Dari Tebet Barat dan Timur, Diet Kantong Plastik Dimulai
Pasar Tebet Barat dan Tebet Timur menjadi proyek percontohan pembatasan penggunaan kantong plastik sekali pakai di Jakarta Selatan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
Pasar Tebet Barat dan Tebet Timur menjadi proyek percontohan pembatasan penggunaan kantong plastik sekali pakai di Jakarta Selatan. Kegiatan tersebut salah satunya adalah untuk pemanasan sebelum Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat diterapkan.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan bekerja sama dengan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) akan menguji coba selama enam bulan pengurangan penggunaan kantong plastik di kedua pasar tersebut. Untuk tahap pertama, kantong plastik keresek sekali pakai akan dilarang penggunaannya. Sebagai gantinya, pedagang diminta menyediakan kantong plastik ramah lingkungan, seperti tas kain, tas kertas, atau karung goni.
”Kantong plastik belanja terutama yang ada pegangannya tidak boleh diberikan lagi dan itu berlaku terhadap semua pelaku usaha pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat. Namun, plastik yang digunakan untuk membungkus seperti ikan dan daging masih diperbolehkan, sampai ada alternatif ramah lingkungan,” tutur Direktur GIDKP Tiza Mafira, Selasa (21/1/2020).
Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Isnawa Adji mengatakan, gerakan untuk mengurangi penggunaan kantong keresek harus segera dimulai sebagai pemanasan implementasi Pergub No 142/2019. Di pasar, tak hanya pedagang yang dilarang menyediakan kantong plastik keresek. Pembeli juga akan diimbau untuk membiasakan diri membawa wadah atau kantong yang lebih ramah lingkungan. Sosialisasi tidak hanya kepada pedagang pasar, tetapi juga melalui RT/RW di tingkat kelurahan.
”Kalau ada pedagang pasar yang menjual plastik, kami tidak akan menutup dan mereka tetap bisa berjualan. Tetapi, akan kami imbau untuk mengganti kantong keresek dengan kantong yang ramah lingkungan. Ada kantong yang terbuat dari serat tapioka, apalagi kantong itu akan hancur dalam waktu tertentu,” ujar Isnawa.
Ia menambahkan, diet kantong plastik merupakan salah satu strategi daerah (Jakstrada) untuk mengurangi sampah daerah yang mencapai 1.200 ton per hari di wilayah Jakarta Selatan. Sampah plastik sekali pakai adalah jenis sampah paling banyak yang dihasilkan warga. Dengan kampanye pengurangan sampah plastik di kedua pasar, diharapkan Jakarta Selatan dapat mencapai target pengurangan sampah sebesar 22 persen per hari.
”Saya juga ingatkan kepada warga supaya selalu menyediakan kantong ramah lingkungan di mobil ataupun sepeda motornya. Ini untuk menghindari belanja dadakan yang kemudian menjadi alasan penggunaan kantong plastik,” kata Isnawa.
Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Edy Mulyanto menambahkan, total sampah yang dihasilkan warga DKI sebanyak 7.500 ton per hari. Sekitar 14-15 persen adalah sampah plastik keresek. Oleh karena itu, Dinas Lingkungan Hidup sangat mendukung program ini. Pengurangan sampah dilakukan tidak hanya dari pasar, tetapi juga sekolah dan bank sampah di tingkat kelurahan.
”Jika di Pasar Tebet Barat dan Timur ini bisa dilaksanakan, tentu di wilayah lain juga bisa dilakukan. Sebenarnya, zaman dulu pun kami bisa berbelanja dengan minim plastik, mengapa sekarang tidak bisa?” kata Edy.
Namun, sosialisasi yang menyasar pedagang Pasar Tebet Barat ini tidak terlalu menarik minat pedagang. Mereka skeptis program ini dapat berhasil dilaksanakan di pasar. Sebab, 95 persen pedagang menggunakan kantong plastik keresek untuk membungkus barang dagangannya. Perwakilan pedagang pun hanya sedikit yang mengikuti acara sosialisasi. Padahal, dalam acara ini, pedagang dipertemukan dengan para vendor yang memproduksi kemasan dan kantong ramah lingkungan.
Gayus (35), pedagang daging di Pasar Tebet Barat, mengatakan, memang ada segelintir orang yang sudah berbelanja dan membawa wadah sendiri. Namun, jumlahnya lebih kecil daripada pembeli lainnya. Daripada diprotes oleh pembeli, dia lebih memilih menyediakan plastik untuk membungkus daging.
Ita (35), pedagang hortikultura, mengatakan hal senada. Dia tidak bisa mengganti seluruh kemasan barang dagangannya dari plastik ke bahan ramah lingkungan. Cabai dan bawang, misalnya, bisa dibungkus dengan kertas. Namun, seperti kentang dan barang dagangan lain, dia belum bisa membayangkan akan diganti dengan kemasan apa. Menurut dia, selama ini pembeli masih sering meminta kemasan kantong plastik. Apalagi, kantong plastik keresek selama ini diberikan secara gratis. Jadi, pembeli tidak merasa terbebani.
”Kami waswas juga kalau tidak menyediakan plastik. Soalnya, kebanyakan masih meminta wadah plastik keresek,” kata Ita.
Arni Saragih (66), pembeli di pasar tersebut, adalah salah satu contoh warga yang sadar untuk membawa kantong ramah lingkungan setiap berbelanja di pasar tradisional. Namun, dia juga menyadari, tidak semua belanjaan bebas dari penggunaan plastik sekali pakai. Belanjaan seperti daging, ikan, dan ayam masih kerap dibungkus plastik. Jika harus membawa wadah khusus seperti kotak makanan, dia merasa ribet dan tidak praktis.
”Saya setuju dengan pembatasan kantong plastik keresek. Namun, kalau berubah 100 persen, kemungkinan belum siap. Bisa juga plastik keresek diganti dengan wadah kertas seperti di luar negeri itu,” kata Arni.
Sementara itu, Direktur GIDKP Tiza Mafira mengatakan, solusi pelarangan kantong plastik sekali pakai di pasar memang tidak bisa dipaksakan kepada pedagang. Solusi dibahas dan sebisa mungkin membuat pedagang nyaman. Apalagi, jenis barang dagangan di sebuah pasar berbeda-beda karakteristik dan model bisnisnya. Kemasan plastik yang digunakan pedagang satu sama lain pun berbeda. Oleh karena itu, pedagang diajak untuk berdiskusi, mencari ide bersama dengan vendor yang menyediakan kantong ramah lingkungan.
”Ini adalah langkah awal dari gerakan ini untuk membangun ekosistem bahwa pembeli diminta membawa kantong sendiri saat berbelanja,” kata Tiza.