JAKARTA, KOMPAS - Warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, berdemonstrasi meminta Badan Pertanahan Nasional mencabut sertifikat lahan terkait perusahaan PT Bumi Raya Utama Group. Selain dinyatakan cacat hukum oleh Ombudsman RI, sertifikat tanah perusahaan dipakai memidanakan warga dengan tuduhan penyerobotan lahan.
”Jika sertifikat-sertifikat itu tetap ada, tidak menutup kemungkinan seluruh masyarakat Pulau Pari terancam (dipidanakan),” kata Ketua RT 001 RW 004 Kelurahan Pulau Pari Edi Mulyono di sela aksi damai di depan Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Senin (16/4/2018).
Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara menerbitkan 14 sertifikat hak guna bangunan di Pulau Pari atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa—keduanya anak perusahaan Bumi Raya Utama Group. Selain itu, ada 62 sertifikat hak milik yang nama-nama pemiliknya terkait perusahaan. Ke-76 sertifikat itu membuat kedua perusahaan menguasai 90 persen lahan Pari.
Proses penerbitan 76 sertifikat itu dinyatakan cacat administrasi (malaadministrasi) berdasar laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, seperti diberitakan Senin (9/4). Ombudsman juga merekomendasikan Pemerintah Provinsi DKI mengembalikan peruntukan Pari sebagai permukiman warga/nelayan.
Edi menuturkan, sejumlah warga sudah menjalani proses hukum karena dituduh menyerobot lahan atas dasar sertifikat yang dinyatakan cacat administrasi itu. Pertama, Edi Priadi dipenjara empat bulan (2 Februari-7 Juni 2017), divonis bersalah menyerobot lahan perusahaan.
Kedua, Sulaiman menunggu sidang di PN Jakarta Utara setelah direktur perusahaan melaporkan menyerobot lahan. Ketiga, Ketua Forum Peduli Pulau Pari Sahrul Hidayat dua kali diperiksa polisi atas dugaan sama.
Terkait perkara Sulaiman, sidang perdana semestinya pada Jumat (13/4). ”Namun, jaksa yang menangani belum memberikan surat panggilan untuk sidang kepada saya sehingga, menurut kuasa hukum, tidak perlu dihadiri,” ujar Sulaiman.
Senin kemarin, aksi damai dihadiri sekitar 200 warga Pulau Pari. Mereka menyerukan pencabutan 76 sertifikat tanah.
Oleh karena Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta Muhammad Najib Taufik sedang rapat di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, peserta aksi ditemui staf yang menyatakan, Kementerian sedang rapat menindaklanjuti laporan Ombudsman.
Kanwil BPN DKI punya waktu 30 hari sejak laporan disampaikan untuk mengaudit Kantor Pertanahan Jakut. (JOG)