Polisi mengungkap sindikat pengedar heroin yang melibatkan warga negara Pakistan. Polisi menyita heroin seberat lima kilogram yang merupakan tangkapan heroin terbesar oleh Polda Metro Jaya dalam beberapa tahun terakhir.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya mengungkap sindikat pengedar heroin yang melibatkan warga negara Pakistan. Polisi menyita heroin seberat lima kilogram yang merupakan tangkapan heroin terbesar oleh Polda Metro Jaya dalam beberapa tahun terakhir.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Kamis (12/12/2019), mengungkapkan, polisi menangkap tersangka SH (27), warga negara Pakistan, di pertokoan Mangga Dua, Jakarta Barat, Rabu (11/12). Saat diminta menunjukkan lokasi penyimpanan heroin, tersangka melawan sehingga ditembak polisi. Tersangka meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Dalam penyelidikan polisi, tersangka menyembunyikan heroin dalam kotak susu bubuk dan kotak pemanis buatan.
Menurut Yusri, kasus ini merupakan pengembangan dari kasus penyelundupan heroin yang diungkap dua bulan sebelumnya. Saat itu, polisi menangkap dua kurir, yakni seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan barang bukti 1,2 kilogram heroin. Para tersangka berasal dari jaringan yang sama.
”Ini adalah salah satu pengungkapan kasus yang terbesar dan kasus lintas negara. Berdasarkan hasil laboratorium, ini heroin kelas satu,” ujar Yusri.
Kepala Subdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ahmad Fanani mengatakan, konsumen heroin adalah kalangan atas karena harganya fantastis. Kalangan menengah dan bawah tidak mampu membeli heroin.
Fanani enggan menyebutkan harga heroin secara detail, tetapi menyebutkan harga heroin bisa beberapa kali lipat di atas harga sabu. Berdasarkan data Indonesia Drug Reports 2019 yang dirilis Badan Narkotika Nasional (BNN), harga pasaran sabu di Indonesia tahun 2018 adalah Rp 1,4 juta per gram.
Menurut Fanani, jaringan tersebut dikendalikan seorang narapidana warga Pakistan yang berada di Lapas Palembang, Sumatera Selatan. Napi tersebut sebelumnya dipenjara di Lapas Pekanbaru karena kasus sabu dengan vonis 20 tahun, kemudian dipindahkan ke Lapas Palembang.
”Tersangka SH mendapat upah 10.000 dollar AS untuk setiap kilogram heroin. Pengakuannya dia sudah tiga kali membawa heroin. Jaringan ini tidak pernah melibatkan orang Indonesia,” katanya.
Fanani menambahkan, awalnya polisi menangkap SH bersama satu kilogram heroin yang dibawa dengan tas kresek. Kemudian polisi menemukan empat kilogram heroin tidak jauh dari lokasi penangkapan tersangka SH. Tersangka diketahui sudah lama bermukim dan bekerja di Indonesia dalam bisnis jual-beli tekstil.
Menurut Fanani, polisi masih mengembangkan penyelidikan atas kasus tersebut. Asal heroin ataupun cara memasukkanya ke Indonesia belum terungkap. Tim masih berada di Palembang untuk mengembangkan penyelidikan.
Jaringan tersebut dikendalikan seorang narapidana warga Pakistan yang berada di Lapas Palembang, Sumatera Selatan. Napi tersebut sebelumnya dipenjara di Lapas Pekanbaru karena kasus sabu dengan vonis 20 tahun, kemudian dipindahkan ke Lapas Palembang.
Berdasarkan data BNN dalam Indonesia Drugs Report 2019, jumlah heroin yang disita di Indonesia pada 2018 sebanyak 1,4 kilogram. Jumlah itu sangat kecil dibandingkan dengan jumlah sabu yang disita tahun 2018 sebanyak 8.231 kilogram, adapun jumlah pil ekstasi yang disita tahun 2018 sebanyak 1,5 juta butir.
Data dari situs United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), jumlah heroin yang disita di Indonesia mulai tahun 2013-2017 tercatat sangat sedikit. Tahun 2013 sebanyak 11 kilogram heroin disita, 2014 (12 kg), 2015 (13 kg), 2016 (2 kg), dan 2017 (0 kg).
Sebagai perbandingan, pada 2017 sebanyak 7.455 kilogram sabu dan 952 kilogram pil ekstasi disita di Indonesia. Sementara pada 2016, sebanyak 2.631 kilogram sabu dan 509 kilogram pil ekstasi disita dari seluruh wilayah Indonesia.