Menyoal Penyebutan Minuman Keras dan Minuman Oplosan
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
Setiap kali muncul korban akibat minuman oplosan zat berbahaya selalu muncul penyebutan bahwa korban menenggak minuman keras. Padahal, sebetulnya minuman keras belum tentu minuman oplosan zat berbahaya.
Ketua Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Bambang Britono mengatakan, ada kesalahan terminologi yang selama ini keliru dipahami masyarakat. Ia menegaskan, yang dikonsumsi oleh korban bukanlah minuman keras atau miras, melainkan cairan yang mengandung zat kimia berbahaya yang dioplos.
”Sering kali warga, bahkan sebagian aparat, belum paham bahwa minuman keras berbeda dengan minuman oplosan zat kimia berbahaya,” ujar Bambang yang ditemui di kantor GIMMI di Jalan Antasari, Jakarta Selatan, pekan ini.
Ia menjelaskan, yang disebut minuman keras sejatinya adalah minuman yang mengandung etil alkohol (etanol) dengan kandungan lebih dari 20-55 persen.
Minuman dengan kadar tersebut termasuk dalam minuman beralkohol golongan C. Hal itu sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
”Padahal miras itu adanya kalau disepadankan dengan bahasa Inggris itu adalah hard liquor. Hard liquor itu golongan C, minuman dengan etil alkohol tinggi,” ujar Bambang.
Selain minuman beralkohol golongan C, Keppres Nomor 3 Tahun 1997 juga mengatur dua jenis minuman beralkohol lainnya, yaitu golongan A dan golongan B.
Minuman beralkohol golongan A kadar etanol-nya (etil alkohol) sampai dengan 5 persen, yaitu jenis minuman bir. Adapun golongan B adalah minuman yang kadar etanolnya 5 persen-20 persen, dengan jenis minuman anggur. Penggolongan jenis minuman beralkohol yang legal ini berlaku baik untuk produksi dalam negeri maupun impor.
Minuman beralkohol itu termasuk dalam golongan pangan yang bisa dikonsumsi tubuh. Sementara itu minuman oplosan sering kali menggunakan zat kimia berbahaya, seperti metanol, yang bukan untuk dikonsumsi tubuh.
Metanol adalah zat kimia yang berasal dari minyak bumi yang merupakan bahan baku olahan bahan bakar kendaraan bermotor dan kosmetik. Zat ini tergolong zat kimia berbahaya.
”Penggolongan minuman beralkohol itu sudah diatur pemerintah soal legalitasnya. Adapun minuman oplosan zat berbahaya itulah yang menjadi musuh bersama kita,” ujar Bambang.
Hal senada dikatakan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim dan Direktur Tertib Niaga Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggriono Sutiarto.
”Yang berbahaya adalah minuman yang dioplos dengan zat kimia berbahaya yang kandungan dan kadarnya tidak jelas,” ujar Rochim.
Dianggap sama
Bambang menjelaskan, belum dipahaminya penggolongan minuman beralkohol berdampak pada banyak hal.
Salah satunya terlihat dari masih banyaknya aparat yang merazia seluruh produk minuman beralkohol, termasuk golongan a, b, dan c yang sudah jelas legalitasnya.
Warga pun belum paham sehingga sering kali menganggap seluruhnya adalah minuman serupa. Akhirnya banyak yang menganggap minuman oplosan tetap aman dikonsumsi.
”Masih banyak pihak yang menganggap semua minuman beralkohol itu sama saja, bahkan termasuk minuman oplosan,” ujar Bambang.