JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung setelah hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta memenangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan para pengembang Pulau F, I, dan K agar izin pelaksanaan reklamasi ketiga pulau sah. Terkait upaya kasasi itu, KSTJ berharap Gubernur DKI Anies Baswedan tak mengajukan kontra memori.
Koalisi yang terdiri dari sejumlah LSM dan Komunitas Nelayan Tradisional Muara Angke itu, Selasa (12/12), mengantar memori kasasi terkait sengketa izin pelaksanaan reklamasi Pulau F, I, dan K ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Memori kasasi berisi alasan versi KSTJ soal kejanggalan putusan hakim PTTUN Jakarta yang memenangkan upaya banding pemprov beserta para pengembang.
Sebelum banding oleh pemprov dan pengembang, KSTJ menang di tingkat pertama lewat putusan majelis hakim PTUN Jakarta yang menyatakan izin pelaksanaan reklamasi ketiga pulau batal.
Para termohon kasasi atau pemenang di tingkat banding memang berhak mengajukan kontra memori kasasi untuk melawan memori kasasi pemohon. Namun, ”Jika Gubernur berniat menghentikan reklamasi, berarti pemprov tidak mengajukan kontra memori kasasi,” kata Tigor Hutapea dari Kiara yang juga anggota KSTJ, Selasa (12/12).
Jika Gubernur berniat menghentikan reklamasi, berarti pemprov tidak mengajukan kontra memori kasasi
Tigor mengatakan, majelis hakim Mahkamah Agung belum tentu memenangkan KSTJ jika tidak ada kontra memori dari termohon kasasi. Namun, ia memandang bukti Gubernur Anies menepati janji menghentikan reklamasi sebagai satu dari 23 janji kampanyenya bakal terlihat dari ada-tidaknya kontra memori kasasi pemprov. ”Jika mengajukan kontra memori, berarti ada satu ukuran reklamasi tetap ingin dilanjutkan,” ujarnya.
Izin pelaksanaan reklamasi ketiga pulau terbit pada masa Basuki Tjahaja Purnama masih menjabat gubernur. Dasar hukumnya adalah Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo, terbit 22 Oktober 2015; Keputusan Gubernur DKI No 2269/2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Ekapaksi (22 Oktober 2015); dan Keputusan Gubernur DKI No 2485/2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk (17 November 2015).
Tigor mengatakan, salah satu alasan KSTJ menilai putusan majelis hakim PTTUN Jakarta di tingkat banding janggal adalah soal tanggal terbitnya surat keputusan gubernur yang jadi pertimbangan hakim PTTUN Jakarta untuk memutus perkara, yang semuanya tercantum diterbitkan tanggal 22 Oktober 2012.
Penggunaan tanggal 22 Oktober 2012 merugikan KSTJ dan nelayan karena dengan demikian hakim menilai Peraturan Presiden No 122/2012 yang berlaku 5 Desember 2012 secara hukum belum berlaku terhadap obyek sengketa yang diterbitkan 22 Oktober 2012. Berbekal perpres itu, KSTJ dan nelayan yakin izin pelaksanaan reklamasi tidak sah karena belum ada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
KSTJ juga akan melaporkan Ketua Majelis Kadar Slamet dan hakim anggota Sugiya, Ketut Rasmen Suta, Slamet Suparjoto, dan T Sjahnur Ansjari sebagai hakim PTTUN yang memenangkan pemprov beserta para pengembang karena menilai mereka membuat putusan janggal. Menurut rencana, KSTJ melaporkan mereka ke Komisi Yudisial minggu depan. ”Kami ingin para hakim ini tidak lagi diberi kasus-kasus lingkungan,” ucap Tigor.
Sementara itu, Agung Praptono, Kepala Departemen Corporate Secretary PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk sebagai pengembang Pulau K, menyatakan belum bisa memberi tanggapan soal upaya kasasi KSTJ. ”Kami masih mempelajari,” katanya. (JOG)