JAKARTA, KOMPAS Kemunculan seekor buaya muara di Dermaga Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, medio Juni 2018, belum terpecahkan, muncul lagi seekor buaya di Sungai Grogol, Jakarta Barat, sepanjang sekitar 1,5 meter.
Buaya itu terekam video warga, Rabu (27/6/2018). Buaya tampak tak terganggu bising suara kendaraan di jalan raya yang ramai dan baru masuk ke kedalaman sungai berair keruh tak lama kemudian.
”Kemarin pada jam yang sama, buaya tersebut juga muncul. Saya juga rekam pakai video. Kata orang ada tiga buaya, tetapi saya lihat cuma satu,” ujar Gunawan, salah seorang warga di lokasi.
Seperti halnya buaya muara yang muncul di Dermaga Pondok Dayung, asal buaya di Sungai Grogol juga belum bisa diidentifikasi ”Setelah kami tangkap, secara morfologi atau bisa dengan tes DNA (deoxyribonucleic acid), kami bisa pastikan itu buaya dari habitat alam atau penangkaran,” kata Indra Eksploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat memantau di Sungai Grogol.
Lokasi kemunculan buaya di sungai itu dekat keramaian jalan raya yang sibuk. Lokasinya lebih dari 10 kilometer dari muara sungai di Teluk Jakarta.
Bukan hal aneh
Berdasarkan video viral yang beredar, Indra menduga buaya itu kelaparan atau kurang pakan. Itu dianalisis dari kondisi Sungai Grogol yang sangat kotor.
Terkait dugaan buaya itu hasil penangkaran yang lepas ke alam, hingga kini tidak ada laporan dari penangkaran. Selain itu, lokasi penangkaran terlalu jauh dari Jakarta, yaitu di Serang dan Cikande, Tangerang, Banten.
Berdasarkan data KLHK, di Jakarta masih ada habitat buaya yang memungkinkan lokasi asal buaya. Di Muara Angke masih ada hutan lindung, suaka margasatwa, dan taman wisata alam mangrove, habitat buaya muara. Meski dinamakan buaya muara, reptil purba ini bisa beradaptasi cepat dengan salinitas tinggi di air laut dan air tawar di sungai.
Kemunculan buaya di Jakarta bukan hal aneh. Pada 2016, sebuah video menunjukkan kemunculan buaya di sekitar Sungai Pesanggrahan. ”Intinya, kejadian ini bukan anomali atau fenomena lain. Namun, kami belum tahu pasti dari mana. Bisa karena lepas atau karena banjir terbawa arus dari Angke,” kata Indra.
Peneliti buaya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hellen Kurniati, memberikan tips membedakan buaya penangkaran atau alam. Dari sisi fisik, ujung ekor buaya penangkaran pada posisi ”jatuh”, sedangkan ujung ekor buaya alam cenderung tegak karena sering digunakan berenang. (ICH/WIN)