Rantai Makanan di Kawasan Perkotaan Perlu Dipulihkan dan Dijaga
Rusaknya rantai makanan juga menyebabkan meledaknya populasi ular kobra jawa di Jakarta dan sekitarnya. Untuk menekan populasi ular itu, rantai makanan harus dipulihkan dengan membangun ruang terbuka hijau.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan iklim dan rusaknya rantai makanan dalam ekosistem berperan terhadap meledaknya populasi ular kobra jawa (Naja sputatrix) di Jakarta dan sekitarnya. Untuk menekan populasi ular kobra itu, pemulihan rantai makanan perlu segera dilakukan.
Salah satu upayanya adalah membuat ruang terbuka hijau sebagai tempat tinggal burung hantu. Burung predator itu paling memungkinkan untuk dikembangbiakkan di sejumlah wilayah perkotaan.
Pemerhati ular dari Komunitas Taman Belajar Ular (Tabu) Indonesia, Igor Sonagar, Kamis (19/12/2019), mengatakan, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, populasi ular kobra tak sebanyak tahun 2019. Perubahan iklim atau musim kemarau yang lebih panjang membuat telur ular kobra menetas sempurna.
Jika melihat siklus iklim pada tahun sebelumnya, September sudah masuk musim hujan. Pada bulan itu ular kobra bertelur. Namun, telur-telur itu berjamur dan rusak karena pengaruh musim hujan sehingga tidak menetas.
”Pada tahun ini, kemarau lebih panjang. Hujan baru terjadi pada Desember sehingga membuat telur kobra menetas sempurna dan populasi anak ular kobra meningkat,” kata Igor dalam pertemuan dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.
Ular kobra memiliki periode hidup 20 tahun hingga 25 tahun. Seekor ular kobra bereproduksi setelah berumur 1,5 tahun-2 tahun. Dalam satu tahun, ular kobra rata-rata bisa bertelur 10-20 butir.
Selain faktor perubahan cuaca, kata Igor, populasi ular kobra meningkat karena rantai makanan yang sudah tidak seimbang dan rusaknya habitat ular akibat pembangunan.
Rantai makanan yang tidak seimbang itu terjadi karena predator ular sudah mulai berkurang. Predator ular itu antara lain biawak, musang, burung hantu, dan burung elang jawa.
”Pembangunan juga merusak habitat biawak dan musang. Selain itu, biawak dan musang kerap diburu dan ditangkap manusia. Padahal, biawak adalah hewan yang memakan telur ular, sedangkan musang memakan anakan ular,” ujarnya.
Hal itu, lanjut Igor, sama halnya dengan burung hantu dan elang jawa. Habitat mereka juga rusak akibat pembangunan dan diburu.
Idealnya, predator-predator itu tetap dibiarkan hidup bebas untuk mempertahankan keseimbangan rantai makanan. Namun, untuk wilayah-wilayah perkotaan, yang paling mungkin untuk memulihkan rantai makanan adalah memberikan atau membuatkan tempat hidup bagi burung hantu.
”Melepas burung hantu dan membuatkan habitatnya di taman-taman terbuka hijau atau hutan kota merupakan solusi yang bisa dilakukan. Dibandingkan elang jawa, musang, dan biawak, burung hantu lebih adaptif di wilayah-wilayah Jakarta dan sekitarnya,” tuturnya.
Melepas burung hantu dan membuatkan habitatnya di taman-taman terbuka hijau atau hutan kota merupakan solusi yang bisa dilakukan.
Tetap waspada
Di samping itu, Igor mengingatkan, hingga Maret tahun depan kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan. Bulan Februari dan Maret, anakan ular akan tumbuh dewasa.
Pada periode tersebut, curah hujan di Jakarta dan sekitarnya akan semakin tinggi. Banjir bisa terjadi sewaktu-waktu dan akan memicu munculnya ular sanca.
”Ular sanca dari wilayah hulu sungai bisa terbawa banjir dan masuk ke dalam wilayah-wilayah sekitar sungai di Jakarta dan sekitarnya,” ujarnya.
Hingga Maret tahun depan kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan. Bulan Februari dan Maret, anakan ular akan tumbuh dewasa.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Jakarta Ahmad Munawir menilai, ekologi lingkungan perlu diperhatikan melalui ruang terbuka hijau agar keseimbangan rantai makanan terjaga. Hal itu sangat penting untuk memulihkan habitat burung predator, seperti elang dan burung hantu.
”Usulan teman-teman komunitas akan saya sampaikan. Sangat penting bagi kita semua untuk menjaga harmonisasi alam. Kita akan terus bersinegri dengan pemerintah DKI Jakarta untuk membangun ruang terbuka hijau. Ini program jangka panjang yang harus dilakukan,” tutur Ahmad.