JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah sopir bus di Terminal Bus Terpadu Sentra Timur Pulo Gebang mengeluhkan sepi penumpang, Minggu (10/6/2018). Waktu tempuh yang lama, harga tiket yang kerap dinaikkan mendadak, jam keberangkatan yang sering molor, dan kebiasaan menaikkan penumpang di tengah perjalanan menjadi alasan penumpang memilih moda transportasi lain.
Berdasarkan data terminal, pada H-8 hingga H-6 Lebaran tahun 2017, jumlah penumpang yang berangkat 16.087 orang menggunakan 470 bus. Adapun pada tahun ini jumlah penumpang yang berangkat 23.127 orang menggunakan 724 bus. Jika pada 2017 rata-rata penumpang dalam satu bus adalah 34 orang, tahun ini rata-ratanya menurun menjadi 32 orang.
Di pintu keluar Terminal Pulo Gebang, Jakarta, seorang kernet bus berteriak marah karena tidak mendapat tempat parkir. Seorang pengojek datang menghampiri dan mencoba menenangkannya.
Penumpukan bus di pintu keluar kerap terjadi jika ada bus yang menunda jam keberangkatan akibat kurang penumpang.
Wandi (43), pengemudi bus PO Bhineka, mengatakan baru empat kursi yang terisi dari jumlah total 59 kursi. ”Kondisinya sekarang begini. Walaupun udah H-5, nyari penumpang tetap aja susah,” katanya.
Bus yang dikemudikan Wandi adalah bus tujuan Pekalongan, Jawa Tengah. Jika perjalanan lancar, jarak Jakarta-Pekalongan bisa ditempuhnya dalam durasi delapan jam.
”Saya enggak mau nyopirin yang jauh, soalnya saya pengen ngejar rit, makin banyak rit, kan, makin banyak pendapatan,” katanya. Jika bus yang dikendarainya penuh, Wandi bisa mengantongi komisi Rp 50.000.
Wandi mengatakan, jika saat berangkat penumpang masih sepi, ia terpaksa menaikkan penumpang di tengah jalan agar mendapat pemasukan selain dari komisi.
”Sekarang mah susah, apalagi Lebaran tahun ini, banyak banget mudik gratis. Jadi, jumlah penumpang juga turun banget. Kalau begini terus, enggak tau Lebaran tahun depan, mungkin kami udahkelar karena enggak laku lagi,” katanya menambahkan.
Hal senada juga diungkapkan Parmin (53), pengemudi PO Raya. ”Iya, tahun ini emang kerasa beda, liat aja bus yang parkir di pintu keluar. Kebanyakan mereka padanunda keberangkatan karena penumpangnya masih sepi,” katanya.
Tidak nyaman
Di pintu keberangkatan, Aan (28) berjalan mondar-mandir tidak tentu arah. Barang-barangnya digeletakkan begitu saja. Tidak lama kemudian, seorang wanita dan seorang pria tergopoh datang menghampirinya. ”Maaf Mas, bentar lagi busnya sampai, lagi di perjalanan, udah dekat banget, kok,” ujar perempuan itu mencoba menenangkan penumpang yang tampak kesal itu.
Aan adalah pemudik tujuan Bengkulu yang membeli tiket bus PO SAN. ”Tadi pagi, saya disuruh ke sini pukul 05.30, katanya bus akan segera berangkat. Namun, ketika saya sudah naik malah disuruh turun, katanya saya salah bus, dan akan diberangkatkan pukul 09.00,” kata Aan menerangkan.
Pada pukul 11.19, akhirnya Aan diberangkatkan setelah dua kali diturunkan dari bus dengan alasan yang sama. ”Pokoknya kecewa berat. Kalau ada moda transportasi lain yang terjangkau, pasti saya pilih yang lain,” katanya.
Tyo (24) mengatakan memilih moda transportasi kereta api karena lebih cepat. Dari Jakarta, ia biasa menggunakan Kereta Tawangjaya untuk menuju Semarang. Dengan tiket Rp 120.000, rute Jakarta-Semarang ditempuh dalam waktu lebih kurang tujuh jam. ”Enakan naik kereta, jadwalnya sudah pasti dan waktu tempuhnya juga lebih pendek,” katanya.
Angelina (20) juga lebih memilih moda transportasi kereta api daripada bus. ”Enggak suka naik bus. Dulu pernah dapat bus yang enggak nyaman, goyang-goyang terus sepanjang jalan. Terus sopir pada sering ugal-ugalan, ngebut banget di jalan dan tiba-tiba ngerem mendadak,” katanya.