JAKARTA, KOMPAS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta optimistis tingkat inflasi Lebaran 2018 turun dibandingkan dengan Lebaran 2017, dari 0,46 menjadi 0,45 pada Lebaran tahun ini. Optimisme itu didasarkan pada sebagian besar harga pangan di pasar Jakarta yang stabil. Sistem penjagaan inflasi pangan ini dirintis sejak sekitar empat tahun lalu.
”Selama ini, harga-harga menjelang Lebaran naik dan bergejolak fluktuatif sudah menjadi mitos. Kami mematahkan mitos itu. Harga-harga selama Lebaran di Jakarta jinak-jinak semua,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno pada pertemuan sekaligus penutupan masa kerja tim inflasi harga Lebaran DKI Jakarta di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (19/6/2018). Kondisi itu hasil kerja delapan bulan menjaga harga kebutuhan pokok.
Tingkat inflasi Lebaran di DKI Jakarta sebenarnya mulai terkendali tiga tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, inflasi Lebaran DKI Jakarta pada Juli 2015 masih terpantau 0,97, lalu turun drastis pada puasa dan Lebaran Juli 2016 sebesar 0,64. Pada Lebaran Juli 2017, inflasi Jakarta turun signifikan menjadi 0,46.
Sistem menjaga inflasi itu dirintis pada 2014-2015 dengan revitalisasi tiga badan usaha milik daerah dan perusahaan daerah (PD) bidang pangan. Saat itu, semua pimpinan BUMD dan PD bidang pangan diisi profesional bidang grosir dan pasokan pangan.
Menurut Kepala Biro Perekonomian DKI Jakarta Sri Haryati, perkiraan inflasi 0,45 pada masa Lebaran didasarkan pada data Bank Indonesia dan pantauan harga pangan yang stabil.
Faktor penekan inflasi tahun ini di antaranya adalah harga beras, cabai merah keriting, dan daging sapi yang terpantau stabil di pasaran. Adapun kenaikan harga terjadi pada makanan jadi dan bahan tekstil. ”Faktor inflasi yang sulit kami kendalikan dari administered price, seperti tiket pesawat, kereta, dan tarif transportasi umum,” katanya.
Biasanya, kata Sri, BPS mengeluarkan angka inflasi resmi pada bulan berikutnya setelah Lebaran. Menjelang puasa, BPS DKI Jakarta merilis lonjakan inflasi jelang bulan puasa pada Mei menjadi 0,45. Inflasi April sebesar 0,06 dan Maret 0,09.
Faktor penyumbang tertinggi adalah kenaikan harga daging ayam dan telur ayam ras. Hingga Lebaran, harga ayam ras di pasaran Jakarta stabil tinggi, yakni Rp 37.500 per ekor. Adapun telur turun menjadi sekitar Rp 24.000 per kilogram dari awal puasa
Rp 28.000 per kg.
Beragam langkah ditempuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan BUMD serta PD bidang pangan guna menjaga gejolak harga di pasaran. Sejumlah langkah itu mulai dari menjaga pasokan bekerja sama langsung dengan daerah penghasil komoditas, penyimpanan pasokan di penyimpan dingin controlled atmosphere storage, serta menggelar pasar murah di kantor wali kota, pasar-pasar, dan kelurahan.
Faktor lain yang cukup membantu adalah program subsidi pangan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang juga turut memberi andil menekan harga.
Beras dan daging
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan pasokan beras memasuki Lebaran sejak tiga bulan sebelumnya. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan beras Jakarta yang mencapai 30.000 ton per hari. Pada H+4 ini terdapat pasokan beras hingga 35.000 ton di Pasar Beras Cipinang.
”Kami sudah petakan titik-titik panen di mana saja sejak tiga bulan sebelumnya, lalu memasok dari daerah-daerah yang panen itu. Hingga H-2, kami masih produksi beras penuh 100 persen,” tuturnya.
Adapun Direktur Utama PD Dharma Jaya Johan Romadhon mengatakan, harga daging sapi di pasaran masih bertahan tinggi, yaitu sebesar Rp 120.000 per kg. PD Dharma Jaya sebenarnya menyediakan pasokan daging sapi beku yang harganya Rp 78.000 per kilogram.
Kendati tidak terjadi lonjakan tinggi, pihaknya mengatakan masih sulit menurunkan harga daging sapi. Masyarakat yang masih memilih daging segar daripada daging beku dituding menjadi penyebabnya. (IRE)