Kasus prostitusi anak yang terungkap di Jakarta Selatan menunjukkan anak tidak hanya menjadi korban. Anak diduga juga dimanfaatkan sebagai pelaku kejahatan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari/Ayu Pratiwi /Aditya Diveranta/Helena F. Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Polres Metro Jakarta Selatan menggerebek sebuah unit di Menara Jasmine, Kalibata City, Jakarta Selatan, yang dijadikan tempat prostitusi daring yang mengeksploitasi anak di bawah umur. Dalam kasus yang terungkap pekan lalu itu antara lain ada anak seperti JO (15) yang menjadi korban dan NA (15) yang jadi korban sekaligus pelaku.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Bastoni Purnama, Rabu (29/1/2020) di Jakarta mencontohkan, tersangka NA melakukan kekerasan fisik terhadap JO lantaran menolak minum saat melayani pelanggan. Namun, NA juga dieksploitasi secara seksual. Oleh pelaku MTG (16), JO dan NA mendapatkan kekerasan seksual.
NA dan AS (17) dijual ke tamu oleh ZMR (16), sejak November 2019 sampai Januari 2020. Selain oleh ZMR, AS dijual oleh NF (19). Adapun JF (29) mengiklankan korban anak ke aplikasi Michat. Uang pembayaran yang diterima JF dipakai untuk melunasi sewa unit apartemen bertarif Rp 350.000 sehari. ”JF berpacaran dengan korban AS. Namun, AS ditawarkan ke tamu dengan tarif tertentu,” kata Bastoni.
Ini adalah fenomena yang sangat menakutkan.
JF dan AS mencari korban-korban lain dengan cara diiming-imingi pekerjaan dengan bayaran menggiurkan. Mereka menyasar anak putus sekolah atau yang kabur dari orangtua. Setiap korban dijajakan dengan tarif Rp 350.000-Rp 900.000 per tamu. Dari jumlah tersebut, pelaku mendapatkan Rp 50.000-Rp 100.000. Rata-rata korban melayani empat orang setiap hari.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kasus ini harus dijadikan bekal polisi membongkar jaringan prostitusi daring di Jakarta dan sekitarnya. ”Ini adalah fenomena yang sangat menakutkan karena berarti ada jaringan di situ yang memahami bahwa anak berusia di bawah 18 tahun dan sebagai pelaku tidak bisa dihukum lebih dari 10 tahun,” tutur Arist.
Sasaran empuk
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menambahkan, anak bisa menjadi sasaran empuk sebagai wayang pelaku ataupun korban tindak pidana karena posisinya yang rentan. Sistem hukum di Indonesia mengatur anak yang dilibatkan sebagai pelaku harus diproses dengan sistem peradilan pidana anak.
Catatan KPAI, kasus semacam ini bukan yang pertama di Kalibata City. Kasus lain ditemukan tahun 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2019. General Manager Apartemen Kalibata City Ishak Lopung menuturkan, pihaknya kecolongan dengan kasus ini. Ia menduga kejahatan itu memakai apartemen karena ulah perantara atau broker yang menyewakan unit secara harian. ”Dia (perantara) juga tidak mengecek aktivitas di sana sehingga kasus ini dapat terjadi selama sekian bulan,” ucapnya.
Di lapangan, setiap menara dijaga sedikitnya empat petugas pada lift dan pintu masuk. Untuk mencapai lantai hunian, diperlukan kartu akses yang hanya dimiliki penghuni. Sejumlah penghuni menyayangkan praktik prostitusi di Kalibata City. April (29), seorang penghuni, mengatakan, citra Kalibata City sebagai kawasan yang kerap menjadi lokasi prostitusi masih melekat.