JAKARTA, KOMPAS — Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi alias Kak Seto menegaskan, anak yang terperangkap dalam paham radikalisme adalah korban. Namun, anak-anak itu masih memiliki harapan disembuhkan dengan penanganan yang tepat.
Kak Seto mengatakan hal itu dalam diskusi bertema ”Pencegahan Radikalisme terhadap Anak-anak” di Markas Polda Metro Jaya, Rabu (23/5/2018).
”Anak yang terperangkap dalam radikalisme adalah korban dari lingkungan yang sangat tidak kondusif. Anak atau remaja dalam masa yang sangat galau, penuh tekanan dan kurang apresiasi, sehingga mereka mudah sekali diiming-imingi. Akhirnya mereka tertarik pada geng motor, pornografi, seks bebas, dan radikalisme,” katanya.
Menurut Kak Seto, yang pernah mewawancarai anak pelaku terorisme, anak-anak itu mendapat iming-iming yang keliru. Mereka diiming-imingi kalau berjihad dengan membunuh kafir atau polisi, saat mati langsung masuk surga. Sementara kalau mati biasa, banyak pertanyaan dari malaikat.
”Keluarga Dita (pelaku pengeboman di Surabaya) adalah keluarga tertutup. Anaknya homeschooling, tetapi bukan dengan mendatangkan guru ke rumah,” kata Kak Seto.
Kak Seto mengimbau apabila menemukan keluarga yang tertutup seperti keluarga Dita agar ditegur, diajak keluar, diajak terbuka, dan diajak bergaul. Kalau ada indikasi ajaran menyimpang segera dilaporkan kepada pihak berwajib.
Menurut Kak Seto, anak-anak yang terpapar paham radikalisme masih bisa disembuhkan asalkan mereka mendapatkan penanganan psikologis yang profesional dan bergantung pada jenis kepribadian serta pengalaman traumatik setiap anak.
”Harus ada penanganan psikologis karena mereka bisa meneruskan ajaran orangtuanya karena kecewa atau frustrasi. Mereka harus tetap mendapatkan kasih sayang. Mereka korban, bukan pelaku,” ujarnya.