Ancaman narkoba terhadap generasi muda kian nyata di depan mata. Sejalan dengan munculnya kasus-kasus baru, pemberantasan sindikat narkoba masih sulit dilakukan.
Oleh
STEFANUS ATO/ AGUIDO ADRI
·4 menit baca
KOMPAS/STEFANUS ATO
Aparat Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menunjukkan 30 kilogram sabu di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Ancaman narkoba terhadap generasi muda kian nyata di depan mata. Sejalan dengan munculnya kasus-kasus baru, pemberantasan sindikat narkoba masih sulit dilakukan. Perlu kesadaran bersama menolak penggunaan barang terlarang ini.
Penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, 24 persen-28 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah remaja. Angka itu lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya sekitar 20 persen.
Di satu sisi, upaya pemberantasan terhadap kejahatan narkoba yang dilakukan BNN dan Polri kian masif. Pada tahun 2018, BNN berhasil mengungkap 914 kasus dengan jumlah tersangka 1.355 orang. Pada tahun itu pula, Polri mengungkap 33.060 kasus dengan jumlah tersangka 43.320 orang.
Peristiwa terakhir, Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat, pada 16 Juli 2019, di Jakarta, merilis lagi sebuah kasus penyelundupan 30 kilogram (kg) sabu yang digagalkan aparat kepolisian pada 9 Juli 2019, di wilayah Pekanbaru, Riau. Sabu seberat 30 kg itu diangkut menggunakan mobil dan rencananya akan diedarkan di Jakarta.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Kepala Unit I Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Arif Purnama Oktora
Menurut Kepala Unit I Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Arif Purnama Oktora, sabu itu dikirim dari Malaysia. Dia menduga jumlah keseluruhan barang haram yang diselundupkan lebih banyak dari jumlah sabu yang digagalkan Polres Metro Jakarta Barat.
”Mungkin lebih dari pada jumlah yang ada saat ini. Namun, sabu itu dipecah dalam beberapa kapal untuk diedarkan masing-masing sesuai permintaan,” kata Arif.
Dari pengungkapan kasus itu, empat pelaku dengan inisial HA (26), AR (20), PA (49), dan SB (37) berhasil ditangkap. Mereka berperan sebagai pengedar yang akan membawa dan menjual sabu itu ke Jakarta. Namun, pihak pengirim dan pemilik barang haram itu belum berhasil ditangkap atau masih dalam penyelidikan.
Sulit dibongkar
Pengamat narkotika Inspektur Jenderal (Purn) Benny Josua Mamoto, saat dihubungi pada Kamis (18/7/2019), mengatakan, upaya membongkar jaringan narkoba hingga ke akar-akarnya bukan perkara mudah. Narkoba termasuk kejahatan luar biasa dan memiliki jaringan lintas negara yang terorganisasi dengan sangat baik. Meski demikian, hubungan antara sesama sindikat sering kali tidak saling mengenal.
KOMPAS/DHANANG DAVID ARITONANG
Wakil Direktur Sekolah Kajian Strategis dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Irjen (Purn) Benny Mamoto.
”Antara produsen, distributor besar, dan pengedar bisa tidak saling kenal atau hanya (berhubungan) melalui alat komunikasi atau perantara langsung. Dengan demikian, jaringan seperti ini sulit diungkap,” kata Benny.
Sistem ini merupakan strategi dari sindikat untuk menghindari aparat keamanan. Dulu, untuk memasukkan narkoba ke suatu negara, kurir menjemput narkoba itu langsung dari tangan distributor atau produsen dan kemudian diserahkan ke pihak pemesanan. Namun, pola itu kian bergeser dengan sistem estafet atau berganti-ganti kurir di setiap negara.
”Hal ini dilakukan karena sudah banyak yang teridentifikasi saat berangkat dan ditangkap saat pulang. Maka modusnya kemudian berubah menjadi estafet,” ujarnya.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Arman Depari menambahkan, di Indonesia, sindikat yang beroperasi tidak selalu sama. Sindikat itu terdiri atas berbagai jaringan.
”Jaringan inilah yang kemudian diungkap oleh BNN dari waktu ke waktu. Seperti tahun lalu, BNN mengungkap 80 jaringan. Tahun ini saya kira sudah ada sekitar 15 jaringan,” kata Arman.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Arman Depari
Sindikat narkoba yang ditemukan BNN atau yang selama ini berhasil terungkap hanya terdiri atas tiga lapisan, yaitu bandar, pengedar, dan pemakai. Padahal, untuk jaringan narkoba, sindikat paling tidak terdiri dari lima lapisan, terdiri dari master mind, produsen, bandar, pelaku-pelaku di lapangan (pengedar), dan pemakai.
”Sindikat itu adalah jaringan-jaringan yang sebenarnya tidak lengkap karena sebagian narkoba yang masuk ke Indonesia berasal dari luar negeri atau orang asing. Oleh karena itu, jaringan atau sindikat narkoba di Indonesia pada umumnya adalah bagian dari sindikat internasional,” ucap Arman.
Kerja sama
Menurut Arman, untuk mengungkap kasus besar (sindikat), diperlukan kerja sama internasional. Hal itu karena sebagian besar sindikat yang beroperasi di Indonesia berasal dari Eropa, Tiongkok, Taiwan, Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Vietnam. Tiongkok dan Myanmar adalah pemasok terbesar sabu dan metamfetamin ke Indonesia. Sementara Malaysia menjadi tempat transit narkoba terbanyak ke Indonesia.
Penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulteng mengatur barang bukti dari pengungkapan narkoba seberat 3,5 kilogram di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (9/7/2019).
Menurut Arman, BNN selama ini baru berhasil menangani bagian hilir. Sementara di bagian hulu, baik itu master mind, produsen, pengendali, pengatur keuangan, maupun pengirim, masih sulit disentuh. Hal itu karena adanya perbedaan hukum antarnegara yang menyebabkan para penegak hukum tidak leluasa menangkap para pelaku di negara lain.
Benny menambahkan, contoh kerja sama antarnegara yang berhasil mengungkap salah satu sindikat narkoba jaringan internasional hingga ke produsen adalah kasus Freddy Budiman pada tahun 2011. Saat itu, ada jalinan kerja sama yang baik antara aparat keamanan, Bea dan Cukai, serta National Narcotics Control Commissions China (NNCC).
”Narkoba adalah kejahatan terorganisasi lintas negara sehingga kerja sama internasional sangat mutlak. Narkoba menjadi musuh bersama negara di dunia sehingga tidak ada resistensi dan bahkan serius bekerja sama karena daya rusaknya sangat serius terhadap generasi muda,” kata Benny.