Wisata Advokasi Penyandang Disabilitas Kembali Digelar
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komunitas Wisata Bebas Hambatan Jakarta (Jakarta Barrier Free Tourism/JBFT) mengadakan kegiatan perjalanan dari ke Taman Spatodhea, Jakarta Selatan, Minggu (29/4/2018).
Perjalanan oleh para penyandang disabilitas dan simpatisan nondisabilitas itu dilakukan dengan menggunakan transportasi umum.
Koordinator Komunitas JBFT, Trian Airlangga, mengatakan, perjalanan ke Taman Spatodhea merupakan perjalanan ke-41. Komunitas yang telah berdiri sejak 2012 itu rutin mengadakan perjalanan ke ruang publik menggunakan transportasi umum setiap bulan.
Pada perjalanan kali ini, peserta berkumpul di Stasiun Manggarai pukul 08.00. Peserta terdiri dari 2 pengguna kursi roda, 1 tunanetra, 1 tunarungu, dan 3 simpatisan nondisabilitas.
Perjalanan dimulai dengan menaiki kereta rel listrik (KRL) jurusan Bogor dari Stasiun Manggarai hingga Stasiun Lenteng Agung. Setelah keluar dari Stasiun Lenteng Agung, mereka menyambung perjalanan menggunakan mikrolet M17 jurusan Lenteng Agung-Pasar Minggu.
Untuk menempuh jarak sejauh 24 kilometer itu, para peserta menghabiskan waktu selama 2,5 jam. Perjalanan menemui banyak hambatan karena infrastruktur di sepanjang jalan menuju stasiun dan pangkalan mikrolet belum memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas.
Misalnya, tidak semua sisi jalan memiliki trotoar yang dilengkapi dengan blok penunjuk jalan (guiding block) untuk membantu tunanetra mencari arah. Selain itu, akses dari trotoar ke pintu stasiun pun tidak dilengkapi bidang miring (ramp) untuk lintasan kursi roda.
Bahkan, tidak semua stasiun menyediakan pintu masuk dan keluar yang sesuai dengan kursi roda. Akibatnya, petugas perlu membuka gerbang pemindaian tiket agar pengguna sepatu roda dapat melintas.
Di dalam kereta tidak ada alat yang menampilkan pergerakan kereta secara visual. Hanya ada pemberitahuan secara lisan. Padahal, tunarungu membutuhkan fasilitas tersebut agar bisa sampai di tujuan.
”Melalui perjalanan ini kami ingin mengingatkan, kami juga memiliki hak untuk mengakses fasilitas publik. Oleh karena itu, kebutuhan kami juga perlu dipenuhi,” ujar Trian.