Kaum difabel berkesempatan mudik gratis untuk merayakan Natal di kampung halaman. Transportasinya didesain khusus.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemudik penyandang disabilitas berkesempatan mudik gratis dalam program Mudik Ramah Anak dan Disabilitas dalam rangka Natal dan Tahun Baru 2019. Program tersebut sebagai upaya mewujudkan keadilan bagi pemudik disabilitas.
Program Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) Natal dan Tahun Baru diluncurkan Kementerian Perhubungan di Jakarta, Jumat (20/12/2019). Program ini memberikan kesempatan bagi kaum difabel untuk merayakan Natal di kampung halamannya. Pelaksanaan berlangsung pada 21 dan 23 Desember.
Total ada 67 penyandang disabilitas dan pendamping atau keluarganya yang diberangkatkan. Mereka berkesempatan mudik gratis ke sejumlah daerah, seperti Pulau Jawa, Medan, Padang, Manado, Pomalaa, Bali, dan Kupang.
Perempuan pengguna kursi roda, Lili Fransisca (60), menyatakan amat bahagia karena bisa merayakan Natal untuk pertama kali di Batu Bara, Sumatera Utara. Lili mengikuti mudik bersama suaminya yang juga memakai kursi roda.
Melalui MRAD Natal dan Tahun Baru ini, Lili dan suami mendapat tiket pesawat pergi-pulang gratis Jakarta-Medan. Sejumlah maskapai, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, Batik Air, Lion Air, dan AirAsia, ikut berkontribusi dalam program tersebut. Didukung pula oleh Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK), Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Yayasan Elsafan, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), dan Kantor Berita Anak Indonesia (KBAI).
MRAD diikuti 14 pengguna kursi roda dengan disabilitas daksa, polio, paraplegia, dan tetraplegia. Kemudian, 37 disabilitas netra, 3 daksa (bukan kursi roda), 1 tunarungu, dan 16 pendamping (keluarga).
Sebanyak 17 orang akan mudik dengan menempuh jalur udara. Sementara 50 peserta lain akan mudik lewat jalur darat.
Inisiator MRAD, Ilma Sovri Yanti, menyatakan, masih banyak penyandang disabilitas yang belum terakomodasi dalam mudik gratis ini.
”Namun, keterbukaan Kementerian Perhubungan untuk terlibat dan menerima masukan atas tanggung jawabnya memperbaiki akses moda transportasi bagi penyandang disabilitas adalah langkah positif,” katanya dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Uji coba
MRAD Natal dan Tahun Baru perdana ini juga sebagai ajang uji coba atau audit pelayanan transportasi penerbangan kepada penyandang disabilitas. Tujuannya agar pemerintah memperhatikan masukan dari penyandang disabilitas. Jadi, semua pelayanan transportasi di Indonesia bisa memenuhi asas manfaat, kemudahan, kesetaraan, kemandirian, dan keselamatan (keamanan).
Koordinator MRAD Natal dan Tahun Baru 2019, Ritson Manyonyo, turut menegaskan pentingnya Presiden Joko Widodo dan jajarannya lebih memberikan perhatian dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Jadi, moda-moda transportasi yang aksesibel juga bisa dinikmati warga disabilitas.
”Penyandang disabilitas punya hak yang sama untuk menikmati sarana transportasi yang ramah, inklusif,” ucap Ritson.
Dihubungi secara terpisah, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno menilai pemerintah perlu memperluas jangkauan program mudik gratis bagi penyandang disabilitas. Program serupa diharapkan juga menyentuh pemudik yang berdomisili di luar Pulau Jawa.
Ia memandang, sebagian besar pelayanan transportasi di Indonesia sudah memenuhi syarat untuk melayani penyandang disabilitas. Hal itu penting diwujudkan karena penyandang disabilitas memiliki kebutuhan khusus ketika bepergian jarak jauh.
Sebagai contoh, Djoko menilai, bus-bus transportasi umum dalam kota sebagian besar sudah ramah disabilitas. Namun, untuk bus antarkota belum ramah disabilitas. Contoh lainnya, toilet kereta api juga terlalu sempit untuk digunakan penyandang disabilitas.
Djoko mengatakan, pemerintah punya dua pilihan, yaitu mendesain transportasi yang khusus mengakomodasi difabel atau pelayanan transportasinya yang dibuat khusus.
”Yang sudah dan paling mungkin dilakukan itu pelayanan kepada difabel dibuat khusus. Mendesain transportasi yang khusus buat difabel terkendala biaya yang sangat besar,” ujar Djoko.