Munculnya ular kobra di sejumlah titik di DKI Jakarta bukanlah hal aneh. Satwa berbisa itu juga tidak tiba-tiba bermigrasi ke Jakarta dari kawasan di sekitar Ibu Kota.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
Munculnya ular kobra di sejumlah titik di DKI Jakarta bukanlah hal aneh. Satwa berbisa itu juga tidak tiba-tiba bermigrasi ke Jakarta dari kawasan di sekitar Ibu Kota.
Dilihat dari sejarah perkembangan wilayah, wilayah daratan Jakarta awalnya merupakan habitat alami ular kobra. ”Hal ini dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya ular kobra di suaka margasatwa Muara Angke, salah satu hutan mangrove yang masih tersisa di Jakarta Utara,” ujar Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta Ida Harwati, Selasa (17/12/2019).
Situasi hari ini, Jakarta mayoritas merupakan bangunan beton. Namun, masih terdapat ruang-ruang terbuka dan lahan tidur di antara gedung-gedung yang dapat menjadi habitat ular.
Ligar Sonagar Risjony, pendiri Taman Belajar Ular (Tabu) Indonesia, juga menjelaskan, ular itu memiliki daya adaptasi yang bagus. Di situasi kawasan apa pun, ular akan hidup. Selain berupaya hidup di ruang-ruang terbuka di antara belantara beton, di Jakarta juga masih ada Kali Ciliwung, Pesanggrahan, serta Cisadane. Di sekitarnya ada pula hutan kota dan taman hutan rakyat.
”Nah, di tempat-tempat tersebut bisa menjadi habitat mereka. Proses suksesi habituasi mereka hebat. Di dataran rendah bagus, di situasi apa pun bisa hidup asal ada makanan,” ujar Igor, sapaan Ligar Sonagar Risjony.
Kalau sampai ular keluar dari sarang, biasanya untuk mencari makan dan kawin. ”Setelah ular makan, ular bisa pergi kemanapun karena ular tidak memiliki daya ingat sehingga ia tidak akan kembali ke sarang awalnya,” ujar Igor.
Ular pun bisa ada di kebun kosong, sekitar bangkai mobil, rumah/ruko kosong, lahan kosong, hingga lubang-lubang di tanah. Apabila ular banyak ditemukan di perumahan, biasanya perumahan tersebut berdiri di atas lahan bekas rawa atau sawah sehingga masih mungkin terdapat ular yang hidup di sana.
Ular-ular yang saat ini banyak muncul bisa jadi karena ada penggemar ular yang juga melepaskan ular peliharaannya karena sudah tidak mau memelihara lagi. ”Banyak peluang yang memungkinkan ular itu bersarang dan muncul di mana pun,” ujar Igor.
Di kota-kota, akibat habitat mereka sudah rusak, ekosistem sudah tidak seimbang. Predator ular makin sedikit, sedangkan makanan untuk ular, yakni tikus, kadal, atau kodok, berada di permukiman. Maka makin betahlah ular-ular itu di permukiman.
”Itu makanya ular tidak hanya ditemukan atau muncul di kawasan permukiman kumuh, tapi juga di kawasan permukiman mewah, hotel mewah,” katanya.
Dengan demikian, fenomena ular itu saat ini merata, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga ditemukan di Jawa Barat dan Yogyakarta. Tahun ini, faktor panas yang lama dan hujan yang lambat membuat telur-telur ular sukses menetas karena tidak keburu busuk terkena hujan.
Di kota-kota, akibat habitat mereka sudah rusak, ekosistem sudah tidak seimbang. Predator ular makin sedikit, sedangkan makanan untuk ular, yakni tikus, kadal, atau kodok, berada di permukiman. Maka, makin betahlah ular-ular itu di permukiman.