Suhu Panas Tak Berimbas pada Kualitas Udara DKI Jakarta
Kualitas udara di DKI Jakarta tetap saja buruk atau berada di kategori tidak sehat bagi yang sensitif dan terkadang berada di kategori yang lebih buruk, yaitu tidak sehat.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suhu panas yang melanda wilayah Ibu Kota sejak hampir seminggu terakhir tidak berimbas pada kualitas udara. Kualitas udara di DKI Jakarta tetap saja buruk atau berada di kategori tidak sehat bagi yang sensitif dan terkadang berada di kategori yang lebih buruk, yaitu tidak sehat.
Mengacu pada situs dan aplikasi penyedia data polusi udara AirVisual, indeks kualitas udara pada Kamis (24/10/2019) pukul 18.45 sebesar 152 dan masuk kategori tidak sehat. Ini meningkat jika dibandingkan dengan Rabu (23/10/2019) yang besarnya 145 dan masuk kategori tidak sehat bagi yang sensitif.
Jika dibandingkan dengan sepekan yang lalu atau sebelum suhu panas melanda Indonesia, termasuk DKI Jakarta, indeks kualitas udara sehari-hari pun di antara kedua kategori tersebut. Pada Rabu (16/10/2019), misalnya, 145. Kemudian pada Senin (14/10/2019), indeks 152 atau masuk kategori tidak sehat.
Berdasarkan pemantauan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta juga tak melihat perubahan kualitas udara selama suhu panas melanda.
”Kenaikan suhu udara Jakarta dalam sepekan terakhir tidak menyebabkan kenaikan konsentrasi PM (particular matter) 2,5,” kata Yogi Ikhwan dari Bagian Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis (24/10/2019), di Jakarta. PM 2,5 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer) dan berbahaya untuk kesehatan.
Berdasarkan pemantauan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, rata-rata suhu udara selama minggu keempat Oktober 2019 meningkat 2-3 derajat celsius lebih tinggi dibandingkan dengan pekan ketiga Oktober 2019.
Pada pekan keempat Oktober ini, suhu udara maksimal mencapai 36,17 hingga 37,75 derajat celsius. Adapun pekan ketiga Oktober 2019, suhu udara maksimal berkisar 34,60 hingga 35,68 derajat celsius.
Angka tersebut berdasarkan hasil pemantauan suhu udara di Bundaran HI (Jakarta Pusat), Kelapa Gading (Jakarta Utara), dan Jagakarsa (Jakarta Selatan).
Tak adanya dampak suhu panas pada kualitas udara juga terlihat pada data tren konsentrasi PM 10 dari situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Gerak semu matahari
Seperti diberitakan sebelumnya, suhu panas yang melanda Indonesia beberapa hari ini diperkirakan berlangsung hingga seminggu ke depan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG R Mulyono R Prabowo menjelaskan, selain karena minimnya awan, fenomena suhu panas ini dipicu gerak semu matahari yang berada di atas wilayah Indonesia.
Kondisi itu menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak sehingga meningkatkan suhu udara pada siang hari. Kondisi atmosfer juga akan cukup kering sehingga menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari.
Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun. Berarti, potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahun.