Hadiah Magsaysay untuk Kegigihan Bang Ali Membangun Jakarta
Gubernur Jakarta Ali Sadikin menerima Hadiah Magsaysay karena kreativitas dan pandangannya yang jauh ke depan dalam perencanaan dan penatalaksanaan kota yang modern (Arsip "Kompas", 14 Desember 1971).
Oleh
·2 menit baca
Gubernur Jakarta Raya Ali Sadikin (1927-2008) menjadi orang Indonesia keempat yang menerima Ramon Magsaysay Award atau Hadiah Magsaysay tahun 1971. Pendahulunya adalah Mochtar Lubis (1958) untuk kategori wartawan, Raden Kodijat (1961) untuk kategori pelayanan pemerintahan, dan Koesna Poeradiredja (1962) untuk kategori kepemimpinan dalam masyarakat.
Bang Ali dinilai berhasil dalam menjalankan pemerintahan ibu kota RI, karena kreativitas dan pandangannya yang jauh ke depan dalam perencanaan dan penatalaksanaan kota yang modern (Kompas, 14 Desember 1971).
Dalam upacara penerimaan hadiah tersebut di Manila, Filipina, Bang Ali mengakui bahwa tugas yang dipikulnya berat, terutama saat berusaha mengetengahkan pembaruan sosial dan ekonomi. Menurut Bang Ali, masyarakat yang dihadapinya masih sulit menerima perubahan karena latar belakang budaya mereka.
Bang Ali terpicu untuk memacu pembangunan Jakarta, karena menurut dia, masih jauh ketinggalan dibandingkan kota-kota metropolitan negara-negara tetangga. Bang Ali bertekad mengejar ketertinggalan itu.
Hadiah Magsaysay diberikan setiap tahun untuk mengenang Ramón del Fierro Magsaysay Sr (1907-1957), politisi dan presiden ke-7 Filipina. Hadiah Magsaysay yang sering disebut sebagai Hadiah Nobel versi Asia, dikelola oleh Ramon Magsaysay Award Foundation (RMAF), sebuah lembaga nirlaba. RMAF dibentuk pada tahun 1957 oleh para wali amanat Rockefeller Brothers Fund yang berpusat di Kota New York, Amerika Serikat, dengan persetujuan pemerintah Filipina.
Hingga saat ini sudah sebanyak 23 orang dan lembaga di Indonesia penerima penghargaan bergengsi tersebut dalam berbagai kategori. Beberapa di antaranya adalah Soejatmoko (1978), Abdurrahman Wahid (1993), Pramoedya Ananta Toer (1995), Atmakusumah Astraatmadja (2000), Teten Masduki (2005), Ahmad Syafii Maarif (2008), Komisi Pemberantasan Korupsi (2013), dan Abdon Nababan (2017).