Ketidaktahuan Lokasi Penjemputan Ojek Sebabkan Perkelahian
Oleh
Andy Riza Hidayat
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkelahian singkat antara dua sopir ojek pangkalan dan seorang sopir ojek daring di depan Stasiun Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (10/12/2018) siang, disebabkan ketidaktahuan sopir ojek daring mengenai lokasi penjemputan yang telah disepakati kedua pihak. Permasalahan itu diselesaikan secara mandiri oleh kedua pihak tanpa laporan kepada polisi.
Kepala Pos Polisi Subsektor Manggarai, Kepolisian Sektor Tebet, Inspektur Satu Djoko Saptono, Selasa, mengatakan, permasalahan melibatkan Ewil (20) dan seorang rekannya melawan seorang sopir ojek daring Go-Jek. Ewil adalah anak sopir ojek senior di Manggarai, Supardi (53).
”Sopir Go-Jek itu menjemput penumpang di depan sopir-sopir opang (ojek pangkalan). Ketika Ewil menegur, dia malah turun dari sepeda motor, kemudian memukulnya. Akhirnya dibalas, sampai terjadi pertengkaran. Setelah itu, kedua pihak bubar,” kata Djoko.
Djoko menduga, sopir ojek daring yang dibiarkan pergi setelah perkelahian itu tidak mengetahui zonasi yang telah ditetapkan sebagai zona jemput bagi ojek pangkalan dan daring. Sebab, lanjut Djoko, sopir tersebut tidak mangkal di depan Stasiun Manggarai. Padahal, telah dipasang papan penanda batas jemput bagi ojek daring serta spanduk peringatan di Jalan Manggarai Utara 1.
Ojek pangkalan mendapat zona jemput di depan pintu gerbang Stasiun Kereta Api Manggarai. Lokasi itu dekat dengan jalan keluar bagi penumpang dari Stasiun KRL Manggarai yang perlu menyusuri trotoar berpagar dari gerbang stasiun.
Sementara itu, ojek daring dapat menjemput penumpang di pangkalan bus transjakarta serta di depan gerbang masuk stasiun KRL yang dibatasi pagar. Papan penanda batas zona jemput yang diletakkan di depan gerbang Stasiun Manggarai berjarak sekitar 100 meter dari pangkalan ojek biasa.
Di samping itu, ojek daring dapat menjemput penumpang di depan Alfamart Jalan Manggarai Utara 1 dan di Jalan Manggarai Utara 2. Untuk menurunkan penumpang, ojek daring dapat memilih tempat mana pun, termasuk di depan tempat ojek pangkalan.
Berdasarkan keterangan Ewil kepada Supardi, pertengkaran itu segera dilerai dan disusul oleh perdamaian kedua pihak. Namun, menyebarnya video pertengkaran itu di platform media sosial Instagram dan Youtube menyebabkan permasalahan susulan. Senin malam, para sopir daring berkumpul dan mulai menyerukan provokasi.
”Mereka bilang, ’Ayo, Manggarai kita bikin ijo’ (sesuai warna helm dan jaket para sopir). Saya langsung menemui mereka, tanya maksud mereka apa. Untungnya saya langsung dipertemukan dengan koordinator lapangan ojol (ojek online) yang namanya Billy. Udah deh, setelah ngobrol dan damai, mereka bubar,” tutur Supardi.
Ia menambahkan, adanya empat lokasi jemput bagi sopir ojek daring membuktikan komunitas ojek pangkalan di Stasiun Manggarai yang beranggotakan 70 orang tidak menolak kehadiran ojek daring. Apalagi, mayoritas sopir ojek pangkalan di Stasiun Manggarai sudah bergabung dengan salah satu aplikator ojek daring. Mereka mengenakan jaket mereka secara terbalik sehingga nama aplikator tersembunyi di bagian dalam.
”Jadi ini gesekan-gesekan kecil saja. Warga di sini sebenarnya menerima Go-Jek dan Grab,” kata Supardi.
Djoko menyebutkan, tidak ada satu pihak pun yang melapor kepada polisi akibat perkelahian itu. Ia menyesalkan adanya warga yang merekam dan memviralkan perkelahian tersebut sehingga para sopir ojek daring berkumpul untuk memprovokasi. Menurut dia, masalah ini tidak seharusnya dibesar-besarkan.
Kesepakatan informal
Yasin, pengemudi ojek daring Grab, mengatakan, zona-zona yang telah disepakati seharusnya lebih diperhatikan sopir ojek daring. Aturan tersebut berlaku di semua stasiun di Jakarta.
Ia mengatakan, sopir ojek daring akan meneriaki rekannya yang menjemput penumpang di area ojek pangkalan. ”Kalau udah diingetin tetep enggak mau, biar opang ajalah yang ingetin,” ucap Yasin.
Sopir ojek pangkalan yang merahasiakan namanya menyatakan, pangkalannya adalah zona merah yang tidak boleh dimasuki Go-Jek dan Grab. Seharusnya, sopir ojek daring dapat menghormati aturan di tempat yang bukan wilayah asli mereka. ”Kalau kita ke lokasi baru, kan, harus izin sama yang punya lokasi,” ujarnya.
Meskipun lokasi-lokasi penjemputan telah disepakati, sopir ojek pangkalan menyatakan tidak ada pengaruh yang mereka dapatkan pada jumlah pendapatan. Keberadaan ojek daring praktis mengurangi penghasilan mereka. Untuk mengatasi hal itu, ia bergabung dengan aplikator Go-Jek, tetapi menjadi ojek pangkalan saat jenuh dengan aplikasi.
Caritas (22), salah satu penumpang KRL, mengatakan akan tetap menggunakan ojek daring meskipun di pintu keluar sudah ada ojek pangkalan yang menunggu. Ia tidak keberatan berjalan agak jauh ke lokasi penjemputan ojek daring demi mendapatkan pelayanan yang praktis dan murah. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)