Empat hari lagi, pada 25 Januari, kita memperingati Hari Gizi dan Makanan. Pikiran pun melayang pada kenangan di Jakarta antara 1970 dan 1980-an. Makanan yang dikenal sebagai ”khas Betawi” sebagian masih bertahan, seperti gado-gado, soto betawi, nasi uduk bumbu kacang dengan semur jengkol, kerak telur, asinan, rujak juhi, dan rujak bebeg.
Di salah satu sudut kawasan Blok S, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, misalnya, pada 1970-an ada abang penjual gado-gado mangkal yang laris. Pakaian ”dinas”-nya kaus oblong putih dan sarung dengan ikat pinggang lebar berwarna hijau dan kantong di salah satu sisinya. Penampilan itu dilengkapi dengan peci hitam di kepalanya.
Ada lagi penjual kerak telur yang biasanya muncul pada bulan Juni seiring Hari Ulang Tahun Kota Jakarta pada 22 Juni. Jumlahnya bisa 75-80 orang di sekitar area Pekan Raya Jakarta. Kerak telur berbahan dasar telur, beras, parutan kelapa dengan bumbu garam, lada, dan bawang merah. Saat ramai pembeli bisa menghabiskan 80 butir telur, tetapi rata-rata 40 butir per hari. Salah seorang penjual kerak telur di PRJ, Arsat, bercerita, begitu PRJ tutup, dia dan banyak penjual kerak telur kembali bekerja sebagai buruh lepas.
Penganan khas Betawi lain yang biasanya muncul menjelang Lebaran sampai Idul Adha adalah dodol. Dodol terbuat dari tepung beras, ketan, kelapa, gula merah, dan gula pasir. Untuk memasak dodol, dibutuhkan kuali besar yang diletakkan di atas api kayu bakar. Sebagai pengaduknya digunakan sebilah kayu berbentuk pendayung sampan. Setelah subuh sampai siang hari, para perempuan mempersiapkan bahan-bahannya, seperti memarut kelapa dan membuat tepung beras dan ketan.
Saat semua bahan baru dimasak, mengaduk adonan dodol tak berat karena relatif masih cair. Namun, begitu adonan mengental dan semakin padat, diperlukan tenaga lebih besar untuk mengaduknya. Memasak dodol memerlukan waktu sekitar 10 jam. Karena itu, sebagian orang menyebut dodol sebagai ”kue lelaki” karena hanya tenaga lelakilah yang bisa mengaduk adonannya. Itu pun harus dilakukan bergantian setiap 15 menit.
Setelah matang, dodol dipotong dan dibungkus. Sebagian dikirim sebagai hantaran untuk tetangga dan keluarga, lainnya dihidangkan saat tamu datang. Dodol tahan beberapa bulan. Karena itu, dodol bisa muncul kembali saat Idul Adha tiba.