Operasi Aparat Belum Hentikan Peredaran Narkoba di Akhir Tahun
Penegakan hukum pada pengedar narkoba belum membuat jera jaringan barang ilegal itu. Berkali-kali diungkap kasusnya, muncul kasus baru dari jaringan yang berbeda.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Operasi aparat belum membuat jera upaya pengedar untuk memasok narkoba ke konsumen. Meski berkali-kali terjadi penangkapan pengedar, namun peredaran barang ilegal ini masih berulang. Hal ini mengindikasikan permintaan barang haram ini semakin tinggi menjelang pergantian tahun.
Sedikitnya, dalam kurun waktu satu bulan terakhir, ada 10 kasus pengungkapan narkoba di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Tingginya permintaan menjelang pergantian tahun ini tak lepas dari banyaknya acara di berbagai tempat hiburan. Pandangan ini disampaikan mantan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Benny Mamoto, Selasa (10/12/2019) di Jakarta.
Menurut Benny, aparat perlu aktif mengungkap kasus narkoba. Sebab, semakin aktif aparat memburu mereka, sebenarnya semakin banyak jaringan yang bisa diungkap. “Hanya saja yang terjadi ada oknum yang ikut bermain atau melindungi. Itu kenapa meski banyak kasus yang sudah diungkap bukan berarti pesta ditempat hiburan berhenti, karena ada oknum yang bermain sehingga tetap ada aliran yang masuk juga,” kata Benny.
Kasus terbaru pengungkapan narkoba saat Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Kota Depok menangkap M dan AS, pengedar narkoba jenis ganja pada Sabtu (7/12/2019). Dari tangan kedua orang itu, polisi menyita barang bukti ganja kering seberat satu kilogram.
“Dari situ, polisi mengungkap tindak pidana narkoba dalam jumlah yang lebih besar yaitu 17 kg. Jadi total barang bukti ganja 18 kg dari tangan kedua tersangka. Ada indikasi ganja itu akan disebarkan untuk pesta pergantian tahun,” Kata Kepala Kepolisian Resor Depok Ajun Komisaris Besar Azis Andriansyah.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka terancam hukuman seumur hidup atau mati sesuai Pasal 112 dan atau 114 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Narkoba menangkap dalang peredaran narkoba dari jaringan internasional asal Nigeria berinisial AC. Ia bersama tersangka lain berinisial EF merupakan residivis yang memasukan narkoba ke Indonesia. Dalam pengungkapan itu, polisi menyita 158 kg sabu. Narkoba itu rencananya diedarkan saat libur pergantian tahun.
Tidak hanya itu saja, dalam pengungkapan tersebut diketahui AC merupakan narapidana di salah satu lembaga permasyarakatan di Tangerang. Pada 2008, polisi menangkap AC karena terlibat tindak pidana narkoba seberat 6,7 kg dan 5 kg sabu. Meski masuk bui, tidak menghalangi pria tersebut untuk tetap bertransaksi narkoba melalui telpon seluler. Ia kerap meminta bandar besar untuk memasukkan narkoba ke Indonesia.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Eko Daniyanto berharap, ada pengawasan ketat terkait barang masuk ke lapas, terutama telpon seluler. Jika para narapidana ini masih bebas memegang telpon seluler, mereka masih leluasa mengendalikan narkoba.
“Seharusnya narapidana tidak boleh ada pegang. Jangan berikan mereka celah untuk menghancurkan anak bangsa,” kata Eko.
Selain itu, BNN juga mengungkap 82 kg sabu dan 107.837 butir ekstasi dari 6 kasus pada bulan September hingga November. Dari pengungkapan tersebut, tiga kasus berusaha diselundupkan masuk ke Jakarta melalui pelabuhan dan bandara.
“Kasus penyelundupan 14 kg sabu dan 27.937 butir ekstasi dari Tanjung Pinang ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Selanjutnya, kasus penyeludupan sabu sekitar 107 gram dari Aceh. Petugas BNN mengamankan barang bukti di parkiran pesawat terminal 1B Bandara Internasional Soekarno Hatta. Terakhir, paket sabu sekitar 554 gram sabu dari India. Ini juga berasal dari informasi Bea Cukai Soekarno Hatta,” Kata Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari.