Menyusuri ”Little Korea” di Senayan Yuk!
Tak perlu ke Korea jika ingin mendapatkan pengalaman kecil tentang negeri itu. Cukup datang ke kawasan Senayan, Jakarta, Anda bisa merasakan suasana ”Negeri Ginseng” itu. Makanan, minuman, tempat belanja, dan orang-orangnya, semua serasa Korea.
Berada di sepanjang Jalan Senayan, Kelurahan Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bagai berada di Korea. Di sepanjang jalan ini berderet restoran, toko, dan salon dengan tulisan Hangul atau bahasa Korea. Restoran di kawasan tersebut merupakan generasi pertama sebelum restoran lain buka.
Sore itu, Minggu (16/9/2018), bersama rombongan wisata kreatif Jakarta Food Traveler, kami menyusuri Jalan Senayan. Pandangan kami tertuju pada jajaran restoran Korea, seperti Mapo, Kangnam (B/D), Pumba, 88 Korean Kitchen, dan Jjang Korean Noodle & Grill. Di tempat ini juga ada supermarket khusus yang menjual produk-produk Korea, yaitu Mu Gung Hwa.
Melengkapi restoran itu, ada juga salon khusus untuk laki-laki dengan penata gaya dari Korea. Rata-rata restoran dan toko di sepanjang jalan itu dikelola oleh warga Korea. Selain pengunjung dari berbagai tempat, warga Korea di Jakarta juga mendominasi kawasan itu.
Wisata kuliner
Di pemberhentian pertama, kami mencicipi ayam goreng pedas khas Korea di 88 Korean Kitchen. Orang Korea memang gemar makan ayam goreng tanpa nasi dengan bir dingin atau soju. Kami memilih dua menu, yaitu ayam goreng tepung biasa dan ayam goreng pedas senilai Rp 170.000-Rp 180.000, berisi 8-10 potong ayam.
Pada ayam goreng pedas, kami menemukan cita rasa yang berbeda. Ayam goreng itu berlapis bumbu pedas coklat kemerahan dan mengilap dengan taburan wijen hitam.
Bumbu pelapis itu bertekstur lengket, dengan rasa pedas dan manis. Di lidah terasa cita rasa bumbu pasta pedas khas Korea (gochujang) dan madu. Di sini, pengunjung bisa menyesuaikan level pedas ayam sesuai keinginan mereka. Restoran ini juga menyediakan teh hijau khas Korea yang bisa diisi ulang.
Bagi Anda penyuka camilan, makanan, dan produk-produk Korea, tak ada salahnya mencoba belanja di supermarket Mu Gung Hwa yang dikelola warga Korea. Di sana, Anda dapat membeli permen, es krim, keripik, kue beras (tteok), minuman, ramyun atau mi instan Korea, daging, makanan laut segar, hingga bumbu-bumbu pasta Korea.
Bahkan, selada, kimchi (asinan sawi khas Korea), hingga daun wijen yang digunakan sebagai lalapan menu Korea pun tersedia di tempat ini.
Menurut Ira Lathief, pemandu kami, supermarket Mu Gung Hwa sudah ada sejak 1980-an. ”Awalnya, supermarket itu punya pebisnis bidang perhutanan. Lalu, dia mulai berjualan kimchi untuk orang-orang Korea. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk membuka supermarket,” terang Ira.
Di jalanan itu juga tersedia toko yang menjual suvenir khas Indonesia bernama Butik Somang yang dikelola Nyoya Kwon. Kwon adalah warga Korea yang sudah 20 tahun di Indonesia. Karena itu, dia lancar berbahasa Indonesia.
Menurut Kwon, oleh-oleh yang banyak diburu orang Korea adalah mengkudu kering atau di Korea dikenal dengan sebutan noni. Di toko ini juga banyak terdapat pernak-pernik lain, seperti kain batik, hiasan, aksesori mutiara hitam dan putih, serta aneka biji kopi dan bubuk kopi.
”Di Korea, noni ini harganya sangat mahal. Khasiatnya banyak, untuk obat darah tinggi, kolesterol, dan sebagainya. Orang Korea suka ini,” terang Nyonya Kwon.
Di ujung keintiman dengan kuliner Korea malam itu, kami mampir di restoran mi Korea bernama Legend of Noodle di Jalan Senopati. Ada berbagai mi khas Korea yang disajikan, seperti Jajangmyeon, Haemul Jjampong, Haemul Sujebi, dan Naengmyeon. Semua menu mi disajikan dalam mangkuk besar yang bisa dinikmati dua hingga tiga orang. Harganya Rp 55.000- Rp 100.000 per porsi.
Untuk menu Jajangmyeon, misalnya, adalah perpaduan mi tebal disiram dengan kuah berwarna kehitaman. Kuah hitam itu ternyata adalah bumbu kacang hitam yang terasa manis. Di atas saus ada irisan kulit mentimun, acar lobak, potongan kentang, daging cincang, dan bawang bombay.
Supaya cita rasanya lebih meresap, Anda bisa mencampurkan seluruh saus dengan mi hingga merata. Aroma pasta hitam kedelai (chunjang) sangat terasa saat mi berlumur saus masuk ke mulut. Mi terasa lembut dan kenyal, dengan saus manis dan gurih. Alamak, rasanya juara.
Pengalaman berbeda
Susi Rahmawati (41), warga yang lahir dan besar di Jakarta, baru kali ini mendatangi tempat itu. Karena kesibukan kerja, ia tidak memiliki waktu menjelajahi tempat itu. Pengalaman bersama Jakarta Food Traveler, dia akhirnya mengenali tempat itu. Ternyata, kata Susi, banyak perubahan wajah kota yang belum dilihatnya.
Apalagi, semasa kecil, Susi bersekolah di sekolah dasar (SD) di kawasan Blok S. Saat itu, belum banyak muncul restoran dan toko-toko Korea. Kini, saat saya kembali lagi ke tempat itu, membawa memori dan suasana yang berbeda. Ia pun bisa mencicipi berbagai macam menu khas Korea yang selama ini jarang ia coba, seperti Haemul Jjampong, ayam goreng pedas Korea, dan camilan yang ia beli di Mu Gung Hwa.
”Ternyata cocok juga di lidah. Mungkin karena sudah disesuaikan dengan selera orang Indonesia kali, ya,” ujar Susi.
Toto Sumarto, teman petualangan kami saat itu, selama ini sudah beberapa kali mencoba makan di restoran Korea di Jakarta, seperti Mujigae, Daebak, dan Ojju. Namun, ia belum pernah mencoba makan di restoran lama Korea yang ada di Jakarta, seperti restoran di kawasan Jalan Senayan.
Ia baru mendengar ketenaran Mu Gung Hwa dan restoran Korea di Jalan Senayan dari temannya yang warga negara Korea. Ia pernah mencari tempat itu, tetapi tidak ketemu.
”Ini merupakan destinasi yang berbeda buat orang-orang yang suka kuliner Korea,” kata Toto.
Ira Lathief, penggagas wisata kreatif Jakarta, menuturkan, pilihan wisata ke kawasan itu dipilih sesuai hasil riset sebelumnya. Masih ada petualangan kecil lain yang menarik diikuti, seperti Little Tokyo di Melawai (Blok M), Little India di Pasar Baru, Depok Dutch Town, Tangerang China Town, Dutch Town Bandung, Little Portugis di Kelurahan Tugu, Jakarta Utara, China Town di Glodok, dan Little Arab di Cikini. Anda tertarik, tunggu apa lagi.