Keluarga dari empat korban kericuhan yang terjadi di sejumlah daerah di Jakarta, 21-22 Mei 2019, mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. Ini karena keluarga korban mengaku menerima ancaman.
Oleh
Aguido Adri
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keluarga dari empat korban tewas saat kericuhan di sejumlah daerah di Jakarta, 21-22 Mei 2019, mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban pada Senin (17/6/2019). Pengajuan karena keluarga korban mengaku menerima ancaman.
Empat korban dimaksud, M Harun al Rasyid (15), Farhan Syarefo (31), Adam Nurian (19), dan Sandro (32).
Kuasa hukum dari empat keluarga korban mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), di Jakarta, sekitar pukul 11.00 WIB, Senin.
Wisnu Rakadita, salah satu kuasa hukum mengatakan, keluarga dari empat korban merasa butuh perlindungan karena menerima ancaman dan intimidasi.
“Kami minta perlindungan kepada LPSK. Klien-klien saya mendapat ancaman berbentuk verbal ketika hendak mengambil jenazah korban. Keluarga mengaku ancaman diduga dari kepolisian yang meminta agar keluarga korban tidak memperpanjang kasus tersebut,” katanya.
Juru Bicara LPSK Mardiansyah menuturkan, LPSK perlu menelaah permohonan tersebut lebih dahulu sebelum mengabulkannya.
“Ini baru proses awal kami juga akan berkoordinasi dengan Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) terkait permohonan keluarga korban. Keluarga korban menilai kerusuhan 21-22 Mei 2019 sebagai pelanggaran HAM berat,” katanya.
Oleh karena itu, kata Mardiansyah, LPSK butuh pandangan Komnas HAM terkait kejadian kericuhan tersebut, dianggap pelanggaran HAM berat atau tidak.
"Jika pelanggaran HAM berat, di UU, kami memang berpatokan surat keterangan dari Komnas HAM. Surat keterangan apakah memang korban-korban ini dinyatakan sebagai korban dari pelanggaran HAM yang berat," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membantah personil kepolisian telah mengintimidasi keluarga korban. Apalagi mengancam keluarga korban agar kasus yang menimpa korban tidak diusut kepolisian.
Ini dibuktikan dengan upaya kepolisian yang masih berupaya mengusut tuntas kericuhan 21-22 Mei 2019, termasuk sembilan korban yang tewas saat kericuhan.