Pemda DKI Lanjutkan Normalisasi Ciliwung, Rp 160 Miliar untuk Pembebasan Lahan
Sekalipun Gubernur Anies Baswedan berbeda pendapat dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ternyata telah menyiapkan anggaran untuk melanjutkan normalisasi Sungai Ciliwung, tahun ini.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / WISNU WARDHANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak sependapat dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengenai solusi normalisasi Sungai Ciliwung sebagai jawaban atas persoalan banjir di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI ternyata telah menyiapkan anggaran untuk melanjutkan normalisasi pada 2020 setelah tertunda sejak 2017.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, pengerjaan normalisasi pada 2020 akan diawali dengan pembebasan lahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI. Ada 118 bidang di empat kelurahan yang akan dibebaskan karena terdampak normalisasi.
Empat kelurahan itu berada di dua wilayah administratif, yakni Jakarta Selatan (Pejaten Timur dan Tanjung Barat) serta Jakarta Timur (Cililitan dan Balekambang).
”Alokasi anggaran sekitar Rp 160 miliar. Dipastikan tahun ini, 2020, kami akan selesaikan semua pembayaran kepada warga yang terdampak. Yang penting, warganya sendiri enggak bermasalah (dari segi kelengkapan surat tanah),” ujar Juaini, di Balai Kota Jakarta, Senin (6/1/2020).
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyampaikan telah melakukan normalisasi di Sungai Ciliwung pada 2013-2017 sepanjang 16 kilometer dari total 33 kilometer. Proyek tersebut terhenti sejak 2017 karena Pemprov DKI tak kunjung membebaskan lahan.
Persoalan ini kemudian menjadi bahan perdebatan antara Gubernur Anies dan Menteri Basuki pascabanjir besar-besaran di DKI Jakarta serta kawasan-kawasan di sekitar Jakarta, 1 Januari 2020. Basuki menilai tersendatnya penyelesaian normalisasi Sungai Ciliwung menjadi penyebab banjir terjadi. Adapun menurut Anies, banjir karena tak ada pengendalian air yang masuk dari selatan Jakarta. Normalisasi sungai pun dinilainya bukan solusi.
Normalisasi perlu
Juaini berharap, dengan pembebasan lahan itu, sungai semakin melebar dan daya tampung air menjadi lebih besar. ”Namanya sungai dulu-dulu, kan, bisa sampai 20-30 meter. Sekarang paling lebar itu 10-15 meter. Daya tampung jadi kurang. Makanya itu perlunya dinormalisasi,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah menyampaikan, alokasi anggaran untuk infrastruktur normalisasi sepanjang 33 km telah tersedia di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Apabila lahan terdampak telah dibebaskan, lanjut Bambang, pihaknya akan segera memproses pembangunan infrastrukturnya.
Upaya lain untuk pengendalian banjir ialah pembangunan Sodetan Ciliwung, Bendungan Ciawi, dan Bendungan Sukamahi, Bogor.
Hingga kini, pengerjaan sodetan baru mencapai 600 meter dari total 1.270 meter. Kendalanya adalah belum tuntasnya pembebasan lahan.
Untuk itu, BBWSCC telah mengajukan perbaikan penetapan lokasi ke Pemprov DKI pada 26 Desember 2019. Jika rampung, kata Bambang, sodetan mampu mengurangi banjir dengan mengalirkan air 60 meter kubik per detik ke Kanal Timur.
”Sodetan dana pembangunan dari APBN, tetapi penetapan lokasi dari DKI. Pemprov bertugas untuk pembebasan lahan,” ucap Bambang.
Adapun proses pembangunan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi telah mencapai 45 persen dengan pembebasan lahan mencapai 90 persen. Kedua bendungan ini, lanjut Bambang, mampu mengurangi debit banjir masing-masing sekitar 90 meter kubik per detik.
Kendati demikian, potensi genangan air dan banjir akan tetap ada karena kontur Jakarta yang datar atau lapang. Untuk itu, menurut Bambang, drainase, saluran air, sumur resapan, dan pompa harus diperhatikan agar berfungsi optimal.
”Walaupun semua pengendalian berjalan, potensi genangan dan banjir tetap ada karena Jakarta daerah datar,” ujar Bambang.