Warga Pejaten Timur Protes Rekayasa Lalin di Proyek Jalan Layang Tanjung Barat
Kemacetan di sekitar Pasar Minggu hingga Lenteng Agung akibat pembangunan dua jalan layang dalam waktu yang bersamaan. Pascaterbangun, jalan layang ini dianggap belum mengakomodasi pengguna jalan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kemacetan panjang tak terhindarkan di sekitar Pasar Minggu hingga Lenteng Agung akibat pembangunan dua jalan layang dalam waktu yang bersamaan. Pengendara pun harus menyesuaikan diri dengan rekayasa lalu lintas yang dibuat selama masa pembangunan yang diprediksi akan memakan waktu hingga satu tahun.
Meski jam sibuk pagi hari telah berlalu, lalu lintas di Jalan Raya Pasar Minggu dari arah Depok ke Jakarta padat merayap, Rabu (15/1/2020). Kendaraan antre berjubel sejak di bawah kolong jalan layang Tanjung Barat-TB Simatupang, terutama saat mendekati pintu pelintasan sebidang Poltangan. Sepeda motor dan mobil saling serobot untuk mendapatkan ruang jalan. Sekitar 20 menit, kendaraan baru lolos dari kemacetan dan dapat berjalan dengan kecepatan normal rata-rata.
Pemandangan inilah yang setiap hari dirasakan pengemudi sejak dua proyek jalan layang di pelintasan sebidang kereta api tersebut dijalankan pada akhir 2019 lalu. Macet di kawasan tersebut sudah menjadi pemandangan lazim karena lajur jalan terpotong untuk pengerjaan proyek. Selain itu, warga juga harus mencari jalur alternatif maupun berputar balik lebih jauh baik dari arah utara maupun selatan. Jalan juga tampak menjadi lebih panas karena banyak pepohonan ditebang untuk melancarkan proyek tersebut.
Heru (36), pekerja swasta yang tinggal di Jalan Rancho Indah, mengatakan, sebisa mungkin dirinya menghindari jalur macet itu untuk berangkat maupun pulang kerja. Dia akan memilih untuk melewati kawasan Condet, Cawang, dan Jalan MT Haryono untuk mencapai kantornya yang berada di kawasan Jakarta Pusat. Jika melewati rute seperti biasa, dia harus memutar lebih jauh di Universitas Pancasila, Lenteng Agung.
"Sejak putaran balik di IISIP dan Poltangan ditutup, saya lebih memilih lewat rute Condet-Cawang-Pancoran-Tebet kemudian ke daerah Manggarai. Saya tidak pernah lagi lewat Pasar Minggu," tutur Heru.
Ara (50), warga Poltangan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan mengatakan, pada pagi hari maupun malam hari, terutama jam berangkat maupun pulang kerja, kawasan itu kini terus dilanda kemacetan lalu lintas. Pada malam hari, atau jam pulang kerja kantor, kemacetan mengular sejak di terowongan Pasar Minggu.
Kendaraan merayap pelan-pelan untuk menuju ke arah Depok maupun Pasar Rebo. Apalagi, saat ini, kendaraan dari arah Pasar Minggu yang akan menuju Depok, juga tidak bisa mengambil arah lurus dari Poltangan.
Kendaraan harus melewati Jalan Tanjung Barat Lama, kemudian berputar di Rancho ataupun di bawah jalan layang Tanjung Barat-TB Simatupang. Adapun, kendaraan yang dari arah Tanjung Barat yang akan menuju Pasar Minggu harus berputar balik di pelintasan sebidang Universitas Pancasila maupun melewati jalan layang Tanjung Barat-TB Simatupang lalu masuk ke Jalan AMD, untuk kembali ke arah Jalan Raya Pasar Minggu.
"Kalau sepeda motor sih enak bisa lawan arus atau mencari rute alternatif masuk gang di daerah Kebagusan. Yang agak susah itu kalau pengendara mobil," kata Ara.
Di lokasi, sejumlah alat berat seperti crane terlihat terus bekerja menyelesaikan proyek jalan layang tersebut. Pekerja di proyek jalan layang Tanjung Barat mengatakan, saat ini masih dalam tahapan persiapan pengecoran. Proyek tersebut ditargetkan selesai pada Januari 2021. Proyek dikerjakan oleh perusahaan PT Jaya Konstruksi.
Sementara itu, Komisi Hukum dan Hubungan Masyarakat Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Ellen Tangkudung mengapresiasi langkah pemerintah untuk membangun jalan layang yang akan menghapus simpang sebidang kereta api. Pembangunan tersebut dapat meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api agar tak bersinggungan dengan kendaraan bermotor maupun pejalan kaki.
Sayangnya, menurutnya, jalan layang itu tidak mengakomodasi arus lalu lintas eksisting dari arah Tanjung Barat Lama ke arah Pasar Minggu. Jalur Tanjung Barat Lama yang semula dua arah, akan menjadi satu arah saja. Padahal, banyak perkampungan di sekitar Jalan Tanjung Barat Lama.
Jalan layang itu tidak mengakomodasi arus lalu lintas eksisting dari arah Tanjung Barat Lama ke arah Pasar Minggu.
Penduduk di Jalan Tanjung Barat Lama pun harus berputar balik di jalan layang Lenteng Agung (IISIP Jakarta) sekitar 6-7 kilometer untuk ke arah Pasar Minggu.
Tak hanya warga sekitar, angkot 15 jurusan Cijantung-Pasar Minggu dan 15 A (TMII-Ragunan) juga harus berputar lebih jauh di jalan layang Lenteng Agung.
"Seharusnya, desain jalan layang tersebut harus bisa mengakomodasi semua arus lalu lintas eksisting," kata Ellen.
Ellen menambahkan, jika arus lalu lintas eksisting ini dihapus, akibatnya warga dan pengemudi angkot harus memboroskan lebih banyak energi dan menambah beban lingkungan akibat kendaraan yang terpaksa berputar lebih jauh. Rute angkot eksisting pun berpotensi ditinggalkan penumpang. Selain itu, untuk pengendara sepeda motor, nantinya akan ada kecenderungan mencari jalan pintas atau melawan arus jika harus berputar lebih jauh untuk memperpendek jarak dan waktu tempuh.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Dinas Bina Marga DKI mengubah desain geometrik jalan layang Tanjung Barat tersebut. Ellen meminta supaya di lokasi tersebut ditambahkan ramp atau jalan layang yang menampung arus lalu-lintas dari Tanjung Barat ke Pasar Minggu atau dari selatan ke utara.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho saat dikonfirmasi mengatakan, memang ada keluhan dari warga Kelurahan Pejaten Timur yang tidak bisa naik ke jalan layang dari Jalan Poltangan, setelah flyover Tanjung Barat selesai dibangun.
Menurutnya, apabila dipaksakan naik, akan berbahaya karena akan terjadi weaving (pertemuan) antara pengendara yang naik ke jalan layang dari Jalan Poltangan dengan lalu lintas yg lewat di bawah FO yg menuju ke selatan (Depok).
Hari berharap, pengendara dari Jalan Poltangan berputar lebih ke arah selatan yaitu di jalan layang Lenteng Agung setelah jalan layang tersebut selesai dibangun.
"Kondisi ini memang mengakibatkan lebih jauh jaraknya tapi paling tidak diharapkan lalu lintas sudah lebih lancar apabila kedua FO (FO Lenteng Agung dan FO Tanjung Barat) sudah selesai dibangun," kata Hari.
Ia menambahkan, dengan pengaturan lalu lintas tersebut diharapkan lalu lintas menjadi lebih lancar walaupun jarak menjadi lebih jauh. Sebab, jika dibandingkan dengan kondisi sebelum dua jalan layang dibangun, memang lokasi putar balik menjadi lebih dekat, akan tetapi saat berputar tetap macet karena terhalang pada saat kereta api melintas.