Situ-situ di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi terus menghilang. Dari 400-600 situ, kini tersisa 187 situ saja.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situ-situ di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi terus menghilang. Dari 400-600 situ, kini tersisa 187 situ saja.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah, seusai menjadi pembicara dalam seminar ”Sinergisitas Stakeholder dalam Pengelolaan Banjir di Kawasan Jabodetabek” yang diselenggarakan Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia di Jakarta, Rabu (15/1/2020), mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 7 Tahun 2004, pengelolaan situ-situ di Jabodetabek diserahkan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
Penyerahan mulai dilakukan pada 2007-2008. Saat diserahkan, terdapat 206 situ yang terdaftar. Namun, setelah dilakukan pengecekan di lokasi, 19 situ tak bisa ditemukan. Area situ-situ tersebut telah beralih fungsi menjadi permukiman dengan surat-surat kepemilikan yang sah, baik oleh warga maupun pengembang.
Banyak situ yang tersisa pun sudah mengalami penyusutan parah karena okupasi. Situ Gunung Putri di Bogor, misalnya, dari luas yang terdaftar 18 hektar tinggal tersisa 5 hektar. Sebanyak 13 hektar sudah dimiliki warga, sebagian besar dengan surat girik. ”Sisa 5 hektar saja, padahal sudah kami keruk. Makanya kami digugat sama masyarakat. Ini salah satu contoh,” kata Bambang.
Menurut Bambang, hal ini terjadi karena selama ini situ-situ tak diperhatikan. Sedimentasi terjadi sehingga lama-lama situ mengering dan ditanami warga. ”Lama-lama kemudian dimiliki,” lanjutnya.
Di Depok, setidaknya tiga situ hilang. Wali Kota Depok M Idris mengatakan, permasalahannya adalah otorita pengelolaan situ. Ketika otorita pengelolaan situ sebagai sebuah aset negara, penanganan hanya oleh pemerintah pusat, tidak ada penyerahan otorita ke daerah, sementara wilayahnya ada di daerah.
”Nah, alhamdulillah tahun 2017 lalu diserahkan ke provinsi. Ini pun bukan tidak ada masalah, ada masalah karena anggaran provinsi dibagi-bagi di 27 kabupaten dan kota, sementara penjaga Jakarta yang paling banyak danaunya adalah Kota Depok,” ujarnya.