JAKARTA, KOMPAS — Program sosial bertajuk Bhinneka yang merupakan singkatan dari ”berbagi kasih sayang untuk sesama”, Sabtu (13/1) di Jakarta, mengajak tamasya anak-anak telantar dari jalanan dan mereka yang dirawat dalam rumah pemulihan ke salah satu pusat pengenalan profesi dan aktivitas industri khusus bagi anak-anak. Mereka melakukan kolaborasi bersama Komunitas Bersyukur Menjadi Indonesia.
Anak-anak usia 2-16 tahun tersebut berasal dari berbagai macam latar belakang budaya dan agama.
Mereka diharapkan berinteraksi dan belajar memahami perbedaan dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan yang penuh keberagaman.
Ina Soewarno, yang mewakili gerakan tersebut, mengatakan, komunitas dan gerakan itu didasari pada keprihatinan ihwal kondisi masyarakat yang cenderung terbelah. Ini terutama terjadi dalam beberapa waktu terakhir yang terkait dengan sejumlah peristiwa politik.
Kondisi tersebut, ujarnya, jika terus didiamkan, dikhawatirkan mengancam pemahaman masyarakat dan generasi berikutnya terhadap keberadaan Indonesia yang majemuk.
Padahal, keberadaan Indonesia, dengan segala potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada, merupakan berkah yang cenderung tidak dimiliki bangsa-bangsa lain.
Deden Rahadian Muslim, pembimbing sejumlah anak jalanan yang turut dalam kegiatan tersebut, mengatakan, persoalan mendasar bagi anak jalanan terkait pendidikan adalah kecenderungan tiadanya mimpi dan cita-cita ideal. Ini menyusul relatif terbatasnya contoh ideal dalam kehidupan nyata yang bisa ditiru.
Pantesri Wandini, yang mewakili Rumah Pemulihan Kasih Anugerah Pelopor dan mengasuh anak-anak telantar yang turut dalam kegiatan tersebut, mengatakan, sejumlah daerah di Indonesia menjadi tempat asal anak-anak tersebut. Beberapa di antaranya Nias, Mentawai, Pontianak, dan Medan.