Gugatan ke Pemerintah Terkait Banjir Bakal Bertambah
LBH Jakarta masih membuka pintu bagi korban banjir yang ingin menggugat pemerintah terkait banjir yang terjadi awal 2020. Setidaknya 20 korban telah mendaftar. Pendaftaran dibuka hingga akhir Januari ini.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Bantuan Hukum Jakarta berencana melayangkan gugatan kepada pemerintah pusat dan sejumlah pemerintah daerah atas kelalaian mencegah dan mengatasi banjir di awal 2020. Gugatan tak hanya terkait ganti rugi kepada korban bencana, tetapi juga menuntut evaluasi dan perbaikan kebijakan pemerintah dalam menangani banjir.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana, di Jakarta, Kamis (16/1/2020), mengatakan, musibah banjir di awal 2020 tak hanya memakan korban di Jakarta, tetapi juga kawasan sekitarnya. Oleh karena itu, gugatan harus melingkupi Pemerintah DKI, pemerintah daerah penyangga, dan pemerintah pusat.
”Masalah banjir ini butuh koordinasi pusat dengan Jakarta dan daerah penyangga. Jadi, semua itu harus jadi pihak tergugat,” ujarnya.
Gugatan itu diyakini berdasarkan karena Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, persisnya di Pasal 5 disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pemerintah dimaksud adalah pemerintah pusat, Presiden RI, yang memegang kekuasaan pemerintahan NKRI.
Terkait rencana gugatan itu, LBH Jakarta telah membuka posko bantuan hukum bagi para korban banjir se-Jabodetabek sejak 6 Januari 2020. Setidaknya, lebih dari 20 orang telah melapor melalui posko itu.
Pelaporan bisa dilakukan melalui https://www.bantuanhukum.or.id/web/formulir-pengaduan-korban-banjir/. Selain itu, bisa pula dengan datang langsung ke kantor LBH Jakarta, setiap Senin-Kamis, dari pukul 09.30 hingga pukul 15.00.
Saat melapor ke posko, korban banjir diwajibkan membawa atau menyertakan bukti-bukti terkait kerugian yang dialami. Pendaftaran masih dibuka hingga akhir Januari ini.
Sebelumnya, Senin (13/1/2020), gugatan serupa telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebanyak 243 warga yang tergabung dalam Tim Gugatan ”Class Action” Banjir DKI 2020 menggugat Gubernur DKI ke PN Jakarta Pusat karena dianggap lalai mengantisipasi banjir di Jakarta awal 2020. Sejumlah penggugat menyampaikan ketiadaan peringatan dini dari pemerintah kepada warga sebelum banjir sehingga membuat mereka merugi Rp 42,3 miliar.
Arif menjelaskan, sebenarnya, ada empat opsi yang terbuka bagi warga yang hendak mengajukan gugatan.
Pertama, gugatan ganti rugi perdata dengan dalil perbuatan melawan hukum. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa digugat karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur di Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Kedua, gugatan warga negara atau citizen law suit. Lewat gugatan ini, warga bisa menuntut evaluasi dan perbaikan kebijakan dari pemerintah. Selanjutnya, gugatan perwakilan kelompok atau class action. Pengajuan gugatan tersebut harus dilakukan oleh warga yang terdampak langsung. Lewat gugatan ini, warga bisa mendapatkan penggantian atas kerugian yang mereka alami.
Keempat ialah gugatan legal standing yang bisa diajukan oleh organisasi. Biasanya gugatan ini dilakukan oleh organisasi yang bergerak di lingkungan hidup untuk pemulihan lingkungan.
Meski demikian, menurut Arif, dari keempat jenis gugatan itu, yang paling masuk akal akan dilakukan adalah gugatan citizen law suit dan class action. Sebab, musibah banjir tak cukup hanya dilihat dari sisi ganti rugi, tetapi juga evaluasi dan perbaikan kinerja pemerintah agar musibah serupa tak terulang lagi di kemudian hari.
”Menuntut ganti rugi penting karena menyangkut hak masyarakat. Namun, jika hanya ganti rugi, seolah-olah untuk hari ini. Kita butuh evaluasi terhadap kinerja pemerintah agar di tahun selanjutnya tak terjadi lagi kelalaian serupa,” ucap Arif.
Sementara itu, secara terpisah, Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhana mempersilakan warga mengajukan gugatan karena itu merupakan hak setiap orang. Pihaknya pun siap untuk menghadapinya.
”Kami sudah siapkan tim hukum. Kalau memang perlu tenaga ahli, kami akan pakai tenaga ahli, tergantung apa yang nanti kami perlukan. Kami lihat dulu gugatannya, nanti kami kaji. Mereka gugat apa, apa yang mereka ganti rugi, dasarnya apa, kerusakannya apa,” tutur Yayan.