dengar, tidak tahu dan tidak mau mencampuri urusan masing-masing.Anita, penghuni Apartemen Kalibata City
Menurut Ishak, saat ini pengelola sudah memblokir akses masuk unit yang digunakan untuk kegiatan prostitusi online. Jika pemilik unit ingin membuka akses tersebut, mereka harus melapor kepada pengelola terlebih dahulu. Mereka juga akan diminta membuat surat pernyataan di atas materai yang menyatakan bahwa mereka tidak akan menyewakan lagi unit dengan sistem harian.
Berbeda dengan di Kalibata City, di apartemen Taman Rasuna Kuningan, pemilik unit yang ketahuan menyewakan unit dengan sistem harian akan didenda Rp 5 juta oleh Perhimpuan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Aturan tersebut salah satunya dibuat untuk mencegah praktik prostitusi dan peredaran narkoba.
Jika dilihat, sebenarnya aturan dalam Pergub Nomor 133 Tahun 2019 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik sudah mengatur tentang masalah-masalah yang selama ini muncul di hunian vertikal. Namun, pada praktiknya aturan ini masih sangat lemah pelaksanaannya sehingga berbagai permasalahan termasuk kejahatan masih ditemukan karena celah aturan yang bolong di sana-sini.