Nasib 109 Pembeli Apartemen yang Mangkrak di Pondok Kelapa Belum Jelas
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mangkraknya proyek apartemen di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, membuat 109 pembeli yang telah membayar kebingungan. PD Pembangunan Sarana Jaya menargetkan dapat memberi kejelasan nasib mereka pada Maret 2018.
Persoalan itu berawal dari rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membangun apartemen di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada 2013. Kompleks apartemen tersebut menurut rencana dibangun secara bertahap, dengan investasi sekitar Rp 600 miliar yang meliputi tiga menara apartemen. Total luas lahan yang disiapkan untuk apartemen tersebut 3,75 hektar.
PT Gemilang Usaha Terbilang (GUT) adalah pengembang yang bekerja sama dengan PD Pembangunan Sarana Jaya (Sarana Jaya) untuk membangun hunian komersial tersebut. Kerja sama di antara dua perusahaan itu sebenarnya sudah berlangsung sejak 2008. Namun, hingga sekarang pembangunan apartemen tersebut belum rampung.
Direktur Pengembangan PD Pembangunan Sarana Jaya Denan Kaligis, Jumat (23/2), menjelaskan, sudah ada 109 pembeli yang membayar untuk memiliki unit hunian di sana. Beberapa dari mereka bahkan telah membayar uang muka beserta angsuran hingga 6 tahun. Sebagian lagi telah melunasi pembayaran hunian itu.
Seiring tidak adanya kepastian penyelesaian proyek, Sarana Jaya kemudian mencari mitra kerja lain. Pada 20 Desember 2017, PT Totalindo Eka Persada (TEP) Tbk menyatakan minat bekerja sama. Dalam perjalanannya, Sarana Jaya dan Totalindo Eka Persada kemudian sepakat melakukan kerja sama operasi (KSO).
”Awal Januari, Sarana Jaya meminta kepada kami membangun satu dari tower komersial itu untuk dijadikan rumah susun dengan DP Rp 0,” ujar Direktur Utama PT TEP Donald Sihombing, dalam konferensi pers bersama Sarana Jaya di Jakarta.
Permintaan itu disetujui PT TEP. Setelah itu dibuatlah perjanjian KSO dengan porsi Sarana Jaya sebesar 75 persen dan PT TET 25 persen. PT TEP juga diharuskan mengambil alih tanggung jawab PT GUT di Bank DKI sebesar Rp 34 miliar. Nominal uang tersebut turut diperhitungkan sebagai porsi penyertaan PT TEP.
Dengan adanya KSO tersebut, Denan mengatakan akan membicarakan nasib 109 konsumen yang telanjur membayar pembelian unit apartemen mangkrak itu. Ia menargetkan, pada Maret mendatang sudah ada kepastian nasib dari mereka.
”Kami akan bicara satu per satu dengan penjualnya. PT GUT belum lepas, tapi sebentar lagi,” katanya.
Denan menambahkan, sejumlah prosedur administrasi harus dilalui. Prosesnya akan memakan waktu karena melibatkan pihak ketiga. Hingga saat ini, Denan mengaku belum dapat menentukan jalan keluar dari persoalan yang membelit 109 pembeli itu, termasuk skema penggantian uang atau pemberian unit hunian.
Rumah DP Rp 0
Pada kesempatan itu, Denan mengungkapkan, kriteria masyarakat yang dapat memiliki hunian DP Rp 0 tengah dibahas pemerintah. Pembahasan direncanakan rampung pada April mendatang. Pembahasan itu juga menentukan pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang akan menjalankan program tersebut.
”Nantinya BLUD yang akan menentukan kriteria pembeli dan skema pembiayaannya. April direncanakan sudah mulai penjualan,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, program Rumah DP Rp 0 itu akan menggunakan satu dari empat tower yang dibangun PT TEP di Pondok Kelapa. Satu tower terdiri atas 703 unit. Rinciannya, 513 unit tipe 36 dan 190 unit tipe 21. Harga yang dibanderol Rp 320 juta untuk tipe 36 dan Rp 185 juta untuk tipe 21. Menurut Denan, pembangunan satu tower membutuhkan biaya Rp 180 miliar.
Mengenai harga per unit, apabila menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Denan menyiapkan harga Rp 8,8 juta per meter persegi. Adapun untuk tower komersial, harganya dipatok Rp 13 juta per meter persegi. Namun sekali lagi, hingga saat ini pembahasan masih berlangsung dan akan segera diumumkan apabila ketentuan dan regulasi sudah selesai.
”Kami memproyeksikan pada Juni 2019, proyek rumah DP Rp 0 akan selesai dikerjakan,” kata Denan. (DD10)