JAKARTA, KOMPAS—Kandungan alkohol pada minuman keras atau miras bisa memicu penurunan kemampuan mengendalikan perilaku bagi yang mengonsumsi cairan itu. Bukan hal yang mustahil, kondisi itu bisa berujung pada terjadinya tindak kekerasan. Karenanya, pengendalian peredaran miras oleh negara diperlukan, terutama untuk mencegah anak dan remaja mengenal miras dari toko ritel.
Dokter Adhi Wibowo Nurhidayat, Direktur Eksekutif Indonesia Neuroscience Institute (INI) menjelaskan, tindakan kekerasan termasuk hingga pembunuhan setidaknya melibatkan tiga bagian otak. Bagian yang dimaksud antara lain area dorsolateral yang merupakan pusat pengambilan keputusan bahwa sesuatu itu baik ataukah buruk, area orbitofrontal (pusat inhibisi, untuk menghentikan tindak kekerasan); serta amigdala (pusat rasa takut, yang jika terganggu akan membuat seseorang tidak takut melakukan kekerasan).
“Pada peminum alkohol, ketiga bagian otak ini juga terpengaruh,” tuturnya kepada Kompas, Kamis (27/12/2018).
Adhi mengatakan sifat alkohol pada miras yang bisa “menutup” kesadaran. Dalam sains, begitu kesadaran seseorang tertutup, ia bisa melakukan apa saja, baik tindak kriminalitas, pemerkosaan, hingga pembunuhan. “Itu yang bisa terjadi ketika seseorang teler atau mabuk,” ujarnya.
Meski demikian, volume miras dan kadar alkohol yang sama belum tentu punya efek serupa pada semua orang. Namun, Adhi menyebutkan, jika kadar alkohol dalam darah 100-150 miligram per desiliter, pengonsumsi miras akan mengalami inkoordinasi (otot-otot tidak bekerja sama), dan jika sudah melebihi 200 miligram per desiliter, pengonsumsi mulai kehilangan kesadaran.
Adhi merekomendasikan pengendalian lebih ketat terhadap penjualan miras. Ia mendukung pelarangan penyediaan miras di minimarket-minimarket karena penjualan di sana memudahkan anak dan remaja mengakses miras. Apalagi, ada minuman dengan rasa manis yang mengandung alkohol.
Seperti diberitakan, seorang anggota TNI Angkatan Udara, Sersan Dua JR, menembak Letnan Kolonel Cpm Dono Kuspriyanto yang merupakan staf Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat, pada Selasa (25/12/2018) malam. Kejadian diduga akibat sepeda motor JR berserempetan dengan mobil dinas yang sedang dikemudikan Joko. Tim gabungan yang menangkap JR, dia disergap dalam kondisi mabuk.
Sementara Kepala sub Dinas Penerangan Umum Dispenau Letnan Kolonel Sus M Yuris, JR dalam kondisi layak secara psikologis memegang senjata. JR sudah mengikuti tes psikologi bulan Mei 2018 untuk menggunakan senjata pada periode November 2018-November 2019. Penembakan terjadi diduga karena JR sedang dalam pengaruh alkohol. (JOG)