JAKARTA, KOMPAS—Penumpang di jalur One Karcis One Trip atau OK Otrip masih ditemukan tanpa menggunakan kartu e-money. Mereka menggantinya dengan membayar uang tunai kepada sopir. Hal itu ditemui pada OK-17 yang melayani trayek Terminal Senen, Jakarta Pusat—Terminal Pulogadung, Jakarta Timur, Kamis (4/10/2018).
Seorang penumpang yang turun di tempat naik-turun penumpang OK Otrip di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, menyodorkan uang Rp 3.000 kepada sopir. Ketika OK-17 memasuki Jalan Pemuda, Jakarta Timur, turun seorang anak sekolah yang menggunakan kartu OK Otrip. Dia melakukan tapping pada mesin pemindai yang berada di dashboard angkot OK-17. Hal itu membuat heran seorang penumpang yang masih berada di dalam angkot.
“Pakai kartu, ya, Pak?” kata penumpang berbaju hitam itu. Dijawab singkat oleh sopir, “Iya, pakai kartu.” Ketika penumpang tersebut turun di bus stop yang berada di Jalan Pemuda, dia membayar sebanyak Rp 5.000.
Di samping itu, terdapat dua orang penumpang yang turun di Terminal Pulogadung. Kedua penumpang ini juga tidak memiliki kartu. “Masih gratis kan?” kata salah seorang dari mereka. sopir menjawab diplomatis, “Ibu bayar boleh, gratis juga boleh,” kata Sopir.
Sopir angkutan tersebut, Asnur Manulang (60) mengakui, penumpang yang tidak memiliki kartu tidak boleh naik OK Otrip. Dia juga mengatakan tidak memaksa penumpang yang tidak memiliki kartu untuk membayar ongkos. “Kan lihat, yang tadi tidak bayar. Kalau mereka bayar bagus, kalau tidak ya tak apa-apa,” kata dia.
Dia mengaku tidak tega untuk melarang warga yang tidak memiliki kartu untuk naik angkot. Hal itu disebabkan rute OK-17 melalui sejumlah kompleks perumahan yang tidak dilalui angkot reguler. “Kalau tidak naik ini, terus mereka naik apa?” katanya.
Pada awalnya, ia sering menanyakan kepada penumpang yang naik apakah mereka punya kartu atau tidak. Namun seiring berjalannya waktu, masih saja ada penumpang yang naik tanpa kartu.
“Mereka itu rata-rata penumpang musiman, artinya bukan yang rutin menggunakan OK Otrip, makanya tidak pakai kartu,” jelasnya.
Salah satu penumpang musiman yang dimaksud adalah Nurhidayah (62). Dia naik OK-17 dari belakang Stasiun Gang Sentiong, Jakarta Pusat, menuju Terminal Senen. Nur mengaku baru pertama kali naik OK Otrip. Biasanya, dia lebih memilih menggunakan ojek daring.
“Tidak ada kartu, ini langsung naik saja karena buru-buru,” kata Nur. Bersamaan dengan Nur, terdapat dua penumpang lain yang juga tidak memiliki kartu. mereka bertiga turun di bus stop menjelang Terminal Senen. Mereka juga membayar tunai kepada sopir.
Penumpang rutin OK-17, Intiha (38) mengaku selalu menemukan penumpang yang tak memiliki kartu saat menumpang OK-17. Respons dari sopir pun bermacam-macam.
Ada sopir yang menanyakan dulu mereka punya kartu atau tidak, tetapi ada juga sopir yang menanyakan setelah penumpang naik. “Kalau yang tidak punya kartu itu, biasanya langsung bayar sama sopirnya,” kata perempuan yang akrab disapa Iin ini.
Iin pun pernah melakukan pembayaran secara manual kepada sopir OK-17. Saat itu, dia hendak pergi ke Terminal Senen dengan tujuan membeli satu lagi kartu OK-Otrip untuk anaknya, Baim. Sementara Iin seudah memiliki kartu untuk dirinya sendiri.
“Waktu ke Senen, saya pergi berdua sama anak. Berhubung kartunya cuma satu, ya ongkos Baim saya bayar pakai uang tunai,” kata Iin.
Kepala Hubungan Masyarakat PT Transportasi Jakarta, Wibowo menyayangkan masih adanya masyarakat yang naik OK Otrip tanpa menggunakan kartu. ketika uji coba OK Otrip berakhir, maka setiap penumpang yang naik OK Otrip harus menggunakan kartu. Selain itu, sopir juga tidak boleh menerima uang dari penumpang karena sudah membayar dengan skema rupiah per kilometer.
“Memang masih ada masyarakat yang terbiasa membayar secara tunai. OK Otrip ini ingin mengubah pola itu, memang masih butuh proses,” kata Wibowo saat dihubungi dari Jakarta.
Sementara untuk sopir yang ketahuan menerima uang dari penumpang akan diberi sanksi. “Sanksinya macam-macam, ada pengurangan kilometer hingga denda,” kata Wibowo. (Insan Alfajri).