Selain tersangka A, petugas menangkap LH (48) dan menyita alat-alat serta bahan baku pembuat pil ekstasi, juga sekitar 11.000 butir pil ekstasi siap edar.
Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari, kemarin, mengatakan, A melarikan diri tahun 2013 dan baru tertangkap Rabu lalu. Selama buron, diduga A membuat pabrik pil ekstasi di tempat lain.
Menurut Arman, kedua tersangka menempati rumah di Perumahan Alam Raya itu selama empat bulan terakhir. Di dalam rumah ditemukan alat pembuat pil ekstasi yang pernah dipakai. Sangat mungkin mereka sudah memproduksi. Pil ekstasi diedarkan di Jakarta dan Jawa Barat, khususnya wilayah Bogor.
Pil ekstasi, kata Arman, biasanya diselundupkan dari negara di Eropa barat, seperti Belanda, Jerman, dan Belgia, ke Indonesia. Namun, sebenarnya sudah sejak lama pil ekstasi bisa dibuat di Indonesia. ”Kualitas pil luar dan lokal pasti beda. Mana yang lebih bagus harus diuji di laboratorium BNN,” katanya.
Arman mengutarakan, karena aparat selalu berhasil menemukan pabrik pil ekstasi, para pengedar memakai cara lain. ”Kami terus menangkap produsen pil ekstasi di Sentul, di Puncak, di Daan Mogot, di Tangerang, dan lain-lain sehingga mereka beralih mengimpor secara ilegal,” lanjutnya.
Anjing penjaga
Untuk menghalau perhatian warga sekitar dan menjaga produksi ekstasi agar tetap tersembunyi, pabrik ekstasi rumahan, A dan LH menggunakan 14 ekor anjing sebagai penjaga. Anjing-anjing itu menghalau warga yang mendekati pagar rumah.
Suhondo (48), ketua rukun tetangga (RT) setempat yang bertempat tinggal tepat di sebelah rumah yang dijadikan pabrik ekstasi, mengatakan, LH mulai menempati rumah tersebut sekitar tiga bulan lalu.
”Saya tahunya, rumah itu punya T. Saya menelepon T untuk memastikan siapa yang tinggal di rumah itu. T bilang bahwa yang tinggal adalah LH, kakak kandungnya,” kata Suhondo ketika ditemui di rumahnya, Kamis. Menurut Suhondo, T saat ini telah ditetapkan sebagai saksi.
Suhondo menceritakan, gonggongan dan bau kotoran anjing-anjing tersebut membuat warga sekitar tidak mau mendekati rumah itu. Kepada Hajijih (52), petugas satpam blok setempat, tersangka LH mengaku memiliki usaha jual-beli anjing.
Suhondo mengungkapkan, LH tidak melaporkan diri ketika mulai menempati rumah tersebut. LH pun tidak pernah bertegur sapa dengannya.
Dalam beberapa kesempatan, LH melakukan kegiatan yang tak biasa. Akan tetapi, Suhondo mengaku tak ada kecurigaan terhadap LH. Pada beberapa minggu pertama LH menempati rumah itu, Suhondo sering melihat LH melakukan pekerjaan las.
”Saya kira (LH) mengelas untuk membuat kandang anjing,” katanya.
Ketika polisi dan petugas BNN melakukan olah tempat kejadian perkara setelah penggerebekan, Suhondo baru melihat bahwa LH ternyata membuat rak besi untuk tempat penyimpanan bahan baku ekstasi.
Hal yang cukup aneh lainnya bagi Suhondo adalah LH sering memesan ojek daring. Namun, ia tidak tahu maksud LH memesan ojek daring tersebut. Berdasarkan pengamatan Suhondo, LH sering bepergian pada siang hari dan pulang tengah malam.
Pabrik ekstasi ini terletak di antara 19 rumah di jalan buntu dengan satu-satunya akses dijaga Hajijih dan seorang rekannya. Rumah-rumah ini menghadap tanah kosong. Rumah di blok ini tergolong mewah dan besar, dengan lima kamar tidur dan garasi untuk lebih dari satu mobil. Warga blok ini rata-rata pekerja di Jakarta dan terbiasa pergi pagi pulang malam. Kesehariannya, blok ini sepi. (WAD/DD17)