Perairan Sakit yang Kian Terusik

Langit cerah di atas laut berganti kelabu, Kamis (9/11) siang. Ombak makin perkasa mengguncang perahu. Pengemudi perahu sigap mencari celah di antara ombak agar tetap aman mengelilingi Pulau G.
Pulau reklamasi yang direncanakan seluas 161 hektar itu tidak sama lagi seperti awal dibangun. Kini, Pulau G penuh ”bopeng”. Pasir di sejumlah titik hanyut terbawa arus laut. Terbentuk genangan mirip danau- danau kecil di beberapa tempat. Semak-semak tumbuh leluasa, sampah menyangkut di pinggiran.
Ombak mengempas pulau buatan PT Muara Wisesa Samudra—anak perusahaan PT Agung Podomoro Land—tanpa halangan, tanpa dinding pelindung. Di tepian pulau, bekas guguran pasir terlihat jelas. Pulau menyusut. Pasir luruh, laut mengeruh.
Kondisi itu mengancam sumber energi karena hanya 300 meter dari pulau ini, ada Unit Pembangkitan Muara Karang PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), anak Perusahaan Listrik Negara (PLN). UP Muara Karang terdiri dari pembangkit listrik tenaga uap serta pembangkit listrik tenaga gas dan uap.
Dalam surat bertanggal 16 Juni 2016 yang ditandatangani Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat PT PLN Murtaqi Syamsuddin dan ditujukan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, PLN menyampaikan kekhawatiran soal reklamasi di Teluk Jakarta. Salah satunya, pada fase konstruksi, reklamasi berpotensi meningkatkan kekeruhan air yang berakibat masuknya air keruh ke dalam sistem pengoperasian pembangkit. Naiknya laju sedimentasi di perairan sekitar pembangkit karena penimbunan tanah di areal reklamasi.
Pada fase setelah pembangunan, reklamasi berpotensi mengakibatkan makin sempitnya zona sirkulasi air pendingin dan air baku untuk kebutuhan operasional pembangkit. Ujungnya, suhu perairan sekitar lokasi pembangkit bisa meningkat. Asumsi yang disampaikan PLN pada 2012, setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius, kemampuan produksi listrik menurun hingga 10 megawatt dan kerugian berkisar Rp 576 juta per hari untuk setiap satu mesin pembangkit.
Rekayasa teknologi sedang disiapkan agar ancaman kerugian PLN tidak terjadi. Namun, hingga kini belum jelas daya guna serta dampaknya. Model rekayasa teknik yang sudah diuji coba dalam waktu memadai pun belum ada.
Ke laut dan daratan
Risiko pengendapan tidak hanya dari Pulau G, tetapi semua, sebanyak 17, pulau reklamasi. ”Bahkan, dampak ekologi di Teluk Jakarta juga akan memengaruhi ekosistem pulau-pulau kecil di depannya,” kata peneliti pengelolaan sumber daya pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, Taslim Arifin.
Taslim mencontohkan, terumbu karang di selatan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, masih bagus sekitar 2007. Pada 2014, kondisinya memburuk. Penyebabnya diduga sedimentasi akibat beragam aktivitas di Teluk Jakarta. Reklamasi berpotensi memperparah kondisi ini. Padahal, antara Teluk Jakarta dan Pulau Pari merupakan tempat ikan bertelur, pemijahan, pengasuhan anak ikan.
Selain itu, jika 17 pulau reklamasi sudah jadi, risiko sedimentasi dapat berakibat pada berkurangnya suplai air laut ke daerah kawasan Hutan Mangrove Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. ”Itu bisa mematikan mangrove di sana,” ujar Taslim.
Reklamasi pun berisiko menambah tingkat pencemaran yang sudah sejak lama memprihatinkan. Mei-November 2016, sembilan peneliti Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor mengkaji kualitas ekologi sedimen perairan di Teluk Jakarta dan Pelabuhan Ratu, menggunakan Indeks Biotik AZTI Marine Biotic Index (AMBI).
Nilai AMBI makrozoobentos berkisar 0,87-1,50 di Teluk Jakarta, yang berarti makrozoobentos di sana terganggu ringan-berat. Nilai M-AMBI 0,04-0,90 menunjukkan status ekologi bervariasi antara sangat buruk-tinggi. Salah satu peneliti di riset itu, Yusli Wardiatno, mengatakan, ekologi sangat buruk di Teluk Jakarta secara umum dipengaruhi material dari sungai di daratan.
Peneliti oseanografi KKP, Widodo S Pranowo, menyebutkan, berdasarkan riset dari Simon A van der Wulp dan kawan-kawan (2016), area konsentrasi nitrogen, fosfor, dan pestisida di Teluk Jakarta berpotensi makin meluas dengan adanya proyek reklamasi. Nitrogen adalah representasi limbah rumah tangga dan fosfor dari limbah industri.
Bahaya lain, sempitnya celah di antara 17 pulau reklamasi berpeluang meningkatkan risiko banjir saat laut pasang plus musim hujan mencapai puncaknya. ”Daerah pesisir, jika tanggul di pantai tidak bagus, berpotensi banjir,” katanya.
Menarik menempatkan semua itu sebagai dasar kembali berpikir. Teluk Jakarta adalah satu kesatuan dengan daratan Ibu Kota, Kepulauan Seribu, dan sekitarnya. Setiap hal dilakukan atas teluk akan selalu berdampak pada seluruh kawasan tersebut.
(J Galuh Bimantara/Helena F Nababan)