JAKARTA, KOMPAS Sebelum pengoperasian fase 1 MRT Jakarta pada Maret 2019, pihak manajemen memastikan operasional akan berjalan aman. Untuk itu, PT MRT Jakarta dan Polda Metro Jaya menandatangani nota kesepahaman terkait kerja sama pengamanan obyek vital.
Sebelumnya, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan sudah menulis surat kepada PT MRT Jakarta. Isinya, MRT Jakarta merupakan salah satu obyek vital nasional. ”Aspek pengamanan proyek dan keamanan operasional MRT pun menjadi penting,” kata Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Agung Wicaksono di sela penandatanganan nota kesepahaman di kantor MRT Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan Silvia Halim selaku Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta dan Kombes Usman Heri Purwono selaku Direktur Pengamanan Obyek Vital Polda Metro Jaya. Turut hadir komisaris MRT, jajaran kepolisian Polda Metro Jaya, serta perwakilan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).
Soal keamanan semakin penting. Apalagi, sesuai survei terbaru, potensi penumpang MRT akan mencapai 130.000 penumpang per hari. Mekanisme pengamanan sama pentingnya dengan kenyamanan dan keselamatan penumpang.
Untuk obyek vital, lanjut Agung, 13 stasiun di fase 1 sepanjang 16 kilometer merupakan obyek vital. ”Ada tiga stasiun yang tergolong besar, yaitu Lebak Bulus, Blok M, dan Bundaran Hotel Indonesia. Sepuluh stasiun lain, gardu induk, dan depo merupakan obyek vital,” ujarnya.
Usman menjelaskan, penandatanganan nota kesepahaman tersebut menjadi payung hukum dari perjanjian kerja sama yang akan dilakukan untuk pengamanan.
Saat ini, potensi yang ada bukan lagi ancaman, melainkan langsung serangan. ”Itu sebabnya pengamanan tidak hanya untuk operasional MRT fase 1 saja, tetapi juga pengamanan proyek pembangunan fase dua, tiga, dan seterusnya,” kata Usman.
Survei lapangan
Setelah penandatanganan nota kesepahaman, lanjut Usman, Senin pekan depan pihak kepolisian akan menyurvei ke-13 titik stasiun yang terdiri atas tujuh layang dan enam bawah tanah. Tim juga akan pergi ke gardu induk, power plant, dan menyusuri jalur. ”Kami akan survei dan membaca potensi keamanan di sana seperti apa,” ucapnya.
Selanjutnya, setelah membaca aspek keamanan, akan diikuti pelaksanaan aspek detail, seperti penyiapan kantor keamanan terpadu, menyiapkan peralatan keamanan, seperti CCTV atau kamera pemantau. ”CCTV ini juga mesti disiapkan yang berkemampuan face recognition atau kamera berkemampuan mendeteksi wajah, selain juga CCTV surveilance. Dua jenis kamera itu bisa dipakai untuk antisipasi,” tutur Usman.
Hal lain yang harus disiapkan adalah peralatan teknologi informasi dan sumber daya manusia untuk pengamanan. ”Personel pengamanan ini bukan hanya dari aspek kuantitas, melainkan juga kualitas. Personel pengamanan obyek vital akan mendampingi personel dari MRT,” kata Usman.
Oleh karena MRT merupakan hal baru, termasuk bagi kepolisian, ditambah keberadaan stasiun bawah tanah, MRT Jakarta akan mempelajari cara-cara pengamanan obyek vital ke negara yang berpengalaman. ”Kami akan belajar juga ke Jepang dan Bangkok, Thailand,” ujar Agung. (HLN)